• Berita Terkini

    Selasa, 09 Oktober 2018

    Tentara Pegang Kendali Pascabencana

    JAKARTA – Penanganan gempa di Palu membuktikan militer lebih bisa diandalkan dalam situasi darurat. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang telah berkunjung ke Palu dan Donggala mengungkapkan kendali utama dalam penanganan pascabencana itu dipegang tentara. Mulai dari bantuan hingga pengaturan satuan tugas (satgas) juga lewat tentara di komando rayon militer (Korem).


    ”Tentara hari pertama sudah apel. Sipil seminggu baru apel,” ujar JK di depan peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Istana Wakil Presiden, kemarin (8/10/2018).


    Pada saat bencana seperti di Palu, pemerintah daerah seperti kehilangan kendali. Karena aparatnya yang tentu jadi korban dan kendala komunikasi karena tidak ada sinyal telepon dan listrik mati. ”Tapi kenapa tentara bisa, karena dia punya hirarki yang kuat,” ungkap dia.


    Berkaca dari kasus tersebut, JK menuturkan bahwa para aparat sipil di daerah perlu mendapatkan pelajaran tentang manajemen krisis. Misalnya tindakan srategis yang harus dilakukan dalam saat krisis. Serta kepemimpinan atau leadership dalam kondisi krisis.


    ”Karena seperti yang saya katakana tadi justru dalam krisis itu rakyat butuh kepemimpinan. Butuh pemerintah. Jadi jangan membagi makanan aja tentara, bagi beras saja tentara,” kata JK yang berpengalaman dalam penanganan pasca gempa dan tsunami Aceh.


    Lebih lanjut, JK juga menyontohkan kepemimpinan yang inovatif sehingga bisa membuat daerah juga maju. Dia menyebut Surabaya, Banyuwangi, dan Bandung sebagai daerah yang dianggap maju. Karena kaya ide, inovasi, dan bisa memberikan contoh langsung kepada masyarakatnya.


    ”Kalo walikota surabaya ada kotor, dia datang bersih-bersih dan marah-marah. Kasih contoh sambil marah, It’s okey. Perobahan itu tidak marah, tapi lebih inovatif,” ungkap JK.


    Dia mengharapkan para peserta yang mendapatkan pelatihan di LAN itu bisa diberi pelatihan strategis dan progresif. Bukan hanya mengandalkan para widyaiswara. Karena dikhawatirkan mereka hanya akan bicara tentang masa lalu atau pengalaman saat menjabat. Padahal, tugas pemimpin dan birokrat bisa turut menggerakan roda pemerintahan lebih prograsif. ”Tentu boleh dari widyaiswara tapi harus mengetahui masa depan, bukan hanya mengagungkan masa lalu,”


    Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto menuturkan pihaknya sudah mengambil kebijakan bahwa widyaiswara sekarang tidak lagi jadi pengajar. Tapi hanya menjadi fasilitator.  ”Sedangkan narasumber, pengajar, yang menjadi key person, dosenya kita ambil dari orang-rorang yang punya kompetensi di bidangnya masing-masing,” ungkap dia.


    Adi mencontohkan pengajar itu termasuk kepala daerah yang dianggap sukses, pebisnis, dan pemilik perusahaan. Sehingga mereka bisa berbagi cerita sukses dan terobosan yang bisa diterapkan di dalam birokrasi. ”Dengan cara itu ternyata banyak sekali kawan-kawan ASN yang dia melahirkan inovasi-inovasi pelayanan yang lebih baik lagi,” kata Adi. (jun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top