• Berita Terkini

    Jumat, 20 April 2018

    Sanggar Seni "Sesanti Bumi" Akan Launching Tari Danyang Watulawang

    sudarno ahmad/ekspres
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)-Sanggar Seni "Sesanti Bumi" Kebumen akan melaunching tari kreasinya yang diberi nama Danyang Watulawang, Sabtu (21/4/2018) malam di Aula PGRI Kebumen. Tarian tersebut merupakan hasil kreasi tiga koreografer alumni Universitas Negeri Semarang (Unes).

    yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati, Vera Setia Pratama. Ketiganya sekaligus  menarikan hasil kreasinya bersama dua penari lainnya, yaitu: Putri dan Risma.

    Tari Danyang Watulawang diinspirasikan dari seni Dangsak atau dikenal juga dengan nama tari Cepetan, yang merupakan tarian tradisional Kebumen. Tarian ini dikenal secara turun temurun di beberapa desa di Kebumen, antara lain Desa Watulawang Kecamatan Pejagoan. Selain merupakan karya adiluhung para leluhur, seni Dangsak juga mengandung nilai-nilai heroik dan patriotisme dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia.

    Pada masa kolonialisme Belanda, kawasan pegunungan di Kebumen utara merupakan wilayah yang menjadi sasaran para onderneming (mandor) Belanda, meluaskan wilayah perkebunan untuk memperkaya bangsa penjajah. Dimunculkannya Dangsak di masa itu adalah untuk menakut-nakuti para mandor Belanda, sehingga akhirnya mereka gagal memperluas perkebunannya ke wilayah Kebumen utara.

    Namun dari sisi artistik, seni Dangsak dinilai beberapa pihak kurang bisa "dijual", khususnya di dunia entertaintment. Masalah ini kerap menjadi topik perbincangan di kalangan seniman dan budayawan yang sering berkumpul di Rumah Budaya "Bumi Bimasakti" Kauman, Kebumen.

    Dari berbagai perbincangan tersebut membuat tiga koreografer perempuan dari Sanggar Seni "Sesanti Bumi", yakni Esti Kurniawati, Ari Setyawati dan Vera Setia Pratama tertantang untuk menguji kemampuannya. Ketiganya mencoba mengolah dan mengemas kembali gerakan tari Cepetan agar bisa lebih artistik dan memiliki "nilai jual".

    Hal inilah yang kemudian memunculkan ide lahirnya tari Danyang Watulawang. Jika tari Dansak atau Cepetan penarinya laki-laki semua, maka tari Danyang Watulawang penarinya perempuan semua.

    Launching tari Danyang Watulawang yang diharapkan bisa memperkaya khasanah kesenian khas Kebumen akan dilaksanakan bersama dengan pementasan Teater Ego, Sabtu (21/4) malam di Aula PGRI Kebumen.

    Menurut pimpinan Teater Ego, Putut Ahmad Su'adi yang juga Sekretaris Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen, launching tari Danyang Watulawang sekaligus menjadi kreasi seniman dalam memperingati Hari Kartini. Untuk itu Putut berharap Plt Bupati Kebumen Yazid Mahfudz bisa hadir menyaksikan.

    Sementara itu, Teater Ego Kebumen akan mementaskan produksinya yang ke-5 di Aula PGRI Kebumen, petang dan malam hari. Lakon yang dipentaskan berjudul "Terdampar" di bawah arahan sutradara Putut Ahmad Su'adi  dan asisten sutradara Mukhlis Syawali. Naskah diadaptasi Putut Ahmad Su'adi dari karya dramawan Polandia, Slawomir Mrozek, yang berjudul "Out of The Sea".

    Lakon ini merupakan komedi absurd di ujung kehidupan, yang mengeksploitasi keanehan masyarakat. Meski manusia terlahir berbeda, ada yang lahir sebagai penguasa, bawahan atau rakyat jelata, mereka mempunyai kebutuhan dasar yang sama, makan. Apa yang akan terjadi jika kebutuhan dasar itu habis? Siapa yang harus dikorbankan, penguasa, bawahan atau rakyat jelata?

    Dalam lakon "Terdampar", kondisi itu kemudian dianalogikan dengan tiga karakter. Yaitu gendut, sedang dan kurus yang terdampar di suatu tempat terpencil. Saat bahan makanan mereka habis, harus diputuskan siapa di antara mereka bertiga yang harus dimakan. Masing-masing membela diri sesuai dengan karakter dan ideologinya yang berbeda untuk menyelamatkan diri sendiri. Lepas dari keharusan untuk dikorbankan, menjadi makanan bagi lainnya.

    Gendut menggambarkan penguasa penuh kewibawaan yang lalim. Sedang mengibaratkan bawahan penguasa yang licik dan mau cari aman sendiri. Sementara kurus menggambarkan rakyat jelata yang polos dan cenderung tertindas. Melalui adu argumentasi ketiga sosok utama ini, kritik sosial dilontarkan terhadap fenomena masyarakat kekinian. Penonton juga akan diajak berpikir dan menghayati bahwa fenomena perang ideologi demi kepentingan pribadi lumrah terjadi. Seperti apa ideologi yang harus bertahan?

    Dibanding lakon "Robohnya Surau Kami" yang dipentaskan Teater Sinar SMA Muhammadiyah Gombong di Aula PDM Kebumen, 12 Maret 2018, lakon "Terdampar" ceritanya lebih absurd.

    "Tiga tahun yang lalu, bereksperimen dengan surealisme teater di Kebumen, hasilnya tidak mengecewakan. Kini tiba saatnya lebih jauh masuk dalam belantara estetika yang lebih rumit, absurdisme teater", kata Putut Ahmad Su'adi.

    Sejumlah pemain teater yang sudah malang melintang di Kebumen akan tampil dalam pementasan ini, yakni Charis Mun'im, Hasbillah Rifa'i dan Saeful Ngulum. Mereka akan didukung Wiwit, Uus, Bambang Supriyadi dan Nano Warisno.

    Pementasan akan dilakukan dua kali, yakni Sabtu 21 April 2018 pukul 16.00 dan 20.00 WIB dengan HTM Rp10 ribu rupiah. Untuk pementasan malam hari akan dirangkai dengan launching tari "Danyang Watulawang" hasil kreasi Sanggar Seni "Sesanti Bumi".(ori)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top