• Berita Terkini

    Selasa, 17 April 2018

    Pemerintah Cermati Fluktuasi Harga Minyak

    JAKARTA - Pada perdagangan akhir pekan lalu indeks harga minyak dunia berada pada level tertinggi selama 3 tahun terakhir menjadi USD 67,39 per barel untuk West Texas Intermediate (WTI). Angka ini lalu turun menjadi USD 66,66 per barel pada perdagangan Senin (16/4) untuk WTI.


    Terkait pergerakan harga minyak tersebut,  Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, meski harga minyak dunia terus naik, pemerintah masih menilai angkanya belum terlalu mengkhawatirkan. ”Kamu jangan terlalu risau dengan perkembangan (harga minyak). Nanti kita ikuti dengan baik,” ujarnya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin (16/4/2018).


    Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) menambahkan, saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi dan perhitungan terhadap struktur APBN. Untuk kemudian mengambil kebijakan apa yang nantinya ditempuh. ”Pemerintah juga berhitung apa yang pas dilakukan dan apa yang tidak dilakukan. Pemerintah juga mengevaluasinya,” imbuhnya.


    Saat ditanya potensi melakukan perubahan dalam struktur makro pada APBN perubahan 2018, pria berdarah batak itu juga enggan menjelaskan lebih lanjut. ”Aku ga mau jawab dulu,” tuturnya.


    Menteri ESDM Ignasius Jonan juga enggan membeberkan terkait strategi pemerintah menghadapi tekanan kenaikan harga minyak. Beberapa kali ditanya, dia hanya menjawab singkat sambil terus berjalan. ”Itu nanti dulu,” kata mantan Dirut PT KAI itu.


    Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah belum berencana melakukan penyesuaian asumsi makro, dalam hal ini harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP). Sekali pun per 31 Maret, realisasi harga minyak mentah Indonesia sudah melebihi target yang ditetapkan dalam APBN 2018. Dalam APBN, dinyatakan bahwa ICP ditargetkan di angka USD 48 per barel, sementara hingga akhir Maret ini, realisasi ICP telah mencapai USD 63,0 per barel.


    ”Dari sisi asumsi makro tidak ada update. Karena kita lebih melihat kepada kondisi yang menjelaskan, terutama dinamika yang meningkatkan kewaspadaan kita terhadap pelaksanan APBN 2018, karena ada beberapa indiaktor yang mengalami perubahan,” jelasnya di Gedung Kemenkeu, kemarin.


    Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu, fluktuasi harga minyak dipengaruhi banyak hal, tidak hanya karena adanya serangan terhadap Syria. Karena itu, pihaknya akan mengamati pergerakan harga minyak terutama terkait pengaruhnya terhadap kinerja APBN di tahun ini.


    ”Kalau masalah harga minyak itu banyak faktor. Syria is one thing. Kedua, berhubungan dengan OPEC (organisasi negara eksporter minyak), kerjasama Arab Saudi dan Rusia untuk bisa menjaga disiplin dari produksinya. Ketiga, momentum pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan permintaan terhadap energi meningkat,” jelasnya.


    Sri Mulyani menyebut, semua faktor itu akan terus dicermati pemerintah. Sebab, harga minyak tetap bisa meningkat dari berbagai faktor yang objektif dan tidak ada satupun yang bisa memproyeksi secara pasti pergerakannya. ”Yang harus kita jaga itu pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat  dan APBN kita,” katanya.


    Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, penurunan harga minyak terjadi lantaran perusahaan minyak di Amerika Serikat menambah 8 rig pengeboran per 13 April kemarin. Penambahan rig ini mencerminkan potensi peningkatan produksi. ”Jadi, total 815 rig tertinggi sejak Maret 2015 atau naik 20 persen dari tahun lalu,” ungkapnya kemarin (16/4).


    Hal ini pun membuat indikasi pasokan minyak dunia berpotensi meningkat. Pengaruh harga minyak juga terdorong oleh spekulasi di pasar komoditas minyak. Setelah indeks harga minyak Brent naik hingga USD 72 per barel, para spekulan pun melakukan profit taking.


    Aksi jual ini lah membuat harga minyak dunia turun. ”Masih fluktuatif harga minyak dunia. Kelanjutan serangan AS juga penting. Jika ada serangan kedua, harga minyak naik lagi,” ujarnya.


    Meski demikan dia memperkirakan harga indeks harga minyak Brent masih bisa tembus di atas USD 75 barel dalam waktu dekat. ”Temporer melihat beberapa hari ke depan karena bisa jadi ada surprise dari perkembangan Suriah dan perang dagang,” urai Bhima.


    Sementara itu, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) Gigih Prakoso mengatakan, pihaknya masih mengkaji kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja keuangan maupun investasi perseroan. ”Nanti ya. Itu sensitif,” ujarnya.


    Pihaknya pun enggan untuk memaparkan lebih jauh potensi kerugian Pertamina saat pemerintah memerintahkan agar harga solar dan premium ditahan tidak naik. Apalagi, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga sudah mewajibkan operator SPBU agar meminta izin terlebih dahulu jika ingin menaikkan harga BBM nonsubsidi, seperti Pertamax cs. “Kami akan terus melakukan efisiensi untuk menekan potential loss akibat kenaikan harga minyak dunia. (far/ken/vir/ang)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top