• Berita Terkini

    Jumat, 08 Juni 2018

    Bahas Lagi Delik Tindak Pidana Korupsi , Mantan Pimpinan KPK Juga Kirimi Jokowi Surat

    JAKARTA – Delik tindak pidana khusus dalam R-KUHP belum final. Pembahasannya masih akan berlanjut. Berdasar rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) kemarin (7/6/2018), Menko Polhukam Wiranto menyampaikan bahwa ada beberapa perbedaan yang perlu dibicarakan. Termasuk di antaranya pasal yang mengatur tindak pidana korupsi.



    Menurut Wiranto, perbedaan dalam pembahasan R-KUHP wajar saja. Sebab, pembahasannya belum tuntas. ”Masih dalam proses. Kalau di sana – sini ada perbedaan lumrah saja,” ungkap mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu. Agar tidak ada lagi perbedaan, masih perlu dilakukan pembahasan. ”Saat ini, kami mencoba untuk menyatukan pendapat dalam mengatasi perbedaan itu,” kata dia.



    Wiranto mengakui bahwa dalam rapat kemarin ada pasal-pasal yang masih perlu dimatangkan. Termasuk pasal soal delik tindak pidana khusus. Korupsi adalah salah satu di antaranya. ”Masalah yang menyangkut delik-delik yang bersifat tindak pidana khusus masuk ke dalam RUU KUHP dan sebagainya itu akan dibincangkan lebih lanjut mana-mana yang belum sesuai,” terang pejabat asal Jogjakarta itu.



    Untuk itu, lanjut Wiranto, bakal ada pertemuan lanjutan guna membahas kembali R-KUHP. ”Tentu dengan semangat kebersamaan dan semangat untuk membangun tata kelola hukum nasional yang lebih sehat, adil, dan sempurna,” bebernya. Rapat kemarin, masih kata dia, dilaksanakan untuk menyatukan pendapat dan pandangan. Sehingga polemik yang belakangan menghangat tidak terus-menerus terjadi.



    Ketua Dewan Pembina Partai Hanura itu pun menegaskan kembali, R-KUHP sama sekali bukan untuk melemahkan lembaga penegak hukum yang selama ini menangani tindak pidana khusus. Termasuk di antaranya KPK. ”Tidak ada niat, tidak ada upaya, tidak ada rekayasa untuk melemahkan lembaga-lembaga yang melawan tindak pidana yang bersifat khusus,” kata Wiranto menegaskan.



    Ketika diwawancarai usai rapat kemarin, Ketua KPK Agus Rahardjo pun menyampaikan hal serupa. Dia menyampaikan bahwa masih akan ada pembicaraan lebih lanjut terkait delik tindak pidana korupsi yang masuk dalam R-KUHP. ”Masih diteruskan, nanti ada pembicaraan lebih lanjut untuk kemungkinan mengharmoniskan yang terjadi,” kata pejabat yang lebih akrab dipanggil Agus itu.



    Serupa, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menuturkan bahwa sampai saat ini masuknya delik tindak pidana korupsi dalam R-KUHP belum final. ”Semuanya akan dibicarakan. Semuanya ini akan dibicarakan dari awal,” jelas dia. ”Intinya semua perbedaan pendapat itu akan banyak dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap draf yang ada sekarang,” tambahnya. Menurut dia, pembahasannya akan dilaksanakan setelah Idul Fitri.



    Anggota Panja R-KUHP Asrul Sani menambahkan, sejatinya semua pihak sudah satu paham soal masuknya delik tindak pidana korupsi dalam R-KUHP. Namun, masih ada yang harus didetailkan. KPK akan memberikan masukan berkaitan dengan hal itu. ”Yang dibutuhkan untuk menegaskan bahwa kewenangan KPK itu tetap, tidak terpengaruh dengan masuknya beberapa delik tipikor itu,” imbuhnya.



    Sementara itu, mantan pimpinan KPK ikut bersuara atas polemik R-KUHP. Mereka mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (6/6). Isi surat tersebut, para eks komisioner KPK itu menyampaikan penolakannya terhadap masuknya delik korupsi dalam R-KUHP.



    ”Karena akan membahayakan kerja-kerja pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan oleh KPK,” demikian isi surat tersebut. Ada tiga mantan komisioner yang menandatangani surat itu. Yakni, Busyro Muqoddas, Haryono Umar dan M. Jasin. Surat tersebut juga dikirim ke Ketua DPR, Menteri Hukum dan HAM dan Panja R-KUHP.



    Menurut mereka, hadirnya delik korupsi di R-KUHP menyisakan beberapa persoalan yang bisa menghambat pemberantasan korupsi. Pertama, kewenangan KPK dalam hal penindakan kejahatan korupsi akan hilang. Sebab, dalam UU KPK jelas menyebutkan bahwa setiap penindakan yang dilakukan KPK berpijak pada aturan yang tercantum dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Aturan itu selama ini menjadi aturan diluar dari KUHP,” kata Busyro.



    R-KUHP juga akan meniadakan Pengadilan Tipikor. Serupa dengan KPK, Pengadilan Tipikor pun hanya memeriksa dan mengadili perkara korupsi dalam rumpun aturan UU Tipikor. Tentu jika DPR dan pemerintah tetap mengakomodir UU Tipikor masuk ke dalam RUU-HP maka kewenangan memeriksa dan mengadili perkara korupsi akan kembali ke Pengadilan Negeri.



    Atas pertimbangan itu, mereka pun meminta Presiden Joko Widodo segera menarik delik korupsi dalam R-KUHP. Itu sesuai dengan janji presiden dalam “Nawacita” yang secara tegas menolak negara lemah dengan melakukan penegakan hukum yang bebas dari korupsi.



    Berkaitan dengan pembahasan pasal pidana Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) dalam R-KUHP, Komisi III DPR sampai saat ini masih dalam posisi menunggu penjelasan pemerintah terkait sejumlah usulan pasal di R-KUHP, termasuk soal LGBT.



    Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik di gedung parlemen, Jakarta, kemarin. Menurut Erma, sejak dimulainya masa sidang saat awal Ramadan hingga kini, Komisi III bersama Pemerintah belum pernah bertemu, dalam hal pembahasan terkait KUHP. Ketika itu, fokus pembahasan bersama pemerintah adalah menyelesaikan RUU Terorisme. “Kami rencana setelah lebaran baru rapat lagi (terkait RUU KUHP,” kata Erma.



    Legislator Partai Demokrat itu menyebut, pemerintah pada intinya menginginkan agar semua kegiatan pencabulan terkena delik pidana. Semua itu mencakup perbuatan cabul berbeda jenis atau sama jenis. ”Jadi pemerintah (mengusulkan) namun belum ada penjelasan baru,” ujarnya.



    Erma menyatakan, kebutuhan pasal terkait pidana LGBT juga menjadi aspirasi sejumlah fraksi. Namun, Komisi III akan lebih dulu mendengarkan keterangan pemerintah.”Kalau sikap Demokrat nanti kami sampaikan setelah lebaran,” tandasnya. (bay/syn/tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top