• Berita Terkini

    Rabu, 21 November 2018

    Fokus Susun Bahan Peninjauan Kembali, Nuril Minta Perlindungan LPSK ,

    JAKARTA – Penundaan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Baiq Nuril Maknun disambut positif. Langkah itu mendapat apresiasi tim penasihat hukum mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram tersebut. Kini mereka bisa lebih fokus menyiapkan berkas peninjauan kembali (PK) untuk menyelamatkan Nuril. Namun, belum pasti kapan PK diajukan.


    Aziz Fauzi, penasihat hukum Nuril, menyampaikan bahwa sampai kemarin (20/11) dirinya maupun timnya belum menerima salinan putusan MA. Padahal, salinan itu penting untuk melengkapi berkas PK. ”Informasi terakhir dari PN (Pengadilan Negeri) Mataram masih belum ada. Artinya, MA belum mengirim,” ungkapnya. Dia memastikan, berkas lain untuk PK sudah siap. ”Kami tidak tahu persis apa pertimbangan majelis hakim MA,” tambahnya.


    Aziz mengungkapkan, pihaknya akan memakai kekeliruan dan kekhilafan yang nyata dari majelis hakim MA sebagai bahan PK. Dia yakin hal tersebut sudah cukup dan memenuhi syarat. Selain menyiapkan berkas PK, tim penasihat hukum Nuril berencana mengajukan permohonan perlindungan hukum untuk klien mereka. Rencananya, permohonan itu diajukan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).


    Aziz kembali menegaskan bahwa Nuril adalah korban. Sedangkan dalam kasus pelecehan seksual yang dilaporkan Nuril ke Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), ibu rumah tangga tersebut berstatus saksi pelapor. ”Nanti diperiksa sebagai saksi pelapor,” imbuh Aziz. Karena itu, dia menilai kliennya butuh perlindungan LPSK. ”Ini untuk tindak pidana yang dia laporkan dan tindak pidana yang dia alami,” tambahnya.


    Apabila tidak ada kendala, permohonan perlindungan tersebut bakal diajukan kepada LPSK pekan ini. Aziz mengungkapkan, tim penasihat hukum dari Mataram akan mengirimkan berkas ke Jakarta untuk diserahkan kepada LPSK. Dia mengaku telah berkomunikasi dengan LPSK. ”Mereka (LPSK, Red) siap. Tinggal kami bawa berkas saja. Sepanjang syarat sudah terpenuhi,” jelasnya.


    Berkaitan dengan surat panggilan yang dilayangkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, sambung Aziz, besar kemungkinan Nuril bakal diwakili penasihat hukum. Sebab, penundaan eksekusi sudah pasti. ”Tidak ada konsekuensi (jika Nuril tidak memenuhi panggilan, Red),” ucap dia.


    Penasihat hukum yang mendampingi Nuril di Mataram juga berkata demikian. Joko Sumadi, salah seorang penasihat hukum Nuril, menyampaikan bahwa Nuril tidak akan memenuhi panggilan Kejari Mataram. ”Penasihat hukum saja,” ujarnya.


    Hari ini (21/11) mereka bakal bertemu dengan jaksa di Kejari Mataram sekitar pukul 13.00 Wita. Tim penasihat hukum memenuhi panggilan itu untuk menegaskan kembali soal penundaan penahanan yang sudah diputuskan Kejaksaan Agung (Kejagung).


    Sebagaimana diberitakan, Nuril adalah korban pelecehan seksual yang justru menyandang status terpidana pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap menyebarkan rekaman percakapan mesum atasannya, Muslim, semasa menjadi kepala SMAN 7 Mataram. Nuril telah melaporkan balik Muslim ke Polda NTB.


    Sementara itu, kasus pelecehan seksual diduga juga terjadi di kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Beredar informasi bahwa sejumlah mahasiswi mengalami pelecehan seksual dari seorang dosen. Kejadian tersebut antara lain berlangsung ketika proses bimbingan skripsi.


    Kementerian Agama (Kemenag) belum bisa memberikan penjelasan detail mengenai kabar itu. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menyatakan masih menunggu laporan penanganan dari rektorat UIN Bandung terlebih dahulu.


    Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Mastuki menjelaskan, rektorat UIN Bandung sedang memproses laporan pelecehan seksual tersebut. Dia mengatakan, tidak seluruh masalah yang terjadi di perguruan tinggi Kemenag diselesaikan di pusat. ”Ada mekanisme penegakan kode etik dan kedisiplinan dosen oleh tiap-tiap PTKIN (perguruan tinggi keagamaan Islam negeri, Red),” jelasnya.


    Mastuki berharap publik memberikan waktu bagi rektorat UIN Bandung untuk menangani kasus itu sebaik-baiknya. Dia menuturkan, jika memang terdapat kesalahan dan memenuhi unsur pelanggaran, rektor UIN Bandung dapat memproses melalui kode etik maupun aspek pidana.


    Kasus dugaan pelecehan seksual di UIN Bandung mencuat dari pengakuan sejumlah mahasiswi. Pelakunya adalah oknum dosen berinisial T. Kasus tersebut terjadi dalam kurun 2016–2018. Rektorat UIN Bandung saat ini sudah membentuk tim sembilan untuk mengusut kasus itu.


    Tim tersebut akan melaporkan hasil penelusurannya ke komisi etik kampus. Tujuannya ialah menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etika. Komisi etik sekaligus menjatuhkan sanksi jika nanti dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual itu terbukti bersalah. Jawa Pos sudah berusaha menghubungi rektor maupun Bagian Humas UIN Bandung, tetapi belum ada jawaban.

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ikut bersuara. Mereka menilai kekerasan seksual di lingkungan pendidikan masih menjadi momok. Sebenarnya Kemendikbud telah mencoba membuat sekolah menjadi aman.


    Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud Ari Santoso, hal itu tertuang dalam Permendikbud 82/2015 tentang Sekolah Aman. Permendikbud tersebut mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lingkungan sekolah. Namun, Kemendikbud tidak bisa berbuat banyak. ”Kewenangan operasional di dinas (dinas pendidikan daerah, Red). Kemendikbud kewenangannya di kebijakan,” ucapnya kemarin.


    Secara terperinci, permendikbud itu juga merumuskan cara pencegahan tindakan kekerasan di lingkungan sekolah. Pencegahan tidak hanya dilakukan peserta didik, guru, atau tenaga kependidikan. Tapi juga dilakukan orang tua, masyarakat, hingga pemda. Artinya, semua pihak wajib mewujudkan dunia pendidikan yang aman. (syn/wan/lyn/c9/oni)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top