• Berita Terkini

    Jumat, 12 Oktober 2018

    Masa Tanggap Darurat di Sulteng Diperpanjang

    JAKARTA – Hasil rapat koordinasi Gubernur Sulawesi Tengah dengan steakholder terkait kemarin (11/10) memutuskan bahwa masa tanggap darurat diperpanjang. Pemerintah daerah setempat menganggap bahwa masih membutuhkan penanganan pasca bencana dengan cepat. Di sisi lain, beredar kabar relawan asing tidak diperkenankan untuk masuk ke Palu dan daerah bencana lainnya.


    Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan bahwa kemarin pukul 09.00 ada rapat koordinasi yang dipimpin Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola. Rapat tersebut menghasilkan keputusan masa tanggap darurat diperpanjang hingga 26 Oktober. ”Masih banyak masalah yang harus diselesaikan seperti pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, perbaikan sarana dan prasarana, pembangunan hunian sementera (huntara), penanganan medis, perlindungan sosial, dan pemberishan puing bangunan. Semuanya dilakukan cepat,” ujar Sutopo kemarin.


    Dalam rapat yang sama, Gubernur Sulteng juga menandatangani tambahan beras. Untuk provinsi Sulawesi Tengah ditambah 200 ton, Kota Palu 100 ton, dan Donggala 100 ton. Tambahan tersebut berasal dari Bulog.


    ”Masih ada masyarakat yang meminta evakuasi dilakukan,” ujarnya. Hal tersebut yang melandasi perpanjangan waktu evakuasi. Mulanya evakuasi yang dilakukan Badan SAR Nasional (Basarnas) selesai kemarin. Hal itu sesuai rapat pada 8 Oktober lalu. Besok pagi masih dilangsungkan evakuasi oleh Basarnas dan pada sorenya kegiatan tersbeut diakhiri.


    Terkait penghentian evakuasi, Basarnas akan menyerahkan tugas kepada Basarnas wilayah Kota Palu. Personil Basarnas dari Kantor Palu akan melakukan asistensi. ”Jika mendapat laporan adanya korban ditemukan dari masyarakat, mereka akan melakukan evakuasi,” ungkapnya.


    Sutopo juga mengatakan bahwa pembangunan hunian sementara (huntara) segera dilakukan. Menurut perhitungan, huntara akan selesai dalam kurun waktu dua bulan. Kementerian PUPR yang akan membangun hunian tersebut.  ”Dunia usaha, pemda, dan ormas dapat menyumbang untuk pembangunan huntara,” kata pria asli Boyolali itu.

    Sedangkan untuk hunian tetap, Kementerian ESDM masih mengkaji lokasi yang aman. Tujuannya tentu agar masyarakat tidak tinggal di tempat yang berbahaya. ”Lokasinya ada di Duyu untuk korban dari Perumnas Balaroa dan lahan di Ngata Baru untuk korban di Petobo,” ujarnya.


    Dalam kesempatan yang sama Sutopo juga mengklarifikasi adanya berita relawan dan jurnalis asing yang tidak dibolehkan masuk ke daerah bencana. Dia mengatakan bahwa memang ada jurnalis dan relawan asing yang tidak diperkenankan masuk. Namun hal itu dikarenakan relawan asing tidak memiliki mitra lokal dan bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Sedangkan jurnalis yang dilarang meliput dikarenakan tidak bisa menunjukkan visa untuk peliputan.


    ”Kebijakan mengenai bantuan asing dan relawan asing diambil bukan dengan maksud untuk mencegah bantuan atau relawan asing memasuki Sulawesi Tengah,” ujarnya. Tapi untuk memastikan mereka koordinasi dengan tim atau badan di Indonesia. Sutopo menjelaskan hal ini berdasarkan pengalaman penanganan kebencanaan sebelumnya. Pada bencana gempa di Sumatera Barat beberapa tahun lalu, relawan asing tidak terkoordinir. Akibatnya ada banyak yang tidak memiliki keahlian dan sertifikasi. ”Bantu SAR itu tidak bisa sembarangan. Harus hati-hati,” tambah Sotopo.


    Seriring perpanjangan masa tanggap darurat bencana di Sulteng, TNI juga terus mengerahkan bantuan untuk korban gempa maupun tsunami di sana. Kemarin prajurit TNI dari Batalyon Zeni Tempur 17/Ananta Dharma yang berada di bawah koordinasi Kodam VI/Mulawarman membangun fasilitas umum berupa toilet. Itu penting lantaran masih banyak masyarakat yang tinggal di lokasi pengungsian.


    Tidak hanya itu, bantuan lain bagi para korban juga terus mereka salurkan. Salah satunya menggunakan Helikopter MI-17 milik Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad). Menurut Danrem 132/Tadulako Kolonel Infanteri Agus Sasmita, helikopter tersebut dipakai juga untuk membawa tenaga medis dari Palu ke Donggala dan Sigi. ”Saya membawa tenaga medis beserta obat-obatan dan logistik,” ungkap dia.


    Menurut Agus, distribusi maupun penyaluran bantuan lebih efektif lewat jalur udara. Apalagi untuk menjangkau lokasi tertentu yang akses daratnya masih belum pulih secara optimal. ”Ada beberapa akses menuju ke perkampungan terputus,” terang dia. ”Sehingga dari pihak TNI memberikan bantuan melalui udara,” tambahnya. Dia memastikan bahwa lokasi yang masih sulit dijangkau lewat darat, akan terus dibantu melalui udara.


    Agus tidak ingin ada korban yang tidak mendapat bantuan. ”Dengan harapan supaya korban yang berada di lokasi tersebut merasakan dan mendapatkan bantuan yang merata,” tegasnya. Selain menyalurkan bantuan, dia bersama anak buahnya juga mengajak masyarakat di Sulteng untuk kembali bangkit bersama-sama. Sehingga lokasi-lokasi yang terdampak gempa bisa lebih cepat kembali seperti sedia kala.


    Khusus di Donggala, Kodim 1306/Donggala juga turut bergerak membantu korban gempa. Menurut Dandim 1306/Donggala Letkol Kaveleri Made Maha Yudiksa, geliat aktivitas masyarakat sudah mulai terlihat. ”Baik di pasar maupun dalam kehidupan sosial lainnya,” imbuhnya. Bahkan, sudah ada yang kembali berjualan di pasar. Transaksi jual beli pun mulai berlangsung meski belum seramai biasanya.


      Untuk mengurangi beban para korban, setiap hari instansinya membagikan nasi bungkus. Total, tiga ribu bungkus yang mereka bagikan. ”Baik itu untuk pedagang, pembeli, dan warga masyarakat di sekitar pasar,” terang alumnus Akademi Militer 1999 tersebut. Dia optimistis, geliat masyarakat yang mulai tampak menunjukan bahwa mereka sudah punya keyakinan untuk kembali bangkit bersama. (syn/lyn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top