• Berita Terkini

    Selasa, 02 Oktober 2018

    John Pawson, Penggagas Terapi Kejiwaan dengan Musik Gamelan


    FOTO: IRAWAN WIBISONO/RADAR SOLO
    Rutin Main Slendro Pelog, Luluhkan Napi Temperamental 
    Musik klasik, sejak dulu paling terkenal sebagai alat terapi kecerdasan. Ternyata gamelan, musik asli Jawa, juga memiliki khasiat untuk terapi jiwa. Adalah John Pawson, mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) asal Inggris yang menemukannya. Bagaimana kisahnya?
    ----------------------------
    IRAWAN WIBISONO, Solo
    ----------------------------

    PERPADUAN alunan bonang, kendang, saron, kenong dan alat musik lain menciptakan harmonisasi nada yang mampu menelusuk sukma hingga tercipta rileksasi. Ketenangan dan kenyamanan itulah yang dirasakan banyak orang ketika mendengarkan alunan gamelan, termasuk John Pawson.  Salah satu warga Inggris yang tergila-gila pada gamelan. 

    Pada 2002, dia memutuskan terbang ke Solo untuk berguru dengan sejumlah maestro gamelan.  Hingga pada suatu titik, dia menyadari bahwa gamelan mempunyai sebuah "kekuatan" tersembunyi yang dahsyat.

    Tidak hanya mengajarkan kebersamaan, gamelan juga mengajarkan prinsip-prinsip hebat bagi kesehatan jiwa. Dengan rutin bermain gamelan, watak agresif bisa direduksi, kemampuan berkomunikasi meningkat, hingga jiwa menjadi lebih tenang. Hal itu diyakini hingga sekembalinya ke Inggris. Di sana dia membuat sebuah proyek yang diberi nama Good Vibrations. Sebuah misi membantu memberikan terapi kepada narapidana di penjara-penjara Inggris.

    “Gamelan memiliki sisi mistis, kekuatan yang menjinakkan jiwa. Seseorang yang sebelumnya memberontak dapat hilang. Atau paling tidak berkurang,” terang Pawson beberapa waktu lalu usai mengikuti International Gamelan Festival di Balaikota Surakarta.

    Memberi musik gamelan kepada orang Inggris tidaklah mudah. Telinga mereka memiliki frekuensi sendiri soal musik. Gamelan Jawa adalah bunyi-bunyian asing dalam kehidupan mereka. Mengetahui kondisi itu Pawson tak langsung memaksakan diri.

    Dia tidak mencekoki dengan musik gamelan yang dibawanya dari Indonesia.  Langkah pertama adalah memberikan pengetahuan soal dasar-dasar gamelan. Kemudian narapidana di Inggris diminta untuk memainkannya.

    “Diajak latihan terus-menerus, seluruh peralatan dicoba untuk dimainkan. Hingga mereka masing-masing sreg dengan alat musik itu,” imbuhnya.

    Setelah lama memainkan gamelan, beberapa di antara mereka mulai gandrung terhadap gamelan. Ada yang sampai kecanduan memainkan alat musik slendro pelog itu. Karakteristik gamelan jawa yang lembut dan harmonis sedikit banyak berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Perilaku beringas yang sebelumnya ada mulai berkurang.
    “Sejumlah narapidana bianaannya berangsur-angsur menunjukkan perubahan tingkah laku lebih positif. Misalnya ada satu orang yang setelah main gamelan menjadi lebih mudah berkomunkasi dengan orang asing dan berani menatap mata mereka,” katanya.

    Perubahan sikap itu, lanjutnya, sangat membantu mereka dalam mencari pekerjaan selepas menjalani masa hukuman. Pengalaman Pawson lainnya adalah menggelar workshop gamelan di Penjara Peterborough, di wilayah timur Inggris. Di sana dia membimbing napi perempuan temperamental yang kerap melukai diri sendiri dengan gunting, silet, atau benda-benda tajam lainnya.

    “Hanya dalam tempo beberapa bulan mengikuti terapi gamelan, perilaku merusaknya menurun drastis,” katanya.

    Kisah-kisah kesuksesan terapi gamelan yang dikampanyekan lewat Good Vibrations bukanlah pepesan kosong. Buktinya, jumlah penjara yang tertarik menggelar terapi gamelan sejak pertama kali diperkenalkan selalu meningkat. Saat ini jumlahnya lebih dari 33 penjara. Bahkan beberapa institusi lain di luar penjara juga mulai tertarik memanfaatkannya. (*/bun)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top