• Berita Terkini

    Kamis, 21 Juni 2018

    Teguh Twan, Tugu Lawet Kebumen, dan Perjalanan Hidup Seniman

    Tan Giok Twan atau Teguh Twan alm/fotoimam
    Meninggalnya seniman patung dan lukis Kebumen, Tan Giok Twan atau Teguh Twan, mengingatkan kembali ingatan publik akan keberadaan tugu lawet. Tugu yang sudah telanjur identik dengan Kebumen itu selama ini memang sulit dilepaskan dari sosok Teguh Twan. Ingat Tugu Lawet maka akan ingat Teguh Twan, demikian sebaliknya.
    ----------------------
    Ditulis kembali oleh CAHYO K
    ----------------------
    SENIMAN kelahiran 1939 yang tutup usia Minggu (17/6/2018) tersebut telanjur dianggap sebagian masyarakat sebagai perancang dan pembuat Tugu Lawet.

    Dalam sebuah kesempatan wartawan Kebumen Ekspres, Imam Wahyudi, sempat mewawancarainya.

    Dalam kesempatan itu, Teguh memang tak menyebut atau mengaku dirinya sebagai perancang tugu lawet. Hanya, dia mengatakan turut serta dalam proses pembuatan tugu bersejarah tersebut.

    Adapun tugu lawet, tuturnya saat itu, merupakan peninggalan dari Bupati Supeno Suryodiprojo. Saat itu, Bupati Kebumen periode 1965-1975 itu meminta Teguh Twan bersama dengan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Ir Saptoto (alm)  untuk melakukan pemugaran objek wisata Goa Jatijajar.

    Setelah proyek Jatijajar selesai maka pihaknya diminta untuk merancang dan membuat monumen tugu lawet. Bupati Supeno punya misi menjadikan tugu lawet sebagai maskot Kebumen.

    Teguh Twan bersama dengan Saptoto pun menggali potensi yang ada di Kebumen, berupa sarang burung lawet di Goa Karang Bolong. Melalui pengamatan langsung di lapangan dan mendengar kisah dari warga, tentang pengunduhan sarang buring, Teguh dan Saptoto pun lantas membuat sketsa monumen.

    Hingga kemudian, terciptalah tugu lawet seperti yang terlihat saat ini. Tugu dengan tinggi 15 meter dan terbuat dari cor padat itu pun berdiri di tengah kota, bahkan kemudian identik dengan Kebumen.

    Dalam perjalanannya, Tugu Lawet kemudian direvitalisasi oleh Bupati Kebumen, Mohammad Yahya Fuad. Yakni dengan menambahkan air mancur dan ornamen di sekitar tugu lawet. Proses revitalisasi ini sempat mengundang pro kontra, bahkan Teguh Twan mengaku sempat keberatan.

    Terkait tugu lawet dan Teguh Twan sendiri sempat menjadi perdebatan.

    Pemerhati Kebudayaan Kebumen, Ravie Ananda menyebut, Teguh Twan bukanlah perancang atau pembuat tugu lawet.

    Teguh, kata Ravie, memang sempat diminta membuat tugu lawet, namun permintaan dari Pemkab itu ditolak.

    Hingga kemudian, tugu lawet dibuat orang dari luar Kebumen (Ir Saptoto).

    "Setelah jadi (tugu lawet), Beliau mengkritisi karena pembuatannya tidak melalui survei terlebih dahulu bagaimana pengunduhan burung lawet yang sebenarnya. Juga ukuran burung bahkan posisi burung lawet yang ada di tugu dalam posisi terbalik seperti burung yang mati. " katanya.

    Terkait hal ini, arsitek dan konsultan revitalisasi Tugu Lawet, Imam Muthoha memiliki cerita. Imam mengatakan, pernah bertemu dengan Teguh Twan, terkait sayembara revitalisasi tugu lawet.

     Saat itu, Imam Muthoha bersama Rektor IANU Kebumen, Imam Satibi,  Heri Setyanto yang saat itu Kepala Dinas Pariwisata, Suyanto, Ir Marsono Konsultan Abadi Desain,mengkonsultasikan bagaimana sebaiknya tugu lawet dipercantik.

    Di situ terungkap, Teguh Twan memang bukan perancang dan pembuat Tugu Lawet. Perancang Tugu Lawet adalah  Ir Saptoto dari AIS Jogja. Ir Saptoto adalah guru Teguh Twan.

    Meski begitu, Imam Muthoha mengatakan, kepedulian Teguh Twan terhadap tugu lawet sedemikian besar. Hingga, Teguh berpesan agar revitaliasi tugu Lawet tidak boleh merusak bentuk aslinya.

    Masukan dari Teguh itulah, yang menjadi salah satu alasan tugu Lawet bentuknya seperti saat ini. "Beliau menginginkan naturalisasi. Saya inget pas beliau kami wawancarai sebagai pemrakarsa Sayembara Desain Tugu Lawet. Untuk Tugunya beliau berpesan untuk di buat Kesan Natural batu ya corak batu,  kulit manusia ya di cat warna sawo matang.  Jangan menggunakan warna yang kontras," kenang Imam.

    Terlepas soal Tugu Lawet, Teguh Twan dikenang Imam sebagai pelukis yang cukup produktif. Puluhan karya lukisan dibuat Teguh Twan. Sebagian disimpan di rumah, serta sebagian lagi masih ada di Gereja Kristen Jawa Kebumen. "Lukisan di gereja itu berjudul Perjalanan Salib," kata Imam.

    Kiprah Teguh Twan sebagai pelukis juga diungkapkan jurnalis Kebumen, Ondo Supriyanto. Ondo, yang wartawan Harian Pagi Suara Merdeka itu sempat bertemu dan mewawancarai Teguh.

    Dalam artikel yang juga dimuat di blognya, Ondo Supriyanto mengatakan, melukis bagi Teguh Twan adalah jalan hidup.  Bahkan kondisi kesehatannya yang mulai menurun akibat gejala stroke yang diderita tidak menghentikan semangatnya untuk menghasilkan karya lukisan. Namun saat ini dia konsentrasi melukis setelah terakhir kali membuat patung tahun 1992.

    Teguh Twan merupakan pelukis yang beraliran naturalis realistis. Ciri khasnya, saat melukis wajah, tiap detail akan terlihat jelas. Itulah sebabnya, setiap lukisannya tampak begitu nyata, seolah-olah bernyawa.

    Selain dipajang di ruang keluarga, beberapa lukisan karya pelukis senior Kebumen itu disimpan di ruang kerjanya. "Di ruangan yang sedikit terbuka itu hanya ada peralatan melukis, televisi dan kursi santai," tulis Ondo.

    Dalam artikel berjudul "Mengenang Teguh Twan Si Pematung Monumen Kemit" itu, Ondo Supriyanto juga mengisahkan pengalaman Teguh membuat monumen perjuangan yang berada di Kecamatan Karanganyar itu.

    Ondo menulis monumen Kemit dikerjakan Teguh selama dua tahun yakni 1973-1975. Dalam mendesain patung tentara dan pejuang rakyat serta dalam membuat relief terlebih dahulu dia melakukan riset agar apa yang dilukiskan sesuai dengan peristiwa aslinya.

    Dalam pembuatan patung dan relief Teguh dibantu oleh teman-temannya yang sedang belajar seni patung kepadanya.  Untuk tugas ini,Teguh hanya mendapatkan dana Rp 7 juta dari ideal Rp 40 juta.

    Dana Rp 7 juta dari pemkab, tulis Ondo, Taguh hanya mendapat Rp 470.000. Itu pun masih dibagikan kepada teman-temannya. Terkadang jika mereka membantu seharian diberi upah Rp 250.

    Tragisnya, meskipun sebagai perancang dan pembuat patung dan relief nama Taguh Twan tidak tercantum di monumen tersebut. Hingga saat dilakukan perbaikan pada tahun 2006, namanya baru dipasang.

    Ratusan hasil karyanya tersebar di sejumah daerah di Indonesia. Beberapa patung karyanya dipesan oleh orang Jakarta. Adapun yang di Kebumen antara lain patung kera di objek wisata Gua Jatijajar dan Gua Karangbolong.

    Teguh Twan juga sempat menyinggung soal pilihannya mengambil  Jurusan Seni Patung. Teguh beralasan, seorang pematung pasti bisa melukis. Tetapi seorang pelukis belum tentu mampu membuat patung.

    Ya,kepergian Teguh Twan tak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya. Kebumen kehilangan seorang seniman. Selamat jalan Teguh Twan.. (*)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top