• Berita Terkini

    Kamis, 11 Oktober 2018

    Disayangkan, Hilangnya Gumuk Pasir sebagai Penahan Ombak dan Tsunami

    KEBUMEN (kebumeneksprescom) - Gumuk pasir yang berada di tepi pantai berfungsi sebagai penahan gempuran ombak dan tsunami secara alami. Jika gumuk dan hutan pantai tidak ada, upaya penataan ruang mutlak dilakukan. Ini guna mengurangi resiko saat terjadi bencana.

    Hal ini ditegaskan oleh Peneliti Utama LIPI-Karangsambung Chusni Ansori. Mengingat kini di Kebumen sendiri telah banyak gumuk pasir di pantai yang telah hilang. Beberapa diantaranya digunakan untuk lahan pertanian atau lainnya. “Keberadaan gumuk sangat penting, terlebih jika terdapat potensi bencana yang besar,” tuturnya, Rabu (10/10).

    Chusni menyampaikan berkaca dari Jepang yang merupakan negara dengan ancaman tsunami dan gempa tertinggi, upaya mitigasi bencana tsunami menggunakan cara struktural seperti menggunakan bangunan pemecah gelombang, tembok sepanjang pantai  sudah mulai ditinggalkan.

    Sekarang di Jepang sudah mulai mengubah persepsi mitigasi bencana tsunami dengan konsep penataan lahan. “Pada kawasan dengan perulangan tsunami sekitar 50-150 tahun yang akan menghasilkan ketinggian tsunami 7-10 meter akan dijadikan kawasan level 1 (Jalur merah). Di mana kawasan itu akan dijadikan kawasan yang tidak boleh ada pemukiman, namun masih dimungkinkan untuk kawasan wisata,” katanya.

    Jika di Indonesia bisa diimplementasikan, lanjut Chusni dalam bentuk sempadan pantai. Sedangkan kawasan level 2 (jalur kuning), dimana kemungkinan terjadi perulangan tsunami hingga 150-400 tahun dengan ketinggian hingga 20 meter. Pada area ini semua bangunan yang terhempas akan luluk lantak. Untuk itu penahan gelombang tsunami secara alamiah harus tetap dipertahankan, karena umur hutan dan gumuk bisa ratusan tahun. “Gumuk pantai sebenarnya ibarat seperti tembok raksasa alamiah untuk menahan gelombang pantai ataupun tsunami,” tegasnya.

    Chusni menegaskan, di Kebumen gunung api aktif memang tidak ada. Namun sekitar 18 juta tahun lalu pernah ada. Bekas gunung api tersebut sekarang bisa diamati dari bekas endapan lahar, lava dan tubuh-tubuh batuan beku diseputaran Gombong Selatan serta sekitar Karangsambung.

    Semua proses alam yang terjadi seperti jejak aktivitas gunung api, jejak perubahan muka laut, jejak gempa, jejak tsunami akan terekam pada batuan yang terbentuk pada zamannya. “Batuan itu ibarat suatu Kotak Hitam (Black Box) yang merekam semua proses kejadian alam,” tegasnya.

    Jejak tsunami di pantai selatan Jawa, lanjutnya,  yang terekam dari endapan pantai ditemuakan disekitar Pantai Lebak, Pengandaran, Cilacap, Temon hingga Jawa Timur. Peneliti paleo tsunami LIPI Dr Eko Yulianto menemukan deposit tsunami di selatan Jawa dalam bentuk tanah, endpan pasir, kayu serta fosil. Adapun deposit terduga tsunami yang ditemukan menunjukkan umur 331 tahun dan 293 tahun lalu dengan toleransi 24 tahun. “Itu artinya tsunami terjadi sekitar tahun 1685 dan 1723. Dengan angka toleransi 24 tahun, diperkirakan deposit tersebut berasal dari gempa yang memicu tsunami pada 5 Januari 1699 silam,” katanya.

    Chusni menambahkan, jika kita melihat pada jalur Pantai Selatan Kebumen yang memanjang sekitar 48 kilometer dari Mirit hingga Suwuk, dapat dilihat adanya bekas-bekas endapan pantai dalam bentuk gumuk-gumuk pasir.

    Berdasarkan data DEM dari pengolahan data citra, dapat dilihat setidaknya terdapat 5 (lima) jalur gumuk pasir yang berselang seling dengan lembah yang memanjang Barat – Timur.
    “Bekas gumuk pasir sering dimanfaatkan untuk pemukiman. Sedangkan lembahnya yang terisi oleh lempung atau pasir halus digunakan untuk persawahan. Pola pemukiman masa lalu umumnya menghadap pantai berarah barat-timur dan berada di belakang gumuk paling utara,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top