• Berita Terkini

    Rabu, 25 April 2018

    Pemerintah Janji Akan Pertemukan Aplikator dengan Pengemudi Ojol

    JAKARTA – Pemerintah tak ingin disebut lamban dalam menyelesaikan permasalahan ojek online (Ojol). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan secepatnya mempertemukan aplikator dan pengemudi untuk membahas kenaikan tarif. Terkait dengan regulasi, pemerintah belum mengambil langkah.


    Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiadi menyatakan, sebenarnya lembaganya sudah beberapakali mepertemukan aplikator dengan perwakilan pengemudi ojol. Aplikator pun sanggup memperbaiki tarif dan pendapatan pengemudi. “Sudah final, tinggal action saja,” terang dia saat menjadi pembicara dalam diskusi ojek online di Media Center DPR kemarin (24/4/2018).


    Ternyata, kata dia, sampai sekarang kesepakatan dalam pertemuan itu belum dieksekusi, sehingga para pengemudi ojol melakukan aksi di depan gedung DPR Senin (23/4). Melihat belum ada langkah dari aplikator, pihaknya pun berencana mempertemuan kedua belah pihak. Lembaganya akan secepatnya mengagendakan pertemuan.

    Mungkin, lanjut dia, aplikator masih menghitung kenaikan tarif yang diminta pengemudi. Pihaknya menyerahkan kepada aplikator dan pengemudi untuk merumuskan kenaikan itu. Awalnya, tutur dia, pengemudi meminta tarif bawah Rp 4.000, kemudian turun menjadi Rp 3.200.


    Terkait dengan tidak dibatasinya kuota ojol, Budi mengatakan, jika jumlahnya sudah cukup banyak, seharusnya aplikator yang membatasi. “Jadi, aplikator yang mengatur kuota dan pendapatan pengemudi,” tuturnya.


    Bagaimana dengan regulasi yang bisa menjadi payung hukum ojol? Dia menyatakan, peraturan menteri (PM) belum mengatur ojol. Yang sudah diatur adalah taksi online. Kemenhub belum ada rencanya untuk membuat regulasi untuk mengatur ojol. Menurut dia, untuk mencegah terjadinya konflik antara ojol dengan ojek pangkalan, pemerintah daerah bisa menyusun perda.


    Ketua Komisi V Fary Djemy Francis mengatakan, selama ini pemerintah sangat lamban menangani masalah tersebut. “Masalah ini sudah tiga tahun, tapi sampai sekarang belum selesai. Apakah pemerintah takut dengan aplikator. Kita semua tahu siapa aplikator itu,” terang politikus Partai Gerindra itu.


    Para pengemudi ojol sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Namun, mereka hanya diberi janji saja tanpa ada tindakan nyata. Nasib mereka tidak jelas. Pemerintah pun tidak berusaha membuat regulasi yang mengatur legalitas mereka. Payung hukum sangat penting bagi para pengemudi, sehingga mereka mempunya legalitas.

    Politikus asal NTT itu mengatakan, dewan sedang melakukan kajian dan menyusun naskah akademik untuk rencana revisi UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut dia, perlu dimasukkan pasal yang mengatur ojek online.


    Fary meminta pemerintah hadir dalam rapat dengar pendapat yang akan digelar hari ini. “Kami minta menteri perhubungan hadir dalam rapat besok (hari ini),” tegas dia.

    Sementara itu, Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) meminta DPR RI tidak mengubah perundang-undangan dengan memasukan sepeda motor sebagai angkutan umum. Hal itu dilatarbelakangi tingkat keamanan sepeda motor rendah. ”Indonesia akan ditertawakan jika mengubah regulasi dan mengakui angkutan roda dua sebagai angkutan umum,” tutur Tulus Abadi, Ketua YLKI, kemarin (24/4). Pernyataan Tulus tersebut didasari pada sepeda motor tidak memenuhi unsur keselamatan jika dijadikan angkutan umum. Angkutan umum membawa penumpang yang harus dipenuhi unsur keselamatannya.


     ”Citra roda dua ini kan sering melanggar lalu lintas,” ucap Tulus yang ditemui di Hotel Millenium, Jakarta. Contoh pelanggaran yang disebutkan Tulus antara lain adalah melanggar rambu lalu lintas dan melawan arah. ”Menurut data dari Korlantas (Korps lalu lintas, Red) dan Kemenhub, kecelakaan bermula dari pelanggaran lalu lintas,” imbuhnya.


    Tulus juga mengkritisi ritme kerja supir ojol yang terkesan dieksploitasi. Dengan adanya tuntuan mendapatkan poin untuk memperoleh bonus, para ojol tidak diberikan kesempatan istirahat. Jika ingin poinnya banyak maka bisa jadi bekerja sampai malam. ”Aplikator harus memberikan kesempatan agar para driver ini istirahat,” bebernya.

    Saran lainnya yang diungkapkan Tulus adalah pemberlakukan ojol sebagai angkutan lingkungan. Mereka dapat beroperasi hanya pada kawasan tertentu dengan jarak yang tidak jauh.


    Untuk permasalahan tarif, Tulus mengatakan jika harus ada audit. Selama ini memang tidak ada keterbukaan oleh aplikator dalam menentukan tarif. Aplikator menurut Tulus harus berembug untuk menentukan tarif. ”Yang terpenting tidak melanggar undang-undang tentang larangan monopoli dan persaingan usaha,” ungkapnya. (lum/lyn)


    Berita Terbaru :


    Scroll to Top