• Berita Terkini

    Senin, 26 November 2018

    Peringatan Hari Guru, Imam: Harus Ada Revolusi Guru

    Dr Imam Satibi MPdI
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Hari Guru diperingati setiap 25 November. Ini untuk memberikan penghargaan kepada para guru. Kehadiran Guru di dunia tidak cukup hanya disanjung sebagai profesi mulia dan pahlawan tanda jasa serta segudang sebutan  kehormatan lainya. Sebaliknya demi kemajuan dan established segala stereotip julukan positif guru maka guru perlu di support baik dari sisi profesi maupun kelayakan hidupnya.

    Hal ini dikemukaan oleh Rektor Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen Dr Imam Satibi MPdI. Menurutnya melalui kesempatan ini Hari Guru ini menjadi sangat urgent dan determinant untuk mendorong pendidikan di indonesia melakui strengthening (penguatan) guru secara multi. “Artinya harus ada revolusi guru untuk dijadikan garda terdepan dalam menentukan kualitas dan pemerataan pendidikan sampai pendidikan tingkat tinggi,” tuturnya, Minggu (25/11/2018).

    Saat ini, menurutnya, masih terdapat adanya marginalisasi pendidikan. Ini terlihat bagi kaum perempuan dan anak berkebutuhan istimewa atau disabilitas. Hal ini masih menjadi fenomena disparitas pemerataan pendidikan yang sangat mencolok. “Dengan demikian perlu ada dukungan dari daerah adanya perlakuan inklusi untuk anak difabel dan perempuan,” terangnya.

    Pergeseran zaman baik akibat teknologi dan sains terutama berkaitan issues besar dunia adalah Sustainable Development Goals (SDGs). Ini merupakan komitmen bersama  dunia yang tergabung dalam PBB pada tahun 2015. Salah satu point besar dari 17 item kesepakatan dunia diantaranya adalah quality education atau mutu pendidikan. “Bagaimana menyelenggarakan pendidikan berkualitas untuk semua orang (education for all) menjadi tanggungjawab besar bagi profesi guru,” paparnya.

    Di planet bumi ini, lanjutnya, harus ada jaminan semua penduduk di manapun berada untuk mendapatkan fasilitas pendidikan atau sekolah. Hal ini lah yang masih menjadi tantangan besar bagi bangsa indonesia yang masih memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)  nya masih rendah dibandingkan negara asia lainya.

    Rendahnya tenaga ahli yang tersedia di Indonesia memperkuat kesenjangan pendidikan. Ini bila di bandingkan dengan Singapore, Malaysia, Brunai, Thailand dan Filipina. “Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fan perkembangan ekonomi masyarakat,” jelasnya.

    Imam juga menyampaikan, tantangan issue yang lain bagi guru yakni munculnya Revolusi Industri 4.0. Guru harus di install kembali agar dapat menggunakan kemajuan teknologi yang berbasis artificial intelegence atau kecerdasan buatan. Selain itu masifnya penggunaan teknologi informasi secara global harus menjadi perubahan strategi pembelajaran di sekolah. “Guru harus mulai melirik sistem blended learning atau juga total ilearning seperti  dalam jaringan (daring) learning,” terangnya.

    Saat disinggung mengenai adanya tuntutan Guru Tidak Tetap (GTT), Imam menyampaikan tuntutan atau aspirasi yang dilakukan guru honorer di Indonesia merupakan sesuatu yang wajar dan harus dicarikan solusi. Memang kalau dikatakan guru sebagai profesi maka harus didukung dengan sistem rekrutmen yang baik dan akuntabel. “Munculnya ribuan guru yang diangkat dari sistem perekrutan "pengabdian" akibatnya menimbulkan permasalahan bagaikan gunung es. Demo guru harus tidak terjadi jika perekrutan guru dilakukan secara baik,” katanya.

    Demo guru yang dilakukan Kepada Presiden Joko Widodo akhir-akhir ini, pada dasarnya merupakan akumulasi dari perekrutan diberbagai daerah dan sekolah yang tidak tertib. Perekrutan di luar sistem yang dilakukan Kepala Sekolah/Komite akan memiliki dampak yang besar seperti demontrasi menuntup pengangkatan ASN.  Solusi yang harus dilakukan untuk menjembatani ini sangat tepat jika diakomodir dengan pegawai pemerintah non ASN. Itupun harus dilakukan secara selektif.

    “Pemerintah daerah menurut saya harus berani melakukan pengangkatan pegawai pemerintah non PNS bagi sekolah sekolah pinggiran atau terpencil. Di mana sekolah  tidak mampu memberikan insentif. Larangan pungutan bagi sekolah negeri jika dilakukan secara ketat tanpa kontekstuslisasi kondisi yang ada dapat berakibat kekurangan guru dan rendahnya mutu pendidikan,” tegasnya.

    Sementara itu Sekretaris Forum Komunikasi GTT (FK GTT/PTT) Kebumen Sunarto menyampaikan Hari Guru adalah sebuah momentum berharga dan bersejarah. Di mana guru di posisikan sebagai sebuah profesi teristimewa dan sangat punya martabat tinggi.  Namun, kalau melihat fakta sekarang guru dan tenaga kependidikan yang belum menyandang predikat tidak tetap alias Wiyata Bhakti, pemerintah kurang memperhatikan hak-hak mereka .

    “Padahal cara kerja mereka sama beratnya dengan yang sudah dianggap sebagai pegawai tetap. Hal inilah yang seharusnya menjadi introspeksi pemangku jabatan semuanya. Di Hari Guru ini diharapkan tidak lagi terjadi pengkebirian hak-hak guru. Jauhkan para Wiyata Bhakti atau GTT/PTT untuk dijadikan pegawai kontrak karena hal itu akan sama saja memposisikan atau merendahkan martabat guru. Ini menjadikan tenaga kependidikan setara dengan buruh atau kuli kasaran,” katanya.

    Sunarto menambahkan Presiden dalam hal ini harus sudah turun gunung untuk menyelesaikan permasalahan pada dunia pendidikan. Khususnya masalah tentang GTT/PTT Sekolah Negeri.  Ini dapat dilaksanakan melalui Perpu atau Kepres.  “Intinya adanya regulasi berupa Undang-undang dan peraturan peraturan lainnya yang selama ini mendera dan mengebiri guru untuk mendapatkan dapatka haknya, harus di cabut dan diyudisial review,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top