• Berita Terkini

    Senin, 23 April 2018

    Menambah Batas Usia Menikah Bukan Solusi Atasi Pernikahan Usia Anak

    JAKARTA – Pemerintah berencana menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang perkawinan. Tujuannya adalah menekan kasus pernikahan di usia anak. Salah satunya dengan menambah batas usia menikah. Beberapa kalangan melihat penambahan usia bukan solusi persoalan berkeluarga yang kerap terjadi.


    Selama ini batas minimal usia pernikahan diatur dalam UU 1/1974 tentang Perwakinan. Di dalam undang-undang ini diatur bahwa batas minimal usia boleh menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun. Sedangkan untuk perempuan adalah 16 tahun. Sementara itu usia anak-anak di negeri ini dibatasi hingga 17 tahun. Sehingga ketentuan batas usia perkawinan itu membuka kesempatan perkawinan di usia anak.


    Lantas pernikahan di usia dini atau usia anak-anak itu dikatikan dengan sejumlah persoalannya. Diantaranya adalah pihak perempuan dalam keluarga, rentan terjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kemudian pernikahan di usia anak bagi perempuan, juga beresiko mendatangkan masalah saat persalinan.


    Dosen Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih Fakultas Syariah IAIN Jember Muhammad Noor Harisudin mengatakan penambahan batas minimal usia perkawinan, khususnya bagi perempuan, tidak serta-merta menjawa persoalan tadi. Misalnya terkait dengan masalah KDRT. ’’KDRT itu persoalan edukasi. Baik kepada calon mempelai laki-laki maupun perempuan,’’ katanya saat diwawancara kemarin (22/4/2018).


    Harisudin mengatakan untuk menghindarkan perempuan dari KDRT bukan dengan menaikkan batas minimal usia perkawinan. Tetapi dengan memperbanyak program pendidikan pranikah. Melalui pendidikan pranikah tersebut, calon laki-laki maupun perempuan diberikan pembekalan supaya tidak melakukan KDRT ketika sudah berkeluarga.


    Kemudian terkait dengan resiko kesehatan ketika persalinan, pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Jember itu menjelaskan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah berkembang. ’’Di negara lain, ada cara supaya tidak melahirkan di usia dini,’’ katanya. Lagi-lagi kekhawatirkan ganguan kesehatan dari pernikahan di usia anak bisa ditangani. Terkait dengan akses pendidikan maupun pekerjaan, Harisudin mengatakan menikah di usia 16 tahun tidak menghalangi perempuan untuk tetap bisa sekolah, kuliah, maupun bekerja.


    Harisudin mengatakan pembatasan usia perkawinan di UU 1/1974 itu sudah melalui sejumlah kajian dan pertimbangan. Diantaranya adalah batas usia itu sudah memenuhi prinsip kematangan kedua calon mempelai. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 15 dinyatakan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, umur menikah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun.


    ’’Saya tidak setuju (dengan penambahan usia pernikahan, Red),’’ katanya. Dia menegaskan kriteria usia di UU 1/1974 itu sudah ideal. Jangan sampai menambah usia pernikahan itu justru membuka pintu hubungan seks di luar pernikahan. Dia mengatakan saat ini pergaulan anak-anak sudah cukup bebas. ’’Bahkan kalau bisa usia nikah diturunkan (kurang dari 16 tahun, Red),’’ pangkasnya.


    Sementara itu Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan permasalahan pernikahan tidak sekedar pertimbangan sosial, ekonomi, dan kesehatan. ’’Tetapi juga harus mempertimbangkan aspek agama,’’ katanya. Zainut mengatakan pernikahan itu bagian dari perintah agama. Sehingga sah dan tidaknya sebuah perkawinan, harus didasarkan pada nilai-nilai atau ajaran agama.


    Zainut mengatakan menurut pandangan MUI, keberadaan UU 1/1974 tentang Perkawinan merupakan peraturan yang monumental. Regulasi itu lahir atas aspirasi umat Islam pada masa orde baru. MUI meminta kepada pemerintah, sebelum menerbitkan Perppu atas UU 1/1974 supaya berkonsultasi dengan MUI dan ormas-ormas keagamaan lainnya. ’’Supaya isi dalam Perppu tersebut tidak bertentangan dengan nilai atau ajaran agama,’’ jelasnya.


    Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan dukungan terhadap rencana penerbitkan Perppu tentang perkawinan. Namun dia mengatakan belum mengetahui apakah di Perppu itu nantinya akan tertuang klausul penambahan usia minimal perkawinan. ’’Kalau itu (penambahan usia batas perkawinan, Red) harus melalui revisi UU (UU 1/1974, Red),’’ jelasnya. Tetapi pada intinya dia mendukung upaya pemerintah menekan tingkat pernikahan di usia dini.


    Sebelumnya rencana penerbitan Perppu disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Susana Yembise di Istana Bogor Sabtu (21/4). Dia menjelaskan salah satu yang diatur di dalam Perppu itu nantinya soal batas usia minimal perkawinan. Pertimbangannya adalah usia anak adalah mulai lahir sampai umur 18 tahun. Ketentuan ini tertuang dalam UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. (wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top