• Berita Terkini

    Senin, 07 Mei 2018

    Ada Dugaan Pejabat Kemenkeu Sering Mendapat Suap dari Daerah

    JAKARTA – Suap Rp 500 juta untuk mengegolkan usulan pembangunan melalui dana perimbangan keuangan daerah tidak lepas dari peran Yaya Purnomo, , kasi pengembangan pendanaan kawasan perumahan dan permukiman  Ditjen Perimbangan Kementerian Keuangan. KPK pun mendalami keterlibatan pejabat yang diduga sering mendapat hadiah dari daerah itu.


    Bahkan, uang yang disita dari apartemen Yaya di wilayah Bekasi lebih besar dari uang suap yang diterima Amin Santono, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat dan Eka Kamaludin, selaku perantara. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Jumat (4/5/2018) lalu, KPK berhasil mengamankan uang Rp 1,4 miliar, logam mulia 1,9 kilogram, SGD 63 ribu, dan USD 12.500 dari kediaman Yoyo.


    Ketua KPK Agus Rahardjo menambahkan, sepak terjang Yaya sudah diamati cukup lama. Menurut dia, banyak pejabat maupun pengusaha di daerah yang diduga memberi hadiah kepadanya. Suap itu diberikan, karena Yaya membantu memperlancar berbagai usulan proyek.


    Alumnus ITS itu menyatakan, komisinya akan mendalami uang, dan emas yang disita dari kediaman Yaya. “Uang dan emas itu tidak hanya terkait dengan OTT yang telah dilakukan. Kami masih mendalaminya,” ucap dia. Apakah ada pejabat lebih tinggi yang terlibat? Agus menyatakan, dia belum bisa menyampaikan siapa saja yang selama ini diduga bekerjasama dengan Yaya. “Masih kami kembangkan,” lanjut dia. Agus optimis semuanya akan terbuka dalam pemeriksaan nanti. Apalagi, kata dia, tersangka mengajukan justice collaborator (JC).


    Desakan agar KPK mengusut tuntas kasus itu pun bermunculan, salah satunya Center fot Budget Analysis (CBA). Direktur CBA Uchok Sky Khadafi menyatakan, OTT yang turut menyeret pejabat Kemenkeu harus dikembangkan oleh KPK. ”Kasus yang di Kemenkeu itu harus diperluas. Jangan ada pihak pejabat Kemenkeu yang cuci tangan,” kata dia ketika diwawancarai Jawa Pos kemarin. Pria yang akrab dipanggil Uchok itu yakin betul Yaya  tidak mungkin berani ’bermain’ sendiri.


    Untuk itu, dengan tegas Uchok menyampaikan bahwa atasan dari Yaya harus turut bertanggung jawab. ”Termasuk Sri Mulyani. Jangan cuci tangan. Dia harus tanggung jawab terhadap kelakuan anak buah begini,” imbuhnya. Sebab, praktik korupsi merugikan banyak pihak.


    Apalagi kasus tersebut ada kaitannya dengan DAU dan DAK. ”Makanya KPK harus menelusuri ya, nggak mungkin kepala seksi berani main sendirian kayak gitu,” tegas Uchok. Menurut dia, setiap pejabat di lembaga maupun kementerian pasti memiliki tim. Baik itu atasan maupun bawahan. Mereka semua juga sudah punya bagian dan tugas masing-masing. KPK perlu menelusuri lebih jauh lantaran tidak menutup kemungkinan ada pejabat lain yang terlibat.


    Tidak hanya itu, Uchok juga menyampaikan bahwa praktik korupsi berkaitan dengan DAU atau DAK bukan hal baru. ”Sepertinya harus kayak begitu (ada praktik korupsi),” ucap dia. Keterangan itu disampaikan lantaran dia juga sempat dapat data yang menyatakan bahwa pemda bukan sebatas harus memenuhi syarat apabila menginginkan DAU atau DAK yang diajukan cair. OTT KPK tiga hari lalu, sambung dia, menegaskan data tersebut.


    Bahwa pencairan DAU dan DAK tidak hanya harus memenuhi persyaratan formal. ”Harus ada lobi politik,” kata Uchok. Ini berbahaya lantaran daerah yang butuh dana, harus mengeluarkan dana lebih dulu ketika ingin mendapat DAU atau DAK sesuai permintaan mereka. ”Jadi, duit dipancing dengan duit. Kalau nggak kayak gitu mereka (pemda) nggak dapat,” tambah dia. Lebih lanjut, dia pun menuturkan bahwa transparansi DAU maupun DAK juga mesti dibenahi.


    Selama ini, masih kata Uchok, alokasi DAU dan DAK memang terbuka. Tapi, itu tidak lantas menjamin transparansi. Malahan, dia berani menyebutkan bahwa tidak ada transparansi dalam urusan DAU atau DAK. Apalagi yang menyangkut lobi-lobi dibelakang persyaratan formal. ”Ketika ada negosiasi, ada pembagian-pembagian itu,” kata dia. Karena itu, dia menambahkan, OTT KPK harus menjadi momentum.


    Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo membenarkan bahwa Yayan Purnomo adalah bawahannya.  Kewenangan yang bersangkutan adalah menyiapkan rumusan konsep kebijakan, standarisasi, koordinasi, bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi mengenai pengembangan pendanaan kawasan perkotaan dan pemukiman.


    Untuk itu,  Boediarso menekankan bahwa Yayan sama sekali tidak memiliki kewenangan terkait dengan penyiapan alokasi dana atau anggaran transfer untuk daerah.  Dia juga tidak memiliki kuasa untuk melakukan penilaian atas usulan anggaran dari daerah, termasuk untuk pendanaan perkotaan dan pemukiman.

    "Oleh karena itu,  keterlibatan pegawai yang bersangkutan dalam kasus suap  penganganggaran,  sepenuhnya adalah tanggungjawab pribadinya sendiri, "jelas Boediarso pada koran ini,  kemarin.


    Sedangkan terkait peran Yayan yang menjanjikan proyek perumahan dan pemukiman pada APBNP 2018, Boediarso  menegaskan bahwa saat ini Direktoratnya sama sekali belum pernah melakukan perencanaan atau mengusulkan perubahan alokasi anggaran transfer ke daerah dalam RAPBNP 2018. Sehingga hingga sekarang ada pembahasan antara Pemerintah dengan DPR mengenai hal tersebut.


    "Seandainyapun bilamana dilakukan RAPBNP 2018, maka mekanisme perencanaan, pembahasan, dan penetapannya akan melalui prosedur baku sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, "tegasnya


    Ketua DPR RI Bambang Soesatyo ikut angkat bicara terkait kasus yang menimpa salah satu anggota DPR. Menurut dia, pimpinan DPR akan melakukan pembenahan internal. Salah satunya, keterbukaan atau transparansi dalam pembahasan anggaran. “Kami juga konsisten menegakkan kode etik,” ucap dia melalui keterangan resminya kemarin.


    Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo menerangkan, OTT yang dilakukan KPK menjadi masukan penting bagi DPR untuk merancang rumusan baru kode etik anggota dewan. Menurut dia, perlu dibuat ketentuan baru yang membatasi interaksi anggota dewan dengan para pihak yang mempunyai kepentingan terhadap proyek-proyek dalam APBN.

    Jika interaksi itu sangat diperlukan, hal tu bisa dilakukan secara terbuka bersama komisi terkiat. “Keterbukaan menjadi keharusan agar tidak mengundang kecurigaan dari pihak mana pun, termasuk institusi penegak hukum,” terang politikus Partai Golkar itu. Pimpinan DPR berharap setiap anggota dewan menghindari atau mencegah pertemuan-pertemuan tertutup dengan para pihak yang terlibat langsung dalam proyek APBN. (lum/ken/syn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top