• Berita Terkini

    Sabtu, 20 Oktober 2018

    KPK Segera Panggil James Riady Jadi Saksi

    JAKARTA –  Setelah menggeledah rumah bos Lippo Group James Riady dan tidak membawa apa-apa, KPK tetap akan memeriksa James sebagai saksi. Pemeriksaan itu untuk mengkonfirmasi beberapa hal terkait dugaan suap perizinan pada megaproyek Meikarta yang telah menyeret Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka itu.

    Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan masih belum bisa mengkonfirmasi jadwal pemeriksaan terhadap James. Namun, hingga kemarin memang belum ada surat panggilan yang diberikan kepada James. Tapi, dia memastikan pada bulan ini bakal ada pemeriksaan saksi-saksi untuk dugaan suap perizinan Meikarta itu.


    ”Apakah James akan diperiksa? Jawabanya iya rencana pemeriksaan ada. Tapi kapannya akan disampaikan lagi. Kenapa perlu diperiksa? karena kami perlu mengkonfirmasi beberapa hal termasuk terkait pertemuan,” ujar Febri di kantor KPK Jalan HR Rasuna Said, semalam (19/10/2018).


    Pertemuan itu antara lain yang dilakukan oleh para pemberi suap, perantara, dengan penerima suap. Dalam kasus tersebut KPK telah menetapkan sembilan tersangka. Selain Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro ada juga karyawan Lippo Henry Jasmen. Ada pula dua konsultan Lippo yakni Fitradjaja Purnama dan Taryuadi.


    Sedangkan penerima suap adalah Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Bekasi Jamaluddin, Kepala Bidang Tata Usaha Dinas PUPR Neneng Rahmi, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M.B.J. Nahor, dan Kepala Dinas PMPTSP Dewi Risnawati.


    Nah diduga James mengetahui pertemuan-pertemuan para tersangka tersebut. Bahkan diduga ada pertemuan antara James dengan orang-orang yang dijadikan tersangka itu sebelumnya.

    ”Pertemuan-pertemuan yang kami duga  pernah dilakukan oleh saksi-saksi dari pihak Lippo dengan bupati atau pihak-pihak lain terkait perkara ini,” ungkap dia.

    Lebih lanjut, Febri mengakui memang pada saat penggeledahan di rumah pribadi James di Kelapa Dua, Tangerang pada Kamis (18/10) itu tidak ada satupun barang yang disita. Dia berdalih penggeledahan itu diperlukan karena diduga ada alat bukti di lokasi tersebut. Selain itu KPK juga sudah dapat informasi bahwa dia berkaitan dengan perkara dugaan suap Meikarta. Tapi keterkaitan itu akan dikonfirmasi dalam agenda pemeriksaan.


    ”Tidak ditemukan benda-beda yang terkait dengan perkara di rumah James Riady tersebut,” tegas Febri.


    Namun, dari penggeledahan di sebelas lokasi lain pada Rabu (17/10) dan Kamis (18/10) itu KPK menemukan banyak sekali bukti. Mulai dari dokumen, catatan transaksi keuangan, komputer, dan compact disk. Bukti-bukti itu dinilai signifikan untuk menjelaskan alur perizinan dan proses perizinan Meikarta. Selain itu juga terkait dengan sejarah dan proses sebelum proyek Meikarta itu didirikan.


    ”Juga hubungan-hubungan hukum pihak terkait. Ada yang jadi tersangka, hubungan hukumnya dengan pihak lain melalui kontrak kontrak di sana,” kata Febri.

    Sementara itu Denny Indrayana, kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang mengerjakan proyek Meikarta, masih belum bisa berbicara banyak terkait rencana pemanggilan Bos Lippo Group James Riady. Dia menuturkan sedang ada acara. ”Maaf, Mas. Lagi meeting,” jelas dia melalui pesan pendek.


    Tapi dalam keterangan sebelumnya, Denny memastikan bahwa pihaknya tetap dan akan terus menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Mereka berkomitmen untuk bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap tuntas kasus dugaan suap atau pemerasan itu. Dia juga mengapresiasi dan berterima kasih kepada tim KPK yang telah melakukan penggeledahan secara profesional dan penuh etika sopan santun. Sehingga tetap menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif.


    ”Kami juga akan tetap menghormati dan terus bekerjasama dengan KPK, untuk menuntaskan proses hukum yang sekarang masih berlangsung,” jelas Denny, Kamis (18/10) lalu.

    Pada suap perizinan Meikarta diduga commitmen fee  yang dijanjikan pemberi suap sebesar Rp 13 miliar. Sedangkan uang yang telah diberikan sektiar Rp 7 miliar.


    Sementara itu, Dirjen Pengawasan Pemanfaatan Tata Ruang Kementerin Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Budi Situmorang mengungkapkan bahwa pada Maret lalu, pihaknya telah mengirimkan surat pada Pemda Bekasi dan pihak Meikarta untuk menghentikan pembangunan. Hal tersebut karena ditemukan bahwa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) belum dikantongi oleh pihak Meikarta.

    Budi menyebut, bahwa dari total 500 hektar yang dipromosikan oleh pihak pengembang Meikarta, baru 84 hektar yang telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bekasi.

    Menurut info yang ia terima, Budi menyebut bahwa pihak Meikarta menginginkan adanya IMB induk, artinya satu IMB untuk banyak bangunan di kompleks perumahan yang akan mereka bangun. "Padahal ya namanya IMB, ya harus satu per satu bangunan," jelasnya.

    Selama ini, banyak pengembang yang langsung membangun tanpa menunggu terbitnya IMB, menurut Budi hal ini keliru. karena dalam peraturan IMB sendiri, tercantum tentang prasyarat yang harus diikuti dalam membangun. seperti ketinggian bangunan, letak posisi bangunan, koefisien dasar bangunan.

    Juga hal-hal yang boleh serta tidak boleh dilakukan dalam proses pembanguan tersebut. Baik yang bersyarat, dilarang atau terbatas.

    "Ya tentu kalau namanya prasyarat, pasti harus di depan di setiap sebelum membangun," jelasnya.

    Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan meminta publik tidak perlu over reaktif terhadap kasus Meikarta. "Kalaupun ada masalah hukum, ya selesaikan saja secara hukum," katanya.

    Luhut menginginkan jangan sampai kasus Meikarta menimbulkan sentimen negatif terhadap investor baik di dalam maupun di luar negeri yang memberi kesan bahwa regulasi di indonesia menyulitkan.

    Luhut berharap dengan semakin dimatangkannya sistem Online Single Submission (OSS), perizinan akan lebih mudah. "Sekarang OSS sudah 70 hingga 80 persen, saya harap dengan OSS bisa menghindari kasus-kasus semacam ini (Meikarta,Red) lagi," pungkasnya.(tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top