• Berita Terkini

    Senin, 02 April 2018

    Siapa Sangka Badul, Si Tanaman Gunung Kualitas Ekspor

    IMAM/EKSPRES
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Badul merupakan umbi jenis tanaman yang mirip dengan seweg. Kendati demikian umbi tersebut hingga kini belum ada masyarakat dapat mengolahnya untuk dapat dikonsumsi. Siapa sangka tanaman yang banyak tumbuh di area pegunungan tersebut ternyata mempunyai nilai ekspor.

    Ya jenis tanaman ini mirip sekali dengan suweg. Bedaya jika telah tua, muncul umbi di antara tengah daun. Jika terkena kulit umbi dari tanaman ini dapat menimbukan gatal-gatal. Kerena dapat menimbulkan gatal-gatal yang teramat sangat, maka tak heran jika masyarakat tidak ada yang mau mengolahnya. "Ini jika terkena kulit sangat menimbulkan gatal-gatal,” tutur Suparti (60) Warga RT 2 RW 4 Desa Sadangwetan Kecamatan Sadang,  Minggu (1/4/2018).

    Dijelaskanya kendati tidak dapat diolah, namun badul ternyata mempunyai kualitas ekspor. Badul sangat diburu untuk diekspor. Hingga kini beberapa masyarakat Sadangwetan pun mengambil di hutan untuk kemudian dijual. “Nanti yang mengambil orang dari Jawa Timur,” katanya.

    Sementara itu Wagino (28) warga lainnya mengatakan, sampai saat ini di Indonesia mungkin belum ada yang dapat mengolah badul. Masyarakat hanya menjual dengan harga Rp 2.000 perkilogram. Sekali ke hutan setiap orang rata-rata mampu mengambil sekitar satu kwintal atau setara dengan Rp 200 ribu. “Kadang dalam seminggu kita dapat menjual sebanyak 5 kwintal,” katanya.

    Pihaknya berharap jika potensi tersebut dapat lebih dikembangkan di desanya. Sebab pasaran untuk badol jelas telah terbuka lebar. Bahkan permintaan dari luar negeri terus ada. Jika potensi pasaran telah terbuka, maka masyarakat tinggal memikirkan produksinya. “Jika dikembangkan dengan  baik tentunya, ini dapat menjadi peluang perekonomian bagi masyarakat,” paparnya.

    Wagino menyampaikan, selama ini masyarakat masih jarang yang mau menanam badol. Hal ini lantaran di alam masih sangat banyak. Namun demikian tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti hal itu akan habis. Untuk itu diperlukan penanaman yang intensi. Sekecil apapun potensi yang ada jika dikelola dengan baik bukan tidak mungkin akan menjadi besar. “Permintaan sangat tinggi, sehingga mempunyai potensi besar. Jika saja di Indonesia terdapat pabrik yang mau mengolah, mungkin kita bisa jual bahan setengah jadi dan bukan hanya bahan dasar. Sehingga pendapatan masyarakat akan semakin banyak,” ucapnya. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top