• Berita Terkini

    Minggu, 10 Juni 2018

    Berkas Perkara Rampung, Bupati Kebumen segera Disidang

    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas perkara Bupati Kebumen non aktif, Mohammad Yahya Fuad. KPK telah melimpahkan berkas penyidikan Yahya ke penuntutan atau pelimpahan tahap kedua. Dengan demikian, Yahya Fuad akan segera menjalani proses persidangan.

    Pelimpahan berkas perkara Mohammad Yahya Fuad, dibenarkan Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah. Perkara itu dilimpah Jumat (8/6/2018). )Selain Yahya Fuad, KPK merampungkan berkas perkara Hojin Anshori. Sidang keduanya rencananya dilakukan di Semarang, Jawa Tengah.

    "Rencana sidang akan dilakukan di Semarang untuk dua orang tersangka. Yang pertama MYF (M Yahya Fuad, Bupati Kebumen) dan kemudian HA (Hojin Anshori, swasta). Keduanya nanti akan dipindahkan tentu saja penahanannya, karena rencana sidang dilakukan di Semarang," ujar Febri.

    Untuk kedua tersangka ini, KPK telah menggali informasi dari 34 orang saksi, yang terdiri atas unsur Sekretaris Daerah, PNS, anggota DPRD Kabupaten Kebumen, staf khusus bupati, dosen, dan pihak swasta.

    Yahya dijerat KPK bersama-sama dengan rekannya, Hojin Anshori, yang merupakan anggota tim suksesnya pada 2016. Keduanya diduga menerima fee dengan nilai total Rp 2,3 miliar dari pengusaha Khayub Muhamad Lutfi (Komisaris PT KAK).

    Khusus untuk Khayub, bahkan sudah masuk proses persidangan dan pemanggilan saksi-saksi. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum KPK yang dipimpin Joko Hermawan SH mendakwa Khayub menyuap Yahya Fuad sebesar  Rp 4,9 miliar. Uang itu diberikan melalui Barli Halim, Adi Pandoyo, dan Hojin Ansori.

    Suap diberikan agar M Yahya Fuad memberikan proyek yang bersumber dari APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 kepada Khayub dan teman-temannya. Adapun rentang pemberian suap yakni sejak April sampai dengan September 2016. Suap diberikan melalui Barli Halim, dan dua rekannya.

    Perkara pidana ini bermula saat PT Karya Adi Kencana (KAK) milik Khayub mengikuti lelang proyek pembangunan RSUD Prembun Type C. Seminggu sebelum penetapan pemenang lelang,  Khayub didatangi Barli Halim yang ditugasi M Yahya Fuad menarik uang ijon atau fee proyek 5 persen jika PT Karya KAK ingin dimenangkan.   PT KAK ditetapkan pemenang dan Khayub memberi Rp 1 miliar.

    Namun, usai lelang RSUD Prembun, Khayub tak pernah lagi menang proyek di Kebumen sehingga terjadi keributan antara Khayub dengan tim sukses bupati. Kemudian, Sekretaris Daerah waktu itu, Adi Pandoyo menginisiasi pertemuan bersama dan sepakat akan mengerjakan proyek-proyek di Kebumen. Bahkan, Yahya Fuad kemudian menyampaikan adanya jatah alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2016 sekitar Rp 100 miliar.

    Dana itu akan dibagi-bagi kepada sejumlah pihak, dengan salah satunya kepada Khayub senilai proyek Rp 36 miliar.  Atas bagi-bagi proyek tersebut, menurut JPU,
    Yahya Fuad meminta kompensasi  uang ijon atau fee 7 persen. Fee nantinya diserahkan melalui Adi Pandoyo yang kemudian disetujui Khayub.

    Lantas, Khayub mengumpulkan uang dari para kontraktor di Kebumen hingga terkumpul Rp 2,5 miliar. Uang itu lalu diberikan ke Fuad lewat Adi Pandoyo secara bertahap.

    Kemudian, pada September 2016 Hojin Ansori dan Muji Hartono alias Ebung, menemui Khayub dan menawarkan jatah proyeknya Rp 18 miliar dikerjakannya dengan fee 7 persen. Khayub juga menyetujuinya, lalu menawarkan paket-paket proyek tersebut dan mengumpulkan uang ijon seluruhnya total Rp 1,620 miliar.

    Dari jumlah itu, Khayub menyerahkan Rp 1,480 miliar ke Hojin. Sesuai kesepakatan akhirnya Khayub mendapat proyek bersumber DAK pada APBDP 2016. Rangkaian kegiatan itu, JPU berpendapat Khayub telah memberikan uang seluruhnya kepada Mohamad Yahya Fuad selaku Bupati Kebumen melalui Barli Halim, Adi Pandoyo dan Hojin Ansori supaya memberikan proyek-proyek yang bersumber dari APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 kepada Khayub dan kontraktor yang merupakan teman-teman Khayub.

    Khayub M Lutfi sendiri dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Kemudian kedua, dijerat juga dengan Pasal 13 UU yang sama.(cah)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top