• Berita Terkini

    Senin, 16 Juli 2018

    KPK Amankan Empat Kardus dan Tiga Koper dari Rumah Dirut PLN

    JAKARTA – Suap proyek PLTU Riau 1 bisa jadi menyeret nama lain. Minggu (15/7/2018) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Dirut PT PLN Sofyan Basir. Melihat langkah yang diambil lembaga antirasuah tersebut, bukan tidak mungkin OTT terhadap Eni Maulani Saragih di kediaman Mensos Idrus Marham Jumat (13/7) jadi pintu masuk penanganan kasus besar yang juga berpotensi menyeret orang besar.



    Kasus yang berkaitan dengan proyek pembangunan PLTU dengan kapasitas 35 ribu megawatt itu disebut-sebut melibatkan banyak pihak. Berdasar keterangan sumber Jawa Pos di KPK, kasus itu termasuk salah satu kasus besar yang tengah ditangani.  ”Kasus ini memang kasus besar dan kami sedang menelusuri keterlibatan orang-orang besar,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.



    Dari data yang berhasil dihimpun kemarin, rumah pribadi Sofyan didatangi penyidik KPK. Kedatangan penyidik KPK tersebut diduga terkait dengan kasus PLTU Riau 1 yang melibatkan Eni. Tim KPK mulai datang sejak kemarin pagi. Mereka mulai datang sekitar pukul 09.00 WIB. Ada empat mobil Toyota Innova yang mengantar sekitar 12 penyidik. Sofyan diketahui juga berada di dalam rumahnya.



    Setelah menggeledah sekitar sepuluh jam, penyidik KPK meninggalkan rumah Sofyan pada pukul 19.15 WIB. Saat keluar, 12 penyidik tersebut membawa tiga koper hitam dan empat kardus air mineral. Penyidik yang seluruhnya menggunakan rompi coklat khas KPK enggan berbicara. Mereka buru-buru masuk mobil sambil menghindari awak media.



    Berdasar pantauan Jawa Pos lingkungan rumah Sofyan yang berada di bilangan Bendungan Hilir (Benhil) itu memang sepi. Sejak Jawa Pos tiba di rumah tersebut, hanya ada tiga penjaga berpakaian safari. Pintu gerbang rumah berkelir cokelat muda itu selalu tertutup. Bahkan hingga petang, hanya lampu dalam rumah saja yang dinyalakan. Sedangkan lampu luar dibiarkan tidak menyala.



    Ketika dikonfirmasi, Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah tidak menapik informasi penggeledahan yang dilakukan oleh instansinya di rumah Sofyan. Pria yang akrab dipanggil Febri itu pun menyebutkan bahwa penggeledahan terkait kasus proyek pembangunan PLTU Riau 1. ”Penggeledahan di lokasi tertentu dilakukan dalam rangka menemukan bukti yang terkait dengan perkara,” terang dia kemarin.



    Lantas apa saja yang dibawa KPK dari rumah Sofyan? Febri menyampaikan bahwa untuk sementara yang sudah diamankan tim penyidik dari lokasi tersebut berupa dokumen. ”Terkait dengan proyek pembangkit listrik Riau 1,” ungkap dia. Kemudian dokumen dan barang bukti elektronik yang ada hubungannya dengan proyek itu juga turut diamankan oleh lembaga super bodi tersebut.



    Selain rumah Sofyan, kemarin KPK juga turut menggeledah empat tempat lainnya. Yakni rumah Eni kemudian rumah, kantor, dan apartemen tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo. Seluruh tindakan tersebut dilakukan KPK demi mengungkap kasus korupsi proyek PLTU Riau 1. Untuk itu, sambung Febri, dia berharap semua pihak bersikap kooperatif. ”Tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan,” imbuhnya.



    Terkait status hukum Eni pasca kena OTT oleh KPK, DPP Partai Golongan Karya (Golkar) melakukan langkah organisasi. Ketua DPP Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily menyatakan, DPP Partai Golkar telah menonaktifkan Eni dari segala jabatan di Partai Beringin.



    ”Atas dasar keterangan KPK, kami menonaktifkan EMS (Eni Maulani Saragih) dari segala jabatan apapun yang melekat. Baik di Partai Golkar maupun jabatan di fraksi,” kata Ace saat dihubungi kemarin.



    Ace menyatakan, Partai Golkar prihatin dengan kasus hukum yang menimpa Eni. Partai Golkar menyerahkan sepenuhnya kasus yang dialami Eni pada proses hukum dan meminta yang bersangkutan dapat kooperatif kepada penegak hukum.



    ”Sesungguhnya Partai Golkar sudah mengingatkan kepada seluruh pengurus partai dan anggota fraksi di DPR, untuk mewujudkan Golkar Bersih sesuai komitmen Ketua Umum,” kata Ace.



    Komitmen itu, sambung Ace, ditegaskan juga dalam Pakta Integritas yang ditandatangani Pengurus DPP Partai Golkar untuk tidak melakukan tindakan melanggar hukum, termasuk korupsi. Untuk memperkuat komitmen itu, bagi anggota fraksi Partai Golkar DPR telah diingatkan dengan surat Pimpinan FPG DPR RI tertanggal 17 Mei 2018 yang melarang para Anggota Fraksi Partai Golkar korupsi dan menerima suap.



    ”Kami kembali menginstruksikan kepada seluruh kader Partai Golkar untuk tidak melakukan tindakan korupsi menjelang Pemilihan Legislatif dan Pilpres 2019. Kami tidak akan mentoleransi pihak-pihak yang terlibat tindakan korupsi tersebut,” tegasnya.

    Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyampaikan bahwa kasus yang menyeret Eni berpotensi menjadi besar lantaran dana yang dibutuhkan untuk membangun PLTU dengan kapasitas 35 ribu megawatt mencapai Rp 1.100 triliun. Pembangunan PLTU Riau 1 termasuk salah satu proyek yang dibuat untuk memenuhi target tersebut. ”Potensi fraud yang bisa muncul di situ ya bener yang kamu bilang, itu besar,” ungkapnya.



    Menurut pejabat yang akrab dipanggil Saut tersebut, potensi besar munculnya tindak curang dalam eksekusi proyek tersebut memang sudah dikhawatirkan KPK sejak lama. Bahkan, mereka sudah memanggil sejumlah stakeholder untuk mengingatkan. Namun demikian, korupsi tetap terjadi. Untuk mengupas kasus itu sampai tuntas, KPK masih perlu waktu. Termasuk di antaranya guna mengetahui sejauh mana kasus suap terhadap Eni merugikan keuangan negara.



    Lebih lanjut, Saut juga menyebutkan bahwa pengungkapan kasus korupsi proyek pembangunan PLTU Riau 1 bisa jadi harus dilalui lewat jalan panjang. ”Menurut saya ada reli-reli panjang nih yang harus kami pelajari,” kata dia. ”Mudah-mudahan semuanya bisa terbuka. Terus lebih cepat lah,” tambahnya. Dia pun berjanji nama-nama lain yang terlibat kasus tersebut akan diumumkan oleh KPK. ”Nanti pada saatnya,” tegas dia.
     (bay/lyn/syn/tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top