• Berita Terkini

    Senin, 02 Juli 2018

    BBM Non Subsidi Naik Signifikan

    JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya Pertamax Series dan Dex Series mulai kemarin (1/7/2018), dan berlaku di SPBU seluruh Indonesia.


    Harga BBM Pertamax naik Rp 600 per liter dari Rp 8.900 per liter menjadi Rp 9500 per liter. Sementara harga Dexlite naik dari Rp 8.100 menjadi Rp 9000 per liter. Kenaikan harga Pertamax menjadi yang paling signifikan sepanjang Pertamina melakukan penyesuaian harga sejak Januari 2018.


    ”Ada penyesuaian harga karena kenaikan harga minyak mentah dunia,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito, saat dihubungi kemarin (1/7). Adiatma menjelaskan harga minyak mentah dunia terus merangkak naik, dimana saat ini harga minyak dunia rata-rata mencapai 75 dolar per barel.


    Kenaikan harga minyak mentah dunia mengerek harga BBM di Indonesia karena bahan baku BBM adalah minyak mentah. ”Patut diketahui saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak karena tidak seimbangnya antara supply dan demand, serta kecenderungan permintaan meningkat karena pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ujarnya.


    Adiatma menambahkan, penyesuaian harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex, dilakukan Pertamina sebagai badan usaha, dengan mengacu pada Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2018 Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014, Tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM.

    Pertamina pun menetapkan harga Pertamax untuk wilayah DKI Jakarta Rp 9.500/liter, sementara Pertamax Turbo Rp 10.700/ liter. Sedangkan untuk Dex Series, ditetapkan harga Pertamina Dex Rp 10.500/liter, dan Dexlite Rp 9.000/liter. Harga yang sama juga berlaku di seluruh wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Sementara itu, harga Pertamax di wilayah Indonesia Timur seperti di Maluku dan Papua mengalami penurunan menjadi Rp 9.700/liter.


    Pengamat Energi Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa kenaikan harga BBM kali ini tidak mengejutkan, karena harga minyak mentah dunia memang sudah terpantau naik dalam beberapa bulan terakhir. ”Harga minyak dunia naik, harga hariannya sudah menyentuh USD 75 per barel,” ujar Komaidi saat dihubungi kemarin (1/7).


    Ditambah lagi saat ini Indonesia sedang dilanda pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, sehingga tren pergerakan harga minyak masih mungkin untuk bergerak naik. ”Ada pengaruh antara harga BBM dan nilai tukar. Bahkan jika harga minyak dunia stabil tapi nilai tukar kita melemah, juga ada potensi kenaikan BBM,” bebernya.


    Kenaikan harga Pertamax yang mencapai Rp 600 per liter, lanjut Komaidi, dari sisi konsumen memang cukup tinggi. Apalagi, sejak Januari 2018, harga Pertamax tidak pernah naik sampai Rp 500 per liter. ”Tapi kalau dari sisi penjual, melihat kenaikan harga minyak yang juga signifikan, itu wajar. Karena dari sisi produsen harga bahan baku naik,” urai Komaidi.


    Sementara untuk harga Pertalite tidak ada perubahan atau tetap, yaitu Rp 7.800 per liter. Menurut Komaidi, harga Pertalite tetap karena diduga masih ada intervensi dari pemerintah. Tujuannya agar konsumen tidak bermigrasi ke Premium. ”Jika harga Pertalite ikut dinaikkan orang yang memakai Pertalite dikhawatirkan berkurang,” ujarnya.


    Komaidi menambahkan, tidak ada margin yang istimewa yang diperoleh produsen. Apalagi, asumsi harga minyak berdasarkan APBN masih berkisar di harga USD 48 per barel. Mengenai kemungkinan konsumen untuk beralih dari Pertamax ke jenis BBM yang lebih murah seperti Pertalite atau Premium, Komaidi menyebutkan ada kemungkinan meskipun kecil.

    ”Jika pun beralih mungkin ke Pertalite, karena saat ini masyarakat yang mampu sudah ada di porsi yang sadar akan kualitas BBM, dan sadar ada yang lebih membutuhkan BBM Non-Subsidi,” tegas Komaidi.


    Pihak Pertamina sendiri menjelaskan bahwa pasokan Premium tetap akan disalurkan ke 571 SPBU yang saat lebaran lalu mendapat tugas untuk mendistribusikan Premium. ”Tetap ada, karena itu sesuai dengan peraturan pemerintah,” beber Adiatma.


    Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi 6 DPR-RI Inas N Zubir menambahkan bahwa masyarakat perlu memahami penyesuaian harga BBM yang dilakukan oleh Pertamina. ”Kita semua mengetahui bahwa produksi minyak bumi Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan harus diimpor dari bangsa lain,” ujar Inas.

    Menurut Inas, sebagai regulator negara memang tetap harus mengatur harga BBM melalui regulasi, akan tetapi di sisi lain badan usaha milik negara berhak menjalankan usaha-nya untuk mengejar keuntungan melalui BBK maupun produk hasil kilang selain BBM.

    ”Jadi mengikuti harga pasar tidak bertentangan dengan konstitusi selama produk tersebut bukan merupakan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,” pungkasnya. (agf)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top