• Berita Terkini

    Sabtu, 21 Juli 2018

    Gelombang Tinggi Terjadi pada Puncak Musim Kemarau

    JAKARTA – Pelayaran di Indonesia dihantui gelombang tinggi hingga Agustus nanti. Kecelakaan kapal akibat gelombang tinggi ini sudah terjadi di Jember pada Kamis lalu (19/7/2018). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan meminta masyarakat untuk waspada.


    Kabag Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan adanya gelombang tinggi di laut selatan pulau Jawa. Menurutnya Juli sampai Agustus merupakan puncak musim kemarau. ’’Puncak musim kemarau ditandani dengan adanya aliran masa udara dingin dari Australia,’’ katanya saat diwawancara kemarin (20/7).


    Lebih lanjut dia menjelaskan aliran masa udara dari Australia itu menyebabkan hembusan angin yang relatif cukup kencang. Kecepatannya sekitar 15 knot (27 km/jam) bahkan sampai 20 knot (36 km/jam). Kecepatan angin yang bisa mencapai 20 knot itu kemudian menciptakan gelombang laut signifikan. ’’Dengan ketinggian gelombang lebih dari dua meter,’’ jelasnya.


    Hary menuturkan kecepatan angin dan tinggi gelombang itu bisa juga lebih menjadi-jadi. Seperti kalau kondisi itu dibarengi dengan adanya pembentukan dan pertumbuhan awan Cb (kumulonimbus). Dari peta satelit BMKG tergambar bahwa gelombang laut mulai dari sisi barat pulau Sumatera hingga sepanjang pulau Jawa bervariasi antara 2 meter sampai 4 meter.


    BMKG juga membuat pengumuman waspada gelombang tinggi yang berpotensi terjadi pada 19-21 Juli. Gelombang setinggi 2,5 meter hingga 4 meter berpotensi terjadi di sebelas perairan. Seperti perairan Subang, perairan Bengkulu sampai Lampung, Samudra Hindia bagian barat Sumatra, dan selat Sunda bagian selatan. Kemudian di perairan selatan Banten dan perairan selatan Jawa hingga Sumbawa.


    Dengan tinggi gelombang yang bisa mencapai 4 meter, BMKG menghimbau masyarakat dan kapal-kapal, terutama perahu nelayan dan kapal berukuran kecil, supaya tidak memaksakan diri melaut. Kemudian dihimbau untuk tetap waspada dan siaga dalam melakukan aktivitas pelayaran. ’’Masyarakat dihimbau untuk selalu memperhatikan informasi cuaca dan gelombang dari BMKG,’’ pungkas Hary.

    Di sisi lain, pengumuman untuk kewaspadaan selama pelayaran juga dikeluarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Direktur Jenderal Perhubungan Laut R. Agus H. Purnomo menyampaikan bahwa secara rutin Ditjen Perhubungan Laut mengeluarkan Maklumat Pelayaran atas dasar hasil pemantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

     ”Dalam Maklumat Pelayaran Nomor TX-02/VII/DN-18 tanggal 20 Juli 2018 disebutkan, berdasarkan hasil pemantauan BMKG diperkirakan pada tanggal 18 s.d. 24 Juli 2018, cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 4 s.d. 6 meter dan hujan lebat diperkirakan akan terjadi di Perairan Barat Kepulauan Mentawai, Perairan Bengkulu dan Enggano, Perairan Barat Lampung, Laut Andaman, Samudera Hindia Selatan Pulau Jawa Timur, Selat Sunda Bagian Selatan, Perairan Selatan Pulau Jawa, Perairan Selatan Bali, Perairan Lombok, Perairan Pulau Sumabwa, Samudera Hindia Barat Mentawai hingga Selatan Pulau Jawa hingga Selatan Pulau Sumbawa,” katanya kemarin.


    Agus meminta syahbandar harus melakukan pemantauan ulang setiap hari terhadap kondisi cuaca di masing-masing lingkungan kerjanya. Informasi itupun harus disebar luaskan nakhoda kapal dan pengguna jasa. ”Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) harus ditunda hingga cuaca memungkinkan untuk memberangkatkan kapal,” beber Agus.


    Tak hanya pelayaran penumpang, menurut Dirjen Agus, kegiatan bongkar muat barang agar diawasi secara berkala untuk memastikan kelancaran dan ketertibannya. Muatan yang naik kapal juga harus dilashing serta tidak overdraft agar stabilitas kapal tetap baik.


    Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi mengatakan bahwa nakhoda maupun pemilik kapal harus memantau cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar. Selain itu harus melaporkan kondisi cuaca terkini kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat setiap enam jam sekali saat berlayar. ”Kami juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) dan Distrik Navigasi agar kapal negara baik kapal patroli atau kapal navigasi tetap siap siaga dan segera memberikan pertolongan terhadap kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau kecelakaaan,” ujarnya. (lyn/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top