• Berita Terkini

    Kamis, 12 Juli 2018

    Gali Soal Lelang, JPU KPK Cecar Dua Mantan Pejabat ULP Kebumen

    fotoahmadsaefurrohman/ekspres
    SEMARANG (kebumenekspres.com)- Dua mantan pejabat Unit Layanan Pengadaan (ULP) Setda Kabupaten Kebumen, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam persidangan perkara korupsi yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (11/7/2018).


    Dalam sidang ini, JPU KPK yang diketuai Joko Hermawan mencecar tentang proses lelang di Bagian ULP Setda Kebumen karena sebelumnya ada pengakuan dari para rekanan soal adanya ijon proyek dalam program pembangunan fisik di Kota Beriman.

    Dalam kesaksiannya, Edi Riyanto yang Mantan Ketua ULP dan Teguh Kristianto, Mantan Sekretaris ULP itu membantah ada pengondisian dalam proses lelang. Keduanya bersikukuh proses lelang berjalan sesuai aturan. Juga tidak ada intervensi dari Bupati Mohammad Yahya Fuad. Apalagi ada aliran uang ke bagian ULP.

    Hanya memang diakui Teguh dan Edi Riyanto ada yang aneh dengan pemenang lelang yang berkutat pada sejumlah nama tertentu. Juga ada "Pokja" tersendiri diantara rekanan yang dikoordinatori sejumlah pengusaha besar di Kebumen.

    Edi dan Teguh juga mengakui, sempat mendengar ada sejumlah timses Bupati yang sudah diplot untuk mengelola proyek. Seperti misalnya proyek bersumber APBN dikelola Hojin Ansori, APBD Barli Halim dan Zaeni Miftah, APBD Provinsi Arif Ainudin. Bahkan, Edi Riyanto mengaku pernah menyerahkan daftar proyek kepada Hojin Ansori atas perintah Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad.

    Namun mereka menyebut itu bukan serta merta pengondisian atau ada intervensi dari Bupati. "Karena sistem lelang sudah elektronik (LPSE) tidak semua teman-teman rekanan bisa mengikuti," dalih Edi Riyanto kepada tim JPU yang dipimpin Joko Hermawan SH.

    Meski begitu, Edi dan Teguh mengakui sempat disemprot Bupati gara-gara pemenang lelang yang berkutat pada nama-nama tertentu. "Pak Bupati detail bertanya mengapa itu bisa terjadi. Terutama kalau yang menang lelang tidak sesuai dengan harapan Beliau," kata Edi.

    Adanya timses Bupati yang berperan dalam proyek, dikatakan Teguh Kristiyanto, sempat menjadi masalah. Yakni adanya persaingan memanas, khususnya Hojin Ansori dengan pengusaha Khayub M Lutfi yang sebelumnya sudah terbiasa menggarap proyek-proyek di Kebumen.

    Hingga kemudian, kata Teguh, Sekda Adi Pandoyo mendamaikan Khayub M Lutfi dan Hojin Ansori pada sekitar Maret 2016 dengan pertemuan di Hotel indolux Jogjakarta. Akhir dari pertemuan itu, Khayub diajak bersama-sama menggarap proyek di Kebumen.

    "Namun dalam pelaksanaannya saat mengikuti lelang, Bupati tetap menekankan tak ragu menolak mereka bila memang tidak memenuhi persyaratan. Itu juga saya sampaikan ke teman-teman rekanan, tak ada jaminan apapun soal pemenang lelang," kilah Edi Riyanto.

    Dalam persidangan itu, Hakim anggota Sulistyono sempat menanyakan kepada Teguh Kristiyanto soal aliran uang kepada aparat penegak hukum. Teguh mengakui ada baik kepada Kejaksaan maupun kepolisian. Perintah adanya uang itu berasal dari Sekda Adi Pandoyo. "Biasanya kalau ada kegiatan seperti HUT Bhayangkara atau Hari Adhyaksa atau ada kedatangan pejabat. Biasanya melalui Pak Mardi," katanya.

    Sulistyono, yang sepertinya terganggu dengan pengakuan Teguh lantas mengejar apakah ada dari Pengadilan Negeri Kebumen juga ada hal-hal semacam itu."Kalau pengadilan tidak. Paling pas ada pejabat PN Kebumen pindah ke luar jawa, saya diminta memberikan piring atau perabotan rumah tangga," kata Teguh.

    Sementara itu, Zaeni Miftah mengakui ada pertemuan digelar di kediaman Mohammad Yahya Fuad di Jogjakarta pada Desember 2015. Pertemuan dihadiri Zaeni Miftah, Hojin Ansori, Miftahul Ulum, dan Arif Ainudin. Dalam pertemuan itu dibahas agar proyek " dikuasai" mereka tidak seperti sebelumnya yang dikuasai kelompok Khayub. Namun kata Zaeni, Mohammad Yahya Fuad mengatakan agar tidak semua rekanan ditarik fee."Kalau begitu nanti dikawal saja," ujar Zaeni menirukan Mohammad Yahya Fuad.

    Sebagai realisasi pertemuan itu lantas diplot pembagian proyek. Yakni proyek bersumber APBN dikelola Hojin Ansori, APBD Barli Halim dan Zaeni Miftah, APBD Provinsi Arif Ainudin.

    Zaeni Miftah pun mengakui ada pembicaraan soal bina lingkungan (binlung) dalam pertemuan tersebut. Bilung ini agar suasana Kebumen tetap kondusif. Diakuinya, aliran uang Bilung sampai ke sejumlah pihak. Baik aparat kepolisian, kejaksaan maupun kepada dirinya sebagai Ketua parpol. Termasuk pengganti uang Barli Halim untuk kampanye Mohammad Yahya Fuad saat Pilbup.

    Selain itu, Zaeni mengakui menerima uang dari Barli Halim melalui Arif Ainudin sebesar Rp 125 juta yang merupakan fee proyek Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). "Namun proyek itu gagal," katanya.

    JPU KPK juga sempat menanyakan soal "tahun terimakasih Yahya Fuad" kepada timsesnya sebagai balas budi atas kemenangan Yahya pada Pilkada 2015 silam. Namun, Zaeni mengaku tidak tahu menahu soal tahun terimakasih yang dimaksudkan JPU.

    Seperti diberitakan, KPK mendakwakan Bupati Kebumen non aktif, Mohammad Yahya menerima gratifikasi senilai Rp 12,035 miliar pada tahun anggaran APBD 2016 dan APBD P 2016. Uang berupa fee proyek itu diterima melalui Khayub M Lutfi dan Timsesnya, Hojin Ansor, Barli Halim,Zaeni Miftah dan sejumlah nama lain. Sebagian uang itu ada juga yang dimasukkan ke rekening milik Yahya, yakni PT Tradha. Sebagian fee itu, seperti disampaikan Yahya Fuad mengalir juga ke pusat. Khayub yang Komisaris PT KAK itu juga rival Mohammad Yahya Fuad pada Pilkada Kebumen 2015 silam .(cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top