• Berita Terkini

    Rabu, 05 September 2018

    Krisis Mata Uang Turki dan Argentina, Picu Depresiasi Rupiah

    JAKARTA –  Sejak awal pekan ini, kinerja rupiah terus memburuk. Pada Senin (3/9) lalu, pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah terpuruk di angka Rp 14.816 per dolar AS. Kemarin (4/9/2018), rupiah melanjutkan pelemahannya dan terperosok makin dalam.


    Berdasarkan data Bloomberg, pada pembukaan perdagangan rupiah sudah berada di level Rp 14.822 per dolar AS, namun ditutup dengan depresiasi yang lebih dalam hampir menyentuh angka Rp 15 ribu, yakni di angka Rp 14.935 per dolar AS. Sementara berdasar data Reuters, rupiah bahkan sudah menyentuh level 14.989 per dolar AS.



    Pelemahan rupiah yang terus memburuk pun menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam dua hari terakhir, Jokowi memanggil para menteri ekonomi, diantaranya  antaranya Menteri koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri ESDM Ignatius Jonan, dan Menteri PUPU Basuki Hadimuljono.

    Selain itu, ada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, serta Direktur Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur PLN Sofyan Basir. Rapat terbatas tersebut membahas secara khusus kondisi nilai tukar rupiah yang terus memburuk.



    Melalui rapat tersebut diputuskan, salah satu upaya pemerintah dalam menstabilkan kembali nilai tukar rupiah adalah dengan menekan defisit neraca transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit). Dalam waktu dekat, pemerintah akan merilis daftar komoditas impor yang mulai dibatasi melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Nanti kita umumkan PMK-nya besok sore (hari ini), atau kamis (besok)," ujarnya di Istana Kepresidenan, kemarin.


    Menko Perekonomian Darmin Nasution menambahkan,  daftar komoditas impor yang akan dikurangi memang akan segera ditentukan. Tak terkecuali terhadap proyek pemerintah maupun BUMN seperti Pertamina dan PLN yang juga memberi kontribusi cukup besar. "Dalam dua-tiga hari ke depan," kata mantan Gubernur BI itu.


    Darmin mengungkapkan, satu-satunya titik lemah Indonesia adalah defisit CAD. Sementara faktor fundamental lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi menunjukkan angka positif. Meski CAD tidak separah India, Afrika Selatan atau Turki, pengaruhnya cukup besar terhadap ketahanan rupiah.


    Oleh karenanya, kebijakan review komoditas impor, hingga penggunaan biodisel 20 persen diharapkan bisa menekan defisit. Pemerintah menargetkan angka defisit bisa turun ke angka 2,5 - 2,7 persen. "Paling tidak kita ingin ini turun," kata mantan Gubernur BI tersebut.


    Pada kesempatan tersebut, Darmin juga meminta semua pihak tidak membandingkan dengan kondisi rupiah pada masa krisis moneter di tahun 1998 silam. Sebab, situasinya berbeda. Saat itu, dollar naik ke angka Rp. 14 ribu dari angka normal sekitar Rp. 2 ribu atau naik lebih enam kali lipat. Sementara kenaikan ini dari Rp. 12 ribu ke Rp. 14 ribu. "Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," kata dia.


    Di tempat terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo memaparkan, pelemahan nilai tukar rupiah memang didominasi pengaruh dari sentiment di pasar, khususnya terkait kondisi global yakni krisis mata uang yang terjadi di Argentina dan Turki.

    Akibatnya, panic sell off melanda Indonesia dalam dua hari terakhir ini. Padahal, pada akhir pekan lalu, ada sejumlah dana asing yang sempat masuk. “Ini (rupiah) banyak dipengaruhi oleh sentimen negatif, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Investor global kemarin sudah masuk, lelangnya SBN terakhir lebih dari 4 kali lipat kan, saham juga sudah mulai masuk. Tapi, begitu mulai gonjang-gonjang dengan Argentina sama Turki, keluar lagi,”jelasnya saat ditemui di Gedung DPR, kemarin.


    Mantan Deputi Gubernur Senior BI itu pun mengimbau pada para pelaku usaha, khususnya yang membutuhkan dolar seperti para importir atau korporasi bisa menggunaan fasilitas memanfaatkan fasilitas penukaran (swap) lindung nilai (hedging) ataupun penanaman valas berjangka (forward). “Bagi korporasi yang butuhkan valas-nya 1, 3, 6 bulan lagi nggak usah nubruk-nubruk dolar. Kan ada swap-nya, bisa lindung nilai, kan murah,”jelasnya.


    Namun, Perry memastikan bahwa BI terus berkomitmen untuk menstabilkan nilai tukar rupiah hingga sesuai dengan fundamentalnya. Dalam jangka pendek, pihaknya terus meningkatkan intervensi ganda di pasar valas maupun pembelian SBN di pasar sekunder. “Intensitasnya (intervensi) semakin tinggi, jumlahnya ditingkatkan dari hari Kamis (pekan lalu). Kami intervensi dalam jumlah yang besar di pasar valas karena kami dari BI komitmen untuk menstabilkan nilai tukar rupiah,”tegasnya.


    Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kondisi rupiah yang bobrok diperparah dengan ketergantungan yang besar terhadap aliran dana asing di portofolio. Ketika rupiah melemah, dana-dana asing banyak yang keluar dan kembali ke negara-negara maju. Akibatnya, Indonesia harus menaikkan suku bunga acuan agar investor tertarik untuk kembali membeli surat-surat utang dalam negeri. "Kita mengalami CAD, itu sebenarnya tidak apa-apa, asalkan dibiayai oleh FDI (investasi asing langsung). Kita saat ini lebih banyak bergantung pada investasi di surat utang yang mudah keluar," ujarnya.


    Menurut David, pemerintah harus mampu menarik FDI. Selama ini insentif yag diberikan pemerintah, seperti pembebasan bea masuk untuk investor yang berorientasi ekspor, pemberian pembiayaan kepada eksporter melalui Eximbank dan lain-lain adalah kebijakan yang sudah tepat. Namun pemerintah perlu lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai insentif tersebut. Pemerintah juga perlu memasarkan 'Indonesia' kepada negara-negara lain sebagai negara tujuan investasi yang ramah terhadap investor.


    Namun, ke depan, masih akan ada halangan. Sebab tahun ini hingga tahun depan adalah tahun politik. Biasanya, calon investor cenderung wait and see. Baru pada tahun kedua atau ketiga setelah presiden terpilih, calon investor lebih percaya diri untuk berinvestasi. Pada kuartal II lalu pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) hanya 7 persen. Tahun ini dan tahun depan pemerintah menetapkan target yang sama untuk pertumbuhan PMTB. Hal itu menunjukkan pemerintah cukup konservatif dan realistis terhadap kondisi investasi ke depan.


    "Langkah pemerintah yang menerapkan B20 dan rencana revisi tarif PPh (Pajak Penghasilan) impor sudah bagus untuk memberikan efek jangka pendek. Tapi depannya kita perlu juga meningkatkan investasi agar FDI dapat menutupi defisit yang terjadi," lanjut David.


    Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed mengatakan, ketegangan dagang antara AS dengan Tiongkok bukan satu-satunya faktor yang menekan nilai tukar di pasar negara berkembang. Hal itu menekan negara berkembang seperti Indonesia untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuannya. "Mata uang yang lebih lemah akan membuat utang berdenominasi USD lebih sulit dibayar, perusahaan terpaksa memangkas rencana ekspansi, konsumen memperlambat konsumsi dan risiko gagal bayar semakin meningkat. Satu-satunya reaksi yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapkan tindakan penghematan dan meningkatkan suku bunga," ucapnya. Namun, kenaikan suku bunga itu akan berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.


    Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta para eksportir agar tidak menyimpan uang hasil transaksi mereka di luar negeri seperti Singapura dan Hongkong. Tapi, dana pembayaran barang ekspor itu harus disimpan di bank Indonesia. Sehingga bisa menaikan jumlah cadangan devisa yang akan memperkuat rupiah.


    ”Jangan barangnya pergi, tapi duitnya tidak masuk ke dalam negeri sehingga memperkuat Singapura, Hongkong melemahkan Indonesia,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (4/9/2018).


    Menurut JK kunci untuk memperkuat rupiah adalah dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor barang yang tidak perlu. Tapi, dana ekspor itu juga jangan disimpan di bank luar negeri. Apalagi untuk berbagai keperluan di dalam negeri tentu tetap harus menggunakan rupiah. ”Jadi tidak mungkin lama-lama dalam bentuk dolar karena belanjanya pegawai, apanyalah dalam rupiah,” ujar JK.


    Selain menguatkan ekspor, pemerintah juga meminta agar impor barang mewah dikurangi. JK memisalkan barang mewah itu seperti mobil mewah, parfum, dan tas branded. Pengurangan impor barang mewah itu untuk meyakinkan masyarakat bahwa kondisi saat ini sedang berhemat. ”Suasana kita tidak perlu impor. Tak usah Ferrari, Lamborghini masuk dalam negeri, tak usah mobil-mobil besar yang mewah-mewah, tak usah parfum-parfum mahal atau tas-tas Hermes contohnya itu. Walaupun tidak banyak tapi jangan dalam situasi sulit ini negara itu masyarakat luxuries,” ungkap dia.


    Selain itu, JK menekankan perlunya lebih memperbanyak penggunaan bahan lokal dalam proyek-proyek nasional. Misalnya proyek yang dibuat oleh Pertamina dan PLN. Sehingga bisa mengurangi bahan impor dan memperbanyak Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pemerintah sedang mengevaluasi terkait TKDN itu.


    ”TKDN itu lagi (dibahas) dengan menteri perindustrian, (menteri) perdagangan, dengan Pertamina, dengan PLN, dengan (menteri) ESDM, dengan Menteri Keuangan, dibahas yang mana ini proyek yang TKDNnya rendah,” jelas JK. Target penurunan nilai tukar rupiah itu diupayakan dalam waktu secepatnya. Sedangkan opsi untuk menaikan bahan bakar minyak (BBM) masih belum dibahas mendalam di internal pemerintah. (ken/far/rin/jun)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top