• Berita Terkini

    Rabu, 16 Mei 2018

    Anak Bomber Jadi Saksi Mahkota

    SURABAYA – Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan empat anak terduga teroris bakal jadi saksi mahkota. Seluruh pengakuan yang mereka sampaikan bakal jadi alat petunjuk polisi.



    Empat orang anak itu adalah Ainur Rohman, Faisa Putri, Garida Huda Akbar dan Aisyah Azzahra Putri. Ainr, Faisa dan Garida merupakan anak dari bomber di Rusun Wonocolo, Taman, Sidoarjo. Sedangkan Aisyah merupakan putri dari Tri Murtiono yang meledakkan diri di Mapolrestabes Surabaya.



    Lantaran semuanya masih dibawah umur, polisi berusaha menggali fakta keseharian mereka saja. Mulai dari jadwal bangun tidur hingga agenda apa saja yang biasa mereka ikuti. “Tentu dengan pendekatan khusus. Seluruh pengakuannya dimungkinkan jadi petunjuk,” kata Machfud.



    Oleh karena itu, kini mereka ditempatkan di ruangan khusus di RS Bhayangkara Polda Jatim. Salah satu pengakuan yang berhasil didapat polisi adalah soal fakta pernah disuruh menonton film jihad ala Timur Tengah. “Padahal penuh kekerasan. Ngeri. Tapi itu pengakuannya,” jelas jenderal bintang dua itu.



    Di sisi lain, pihak kepolisian mendapatkan tugas tambahan, yakni trauma healing dan deradikalisasi terhadap empat bocah itu. ’’Kami lakukan pendampingan bersama psikolog dan pemerhati anak,’’ tutur Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera.



    Ainur tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya, meski masih satu rusun. Dia tinggal bersama neneknya di unit yang berbeda. Ainur pulalah yang menunjukkan lokasi gudang penyimpanan bahan peledak milik ayahnya kepada polisi. ’’Mereka ini kami sebut korban indoktrinasi,’’ terang mantan Kabidhumas Polda Sulsel itu.



    Maka, keempatnya diberi pendampingan oleh psikolog dan pemerhati anak untuk menghilangkan trauma atas apa yang terjadi. Sebagai langkah awal, mereka dibuat senyaman mungkin  dengan keadaan di sekelilingnya. Kemudian, ada proses relaksasi progresif untuk mencegah agar mereka tidak stres.



    Psikolog juga akan mengupayakan agar setiap informasi yang disampaikan kepada anak-anak tersebut tidak berdampak buruk terhadap kondisi mereka. Khususnya, informasi yang berkaitan dengan orang tua anak-anak tersebut.



    Begitu pula dengan kerabat anak-anak itu, polisi akan memberikan pendampingan. Tujuannya, pihak keluarga ikut memperhatikan tumbuh kembang anak-anak itu agar jauh dari indoktrinasi sebagaimana orang tua mereka. Pihak keluarga juga diberi briefing agar tidak keliru dalam menyampaikan informasi kepada keempat anak itu.



    Pelibatan anak-anak dalam lima serangan bom di Surabaya dan Sidoarjo perlu jadi peringatan keras bagi masyarakat. Sebab, jika level terorisnya keluarga bakal sulit dideteksi. Machfud menyatakan perlu semua pihak untuk melakukan deteksi dini.



    Dia menyebut perlu partisipasi tiga pilar. Yakni Polri, TNI dan Pemkot/Pemkab. “Sampai ke level Polsek lalu tembus sampai RT-RW. Tanpa bantuan mereka ya nggak mungkin bisa,” ujarnya.



    Model Community Policing itu perlu dibudayakan dalam masyarakat. Sebab, sejatinya warga bisa menjadi polisi atas dirinya sendiri. Jika hanya mengandalkan pengamanan personel polisi, tentu tidak akan efektif. Sebab, jumlah polisi terbatas. “Pokoknya semua harus waspada, bukan saling mencurigai, harus peduli dengan sekitar,” himbaunya. (byu/mir)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top