• Berita Terkini

    Kamis, 19 Juli 2018

    Yahya Fuad Bantah Pertemuan Jogja

    fotoahmadsaefurrohman/ekspres
    SEMARANG (kebumenekspres.com) - Lima saksi dihadirkan pada sidang lanjutan perkara Bupati Kebumen non aktif, Mohammad Yahya Fuad yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (18/7/2018). Mereka masing-masing Mantan Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kebumen, Miftahul Ulum, dan tiga pengusaha Arif Ainudin, Khayub M Lutfi serta Muji Hartono alias Ebung.

    Dari kelima orang itu, hanya empat yang dimintai keterangan karena waktu yang tidak memungkinkan. Ketua majelis hakim Antonius Widijantono SH memutuskan
    menunda meminta keterangan Khayub M Lutfi karena waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB, sementara majelis hakim masih memiliki agenda sidang lain.

    Para saksi itu sekaligus dimintai keterangan untuk Hojin Ansori yang menjalani sidang bersama Yahya Fuad. Yang menarik, dalam persidangan ini Bupati mencecar para saksi dengan pertanyaan saat diberi kesempatan memberi tanggapan dan pertanyaan oleh majelis Hakim. Satu persatu saksi yang hadir dihujani pertanyaan oleh Yahya Fuad. Termasuk kepada Mantan Sekretaris Daerah (Sekda ) Adi Pandoyo. Sejumlah pertanyaan meluncur deras dari Bupati  soal adanya pertemuan Jogja pada Juli 2016. "Saya meyakini pertemuan itu tidak pernah ada," kata Yahya Fuad.

    Selain itu, Yahya Fuad mencecar Adi Pandoyo soal uang Rp 2 miliar yang diserahkan kepada seseorang di Hotel Gumaya Semarang sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut. Soal Rp 2  miliar  ini juga ditanyakan kuasa hukum Yahya Fuad karena ada fakta uang bersumber pengusaha Khayub M Lutfi itu sejatinya berjumlah Rp 2,5 miliar. Intinya, mereka mempertanyakan penggunaan uang Rp 500 juta yang kemudian dipegang Adi Pandoyo.

    Menjawab pertanyaan itu, Adi Pandoyo tetap pada kesaksian sebelumnya. Bahwa dalam pertemuan di Hotel Ambarukmo itu, Mohammad Yahya Fuad menginformasikan akan ada proyek senilai Rp 100 miliar turun ke Kebumen.

    Dalam hal ini, Bupati lantas membagikan proyek tersebut kepada Khayub M Lutfi, Hojin Ansori,  perusahaan milik Mohammad Yahya Fuad PT Tradha dan Muji Hartono alias Ebung. Juga soal harus adanya uang fee 7 persen agar proyek bersumber dana pusat itu dapat turun ke Kebumen. Adi Pandoyo juga mengakui, uang Rp 2,5 miliar bersumber dari Khayub itu diserahkan kepada anggota DPR RI melalui seseorang di Hotel Gumaya. Tujuannya, agar proyek DAK Rp 100 juta turun ke Kebumen.

    Adapun Rp 500 juta, dikatakan Adi Pandoyo, dipergunakan untuk sejumlah keperluan seperti penanganan bencana, Raperda SOTK serta sejumlah keperluan lain hingga
    tersisa Rp 180 juta yang kemudian disita Petugas KPK saat menggeledah ruang kerja Adi Pandoyo.

    Kepada Arif Ainudin, Yahya Fuad juga mencecar pertanyaan soal adanya permintaan uang Rp 300 juta kepada salah satu pengusaha, Supriyadi Maksum terkait program
    Satu Pengusaha Satu Desa (Sapusada).  Arif Ainudin mengakui, permintaan uang tersebut bukan atas perintah Yahya Fuad melainkan dari Barli Halim.

    Sementara, Miftahul Ulum yang mendapat giliran, dicecar soal pertemuan Timses di rumah Mohammad Yahya Fuad di Jogjakarta. Miftahul Ulum mengungkapkan, Yahya Fuad meminta proyek-proyek bersumber APBD tidak ditarik fee. "Saat itu Pak Fuad mengatakan agar proyek bersumber APBD tidak ditarik fee karena anggarannya sudahtersedia," ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, para saksi juga membenarkan tidak ada aliran fee kepada Yahya Fuad.

    Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Fitroh Roh Cahyanto ditemui usai persidangan menyampaikan, perkara korupsi di Kebumen terjadi karena adanya praktek ijon  dalam proyek-proyek pemerintah. Prakteknya, para rekanan menyetor uang fee sebagai jaminan agar mereka mendapatkan pekerjaan dan pengondisian lelang.

    Uang ini dikumpulkan oleh para pengepul yang diantaranya para mantan timses Mohammad Yahya Fuad diantaranya Hojin Ansori, Barli Halim dan Muji Hartono alias Ebung. Juga kepada Khayub M Lutfi yang juga rival Mohammad Yahya Fuad pada Pilkada 2015. Tak hanya proyek-proyek bersumber dana APBD 1 dan APBD II, praktek ini juga terjadi pada proyek bersumber anggaran pusat.

    "Praktek semacam ini harus dihentikan agar masyarakat tidak terus menjadi korban," kata Fitroh.

    Persidangan kembali akan dilanjutkan pada Rabu (25/7/2018) mendatang masih dengan pemeriksaan para saksi. (cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top