• Berita Terkini

    Selasa, 04 September 2018

    Hadapi Pelemahan Rupiah, Pemerintah Fokus Tekan Defisit CAD

    Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah yang masih berlangsung membuat pemerintah cukup disibukkan. Usai pulang dari kunjungan kerja ke Lombok, Presiden Joko Widodo langsung melakukan rapat dengan sejumlah pembantunya di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (3/9).


    Hadir dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.


    Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah terus memantau perkembangan ekonomi global. Sebab, dinamika yang berasal dari sentimen krisis Argentina cukup tinggi. Karena situasi belum jelas, pemerintah fokus pada penguatan di dalam negeri. "Dari dalam negeri langkah pemerintah dari otoritas moneter dan OJK akan disinergikan," ujarnya saat ditemui usai rapat.


    Wanita yang akrab disapa Ani itu menambahkan, di sektor rill, pemerintah fokus pada pengurangan defisit transaksi berjalan (CAD). Pasalnya, salah satu sentimen dari perekonomian Indonesia adalah melebarnya CAD. "Nah, langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam jangka sangat pendek adalah melakukan pengendalian dari sisi kebutuhan devisa," imbuhnya.


    Seperti diketahui, Defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal II tahun 2018 tercatat sebesar 3% atau US$ 8 miliar. Melebar dari 1,96% pada kuartal II tahun 2017. Defisit ini juga lebih besar jika dibandingkan dengan kuartal I tahun 2018 yang sebesar 2,2% atau sekitar US$ 5,5 miliar.


    Terkait teknisnya, Ani menyebut strateginya belum berubah. Salah satu upaya yang tengah disiapkan pemerintah adalah mereview terhadap 900 komoditas impor yang masuk ke Indonesia. Saat ini, Kemenkeu bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian masih melihat komposisi dari komoditas impor yang tidak memiliki nilai tambah ke perekonomian.


    “Dia bukan bahan baku, barang modal, dan ini barang konsumsi dan ini pun bentuk konsumsi yang tersier, bukan orang konsumsi tempe dan tahu yang orang kita makan,” terangnya. Pada kesempatan yang sama, pemerintah akan merangsang tumbuhnya usaha yang merangsang substitusi impor.


    Kebutuhan impor BUMN besar seperti Pertamina dan PLN akan direview untuk melihat apa-apa kebutuhan yang bisa ditunda. Kalau pun kebutuhan tidak bisa ditunda, harus dipastikan suplai dolar dilakukan tanpa mengubah sentimen market.


    Selain itu, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan meneliti secara detail tingkah laku pelaku pasar. Kaitannya dengan transaksi mana yang legitimate demi memenuhi keperluan industrinya, atau tidak legitimate. “Kalau tidak legitimate kami akan lakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif,” kata dia.



    Sementara itu, Ketua OJK WImboh Santoso mengatakan, kondisi perbankan saat ini menyusul pelemahan rupiah masih aman. Dia menilai, publik perlu dijelaskan supaya tidak khawatir. “Kan semua kan punya plan yang bagus. Nanti kita akan bersama-sama dengan menteri keuangan dan gubernur BI untuk melakukan komunikasi publik,” pungkasnya.

    Seperti diketahui, pemelahan rupiah masih berlangsung. Bahkan mata uang Garuda itu kembali mencatatkan rekor terburuknya sejak Juli 1998. Sebab, berada di level Rp 14.815 per dollar Amerika Serikat pada penutupan hari ini, Senin (3/9). (far)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top