• Berita Terkini

    Rabu, 10 Oktober 2018

    Malang Raya Kena KPK Semua

    JAKARTA – Label Jawa Timur (Jatim) sebagai zona merah korupsi kian tebal. Sepanjang tahun ini, tidak kurang tujuh kepala daerah di sana harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Baik itu melalui operasi tangkap tangan (OTT) maupun pengembangan dan penyidikan oleh lembaga antirasuah. Kasus yang menyeret Bupati Malang Rendra Kresna melengkapi kepala daerah di Malang Raya yang beurusan dengan KPK.



    Menurut Peneliti  Indonesia Legal  Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, ada beberapa penyebab banyak kepala daerah di Jatim kena kasus korupsi di KPK. Dia menyebutkan, Jatim merupakan salah satu wilayah yang luas. Ada banyak kabupatan maupun kota dengan jumlah program yang juga tidak sedikit. ”Saya melihat problem di daerah itu salah satunya pengawasan,” ungkap dia kepada Jawa Pos kemarin (9/10/2018).



    Pria yang lebih akrab dipanggil Erwin itu menyebut, Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau APIP di level kota, kabupaten, maupun provinsi belum bisa memaksimalkan fungsi dan peran mereka. ”Tidak ada korelasi pengawasan yang melekat dari gubernur terhadap bupati dan wali kota,” imbuhnya. Alhasil, pimpinan kota maupun kabupaten bebas berjalan sendiri. Dalam kondisi itu, APIP di tingkat kota dan kabupaten juga tidak bisa bertindak banyak.



    Lantaran pengawasan tidak optimal, muncul ruang lebih besar yang tidak jarang dimanfaatkan oleh kepala daerah tertentu untuk berbuat curang. ”Itu salah satu problem,” imbuhnya. Untuk itu, perlu perubahan yang signifikan untuk memastikan fungsi maupun peran pengawasan terhadap kepala daerah di level kota dan kabupaten lebih baik. ”Perlu evaluasi terhadap undang-undang otonomi daerah,” tambah dia.



    Selain itu, Erwin juga menilai harus ada evaluasi menyeluruh di Jatim. Apalagi jika mengingat label zona merah yang sudah menempel. ”Harus evaluasi lagi sistemnya,” ucap dia. Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menyampaikan hal serupa. Fungsi dan peran APIP memang harus dibuat jauh lebih maksimal ”Mengindependenkan APIP melalui perubahan-perubahan regulasi yang ada,” kata dia kemarin.



    Kebaradaan APIP di bawah bupati maupun wali kota jelas menjadi masalah. Untuk itu pula, sambung Febri, KPK turut mendorong perubahan aturan untuk menguatkan APIP. ”Usulannya inspektorat yang ada di kota (dan kabupaten) itu atasannya adalah gubernur. Jadi, ada satu tingkat lebih tinggi,” ucap Febri. Sehingga mereka punya power lebih besar ketika mendeteksi tindak curang oleh bupati atau wali kota.



    Disamping lemahnya peran APIP, Febri mengungkapkan, tingkat kepedulian masyarakat juga turut berpengaruh. Masyarakat Jatim termasuk salah satu yang paling aktif melaporkan dugaan korupsi. ”Laporan masyarakatnya banyak,” ujarnya. Selain banyak, laporan yang mereka sampaikan kepada KPK juga valid. Sehingga instansi tersebut bisa menindaklanjuti melalui proses hukum.



    Tingginya kepedulian masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi kepada KPK merupakan hal positif. Itu sekaligus mencerminkan bahwa semakin banyak masyarakat yang punya semangat pemberantasan korupsi. ”Semua kasus yang ditangani KPK mempunyai satu sisi lain. Sisi lain itu adalah masyarakat yang lebih aktif dan punya peran di sana,” ungkap Febri. Karena itu, banyak kepala daerah kena kasus korupsi tidak melulu berarti buruk.



    Lebih lanjut, Febri pun mengakui bahwa Jatim merupakan salah satu wilayah dengan pimpinan daerah paling banyak diproses hukum oleh KPK. ”Memang kalau dibandingkan dengan daerah lain, daerah lain ada juga yang banyak. Tapi, tidak semasal ketika misalnya di Malang ada (puluhan anggota) DPRD (jadi tersangka),” beber dia. Masalah itu, dia akui, juga menjadi PR bagi lembaga superbodi.



    Berdasar data KPK, suap adalah masalah yang kerap kali menyeret kepala daerah di Jatim ke dalam pusara kasus korupsi. ”Tentu suapa yang paling dominan itu adalah fee proyek untuk kepala daerah dan pengurusan atau pengesahan anggaran untuk DPRD,” jelas Febri. Dalam beberapa kasus, suap biasa dilakukan untuk memuluskan pihak swasta yang hendak menggarap program pemerintah.



    Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fahrudin menilai, praktik curang itu dilakukan sejumlah kepala daerah untuk menutup biaya pemilihan kepala daerah yang tinggi. ”Impilkasi dari proses pilkada yang transaksional,” ujarnya. Kasus korupsi yang menyeret kepala daerah di Malang Raya, kata dia, bisa menjadi sampel. Bahkan, kepala daerah di sana tidak segan mencoba membangun dinasti politik demi memuluskan kekuasaan. (syn/)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top