• Berita Terkini

    Sabtu, 26 Mei 2018

    Hukuman Lebih Berat Bagi Pelaku Terorisme Yang Melibatkan Anak

    JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) melalui sidang paripurna di gedung DPR kemarin (25/5/2018). Banyak poin krusial yang terkandung dalam peraturan baru itu. Pelaku teror yang melibatkan anak pun akan dihukum lebih berat.


    Sebelum disahkan menjadi UU, poin penting yang terakhir dibahas adalah definisi terorisme. “Definisi terorisme merupakan capaian besar,” terang Ketua Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafi’i saat menyampaikan laporannya pada rapat paripurna kemarin.


    DPR dan pemerintah menyepakati makna terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasaan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat missal, dan/atau menimbulkan kerusakaan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.


    Romo Syafi’i, sapaan akrab Muhammad Syaf’i mengatakan, banyak penambahan dan perubahan dalam aturan baru itu. “Ada perubahan signifikan terhadap sistematika UU,” ucap dia. Diantaranya, penambahan bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan, dan keterlibatan TNI.


    Menurut politikus Partai Gerindra itu, RUU itu mengatur secara komprehensif. Tidak hanya pemberantasan, tapi juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan. 


    Dalam hal penindakan diatur ketentuan pelaksanaan penangkapan dan penahan tersangka teroris yang harus dilakukan dengan menjungjung prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Harus diperlakukan secara manusiawi, tidak disiksa, tidak diperlakukan secara kejam, dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia. Hal itu diatur dalam Pasal 28 ayat (3). Bagi penyidik yang melanggar aturan itu bisa dipidana sesuai dengan Undang-Undang Hukum Pidana.


    Masih pada poin penindakan, setiap pelaku terorisme yang melibatkan anak akan dikenai hukuman lebih berat. Ancaman pidananya ditambah sepertiga masa tahanan, seperti yang diatur dalam Pasal 16A.


    Selain mengatur penindakan terhadap pelaku, RUU itu juga mengatur perlindungan terhadap korban aksi terorisme. Jika UU sebelumnya hanya mengatur kompensasi dan retitusi saja, aturan baru lebih komprehensif, karena mengatur pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi.


    Bahkan, kata legislator asal Medan itu, peraturan hasil revisi itu juga mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU itu disahkan. Poin itu diatur dalam Pasal 43L. Poin krusial lainnya ialah pelibatan TNI dalam pemberantasannya terorisme yang diatur dalam Pasal 43J. “Pelaksanaanya akan diatur dalam peraturan presiden,” terang dia.


    Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, setelah RUU disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna, pihaknya akan secepatnya mengirim surat hasil keputusan rapat ke pemerintah agar segera diundangkan. “Sekarang bolanya ada di tangan pemerintah,” terang dia saat ditemui usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan. Dia pun mengimbau kepada pemerintah untuk melaksanakan amanat UU dalam pemberantasan tindak pidana terorisme.


    Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo mengatakan, setelah RUU Terorisme, dia optimis pembahasan RKUHP juga akan menyusul. "Termasuk dalam penyelesaian RKUHP yang telah melewati 5 kali masa sidang dan kita targetkan selesai dalam dua kali masa sidang mendatang,” kata Bamsoet.


    Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu menilai RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai salah satu produk legislasi yang patut diacungkan jempol. Sebagai perbandingan, UU mengenai terorisme di Amerika saja tidak memuat penangangan terhadap korban.


    "Berbagai keberhasilan yang terdapat dalam setiap pasal di UU ini merupakan ikhtiar kita bersama agar tindakan terorisme tidak ada lagi di Tanah Air. Sedini mungkin kita akan cegah munculnya kelompok radikal yang bisa menjerat saudara kita menjadi teroris," tandasnya.


    Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan, setelah pengesahan RUU itu, dia mendorong pemerintah segera membuat aturan turunannya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). “Agar UU ini dapat diberlakukan,” terang Taufik.


    Menurut dia, waktu 100 hari dirasa cukup bagi pemerintah untuk menyusun PP. Termasuk soal pelibatan TNI dalam penindakan terorisme yang akan diatur melalui Perpres. “UU Antiterorisme sudah disahkan, jadi DPR jangan dikambinghitamkan lagi terkait pembahasan UU ini,” urainya.


    Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, dalam waktu dekat UU baru itu akan diundangkan. “Presiden setuju RUU ini disahkan menjadi UU,” ucap dia. Dia mengimbau agar peraturan itu digunakan secara bertanggungjawab oleh Polri, Densus 88, BNPT, TNI, dan jaksa dalam penuntuan, serta hakim dalam putusan.


    Politikus PDIP itu berharap, UU itu bisa mencegah atau mengurangi tindak pidana terorisme. Jika ada perbuatan persiapan tindak terorisme, aparat bisa menangani sesuai dengan aturan yang tercantum dalam UU tersebut.


    Dia menyatakan, bagi mereka yang berangkat ke luar negeri untuk mengikuti latihan militer dan bergabung dalam organisasi terorisme, ketika pulang mereka akan dijerat dengan UU itu. Hal itu diatur dalam Pasal 12B yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme, dan/atau ikut berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun.

    Terkait dengan pembuatan Perpres keterlibatan TNI, Yasonna mengatakan bahwa penyusunan perpres akan melibatkan beberapa pihak, Kementerian Pertahanan, Kemenkumhan, TNI, Polri, BNPT, dan instansi lainnya. “Segera kita susun, habis hari raya lah,” ungkapnya.


    Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Antiterorisme yang telah disahkan hari ini salah satunya berbicara soal pelibatan TNI dalam menghadapi tindak pidana terorisme di Tanah Air. Pelibatan tersebut akan diatur lebih lanjut melalui peraturan presiden (Perpres).


    Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa Perpres yang dimaksud sebenarnya hanya berbicara soal urusan teknis. Sebab, kata dia, jauh sebelum ini, keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. "Itu nanti Perpres hanya teknis. Sebelumnya sebetulnya TNI bisa dilibatkan atas perintah panglima tertinggi. Jadi tidak ada lagi yang perlu dipersoalkan," ujar Presiden usai meninjau pembangunan bendungan Kuningan di Desa Randusari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat kemarin.


    Perpres tersebut kemungkinan akan memuat hal-hal teknis, seperti detail pelaksanaan penanggulangan aksi terorisme, baik dengan menggunakan pendekatan lunak maupun keras. "Yang penting teknis dalam pelaksanaannya seperti apa. Bagaimana kita perangi terorisme baik dengan pendekatan yang lunak maupun keras. Itu saja," tegasnya. (lum/bay).


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top