• Berita Terkini

    Senin, 09 Juli 2018

    Tangan Kanan Alm Santoso Pimpinan Mujahidin Meninggal Dunia

    NASRULLOH/RADARMAS
    CILACAP-Eks tangan kanan pimpinan Mujahidin Idonesia Timur (MIT) almarhum Santoso, Muhammad Basri Bin Laeba meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap, Sabtu (7/7/2018) sekitar pukul 20.50.

    Muhammad Basri alias Bagong, narapidana terorisme yang dijerat pasal 15 UU RI nomor 15 tahun 2003 dengan pidana delapan tahun dan subsider tiga bulan kurungan, meninggal karena sakit Acute Decompensated Herat Failur atau kegagalan fungsi jantung akut, Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dan Hiperglikemia Dipetes metitus tipe 2 Dypsnea atau gagal napas.

    Koordinator perawat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pasir Putih Pulau Nusakambangan, Denden firmansah, menyebutkan Basri sudah merasakan sakit sejak Senin (2/7). Hari itu juga pihaknya bersama dokter melakukan pemeriksaan di dalam Lapas, di mana disebutkan yang bersangkutan memiliki riwayat sakit pada kakinya yang pernah patah dan sakit diabetes.

    Setelah pemeriksaan, dokter menyarankan untuk dilakukan uji lab dengan pengambilan darah di laboratorium di luar Lapas, yakni Klinik Prodia.

    "Setelah uji lab, dokter memberikan obat yang harus diminum oleh Basri," jelasnya, Minggu (8/7).

    Sabtu (7/7) pagi, yang bersangkutan mengeluh merasakan mual-mual dan tidak bisa makan dan sesak napas. Kemudian tim perawat membawa ke ruang rawat inap di dalam Lapas dengan memberikan alat bantu oksigen dan infus. Karena kaki dan tangan yang bersangkutan bengkak, tim perawat tidak bisa memasang infus.

    "Kemudian saya laporkan hal ini kepada Kepala Lapas Pasir Putih untuk bisa melakukan tindakan rujukan ke luar Lapas," imbuhnya.

    Sekitar pukul 15.30, yang bersangkutan dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cilacap. Dokter melaporkan sesak napasnya terus mengalami peningkatan, sehingga perlu penanganan di ICU.

    "Menjelang mahrib yang bersangkutan dirawat di ICU, dan sekitar pukul 20.50 dinyatakan meninggal oleh petugas ICU RSUD," pungkasnya.

    Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Achmad Michdan, ketika dihubungi Radarmas mengatakan, pihaknya mendapat kabar Basri meninggal sesaat setelah meninggal dunia oleh perwakilan Lapas Pasir Putih. Malam itu juga, dari TPM meminta, jenazah untuk bisa langsung diterbangkan dari Bandara Tunggul Wulung Cilacap ke tanah kelahiran yakni Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

    Karena yang ada saat itu di Tunggul Wulung hanya ada pesawat kecil, tidak mungkin menerbangkan peti jenazah ke Makasar. Kemudian dicoba dibawa lewat Bandara Adisucipto Yogyakarta, yang juga jadwal penerbangan ke Makassar tidak terkejar.

    "Satu satunya alternatif tercepat ke Makassar adalah melalui Cengkareng, di mana ada jadwal penerbangan ke Makassar pukul 09.00. Tetapi karena kondisi macet itu tidak mungkin, dan harus ditunda hingga besok (hari ini, red)," jelasnya.

    Informasi yang dia dapatkan, karena jenazah tidak langsung diberangkatkan, pengurusan jenazah dari RSUD, seperti pemandian dan penyuntikan formalin-menghindari bau busuk karena tidak langsung dimakamkan-sudah dilakukan oleh pihak RSUD.

    Setelah mendengar kabar Basri meninggal dunia, dia mengaku langsung koordinasi dengan Koordinator Lapas Nusakambangan, Hendra Eka Putra, Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk bisa memfasilitasi pemulangan jenazah ke Makassar.

    "Karena yang bersangkutan sejak ditetapkan sebagai tersangka ditangkap dari Makassar," imbuhnya.

    Ahmad mengaku sudah mengetahui perihal penyakit yang diidap oleh Basri, diantaranya kakinya yang pernah dioperasi di RSUD Cilacap, dan komplikasi jantung.

    "Kami dari penasihat hukum sudah komunikasi dengan pihak keluarga apakah perlu dilakukan autopsi terhadap jenazah. Tetapi dari keluarga mintanya bagaimana jenazah sampai dulu di Makassar," jelasnya.

    Dalam kondisi sakit, beberapa hari setelah Lebaran 2018 lalu, tim TPM ada yang bertemu dengan yang bersangkutan di Lapas Pasir Putih, bahkan menitipkan sejumlah uang.

    "Perwakilan kami tahu kalau saudara Basri mengalami sesak-sesak saat ketemu Lebaran lalu," ucapnya.

    Dia mengaku sedikit kecewa saat beberapa hari setelah lebaran lalu, tim TPM bisa menemui yag bersangkutan. Tetapi anaknya yang ingin bertemu dan sudah di Lapas Pasir Putih saat itu tidak beri izin untuk bertemu yang bersangkutan.

    "Kami sedikit kecewa, karena sebelum yang bersangkutan meninggal dunia, anaknya yang ingin ketemu tidak diperbolehkan oleh pihak Lapas," terangnya.

    Terkait fasilitas kesehatan yang ada di Lapas Pasir Putih, menurut dia masih terlalu minim.

    "Itu hal yang menurut saya perlu diperhatikan oleh pemerintah," pungkasnya.

    Proses pemberangkatan jenazah Basri sendiri memakan waktu lebih dari 12 jam setelah dinyatakan meninggal dunia, Sabtu (7/7) pukul 20.50. Koordinator TPM menungaskan perwakilan TPM Yogyakarta untuk bisa mengurus jenasah.

    Perwkilan TPM Yogyakarta mendampingi Wahyudi, teman Basri yang sudah dianggap sebagai saudara, selain menandatangani berita acara penyerahan jenazah yang juga ditandatangani Kepala Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Muhammad Susanni.

    Juga membuat surat pernyataan, atas nama keluarga atau pengacara dari Muhammad Basri tidak akan mempermasalahkan atau menuntut pihak Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan atas meninggalnya almarhum narapidana atas nama Muhammad Basri Bin Laeba (almarhum) karena yang bersangkutan meninggal dunia benar-benar karena sakit.

    Jenazah sendiri diberangkatkan dari RSUD Cilacap sekitar pukul 12.00, dengan kawalan Patwal, menuju Cengkareng Bandara Soekarno Hatta untuk kemudian diterbangkan ke tanah kelahiran Basri, Kota Makassar Sulawesi Selatan.



    "Semua biaya pemulangan jenazah ditanggung pihak Lapas," ucap koordinator Lapas Nusakambangan, Hendra Eka Putra. (nas/)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top