• Berita Terkini

    Sabtu, 07 April 2018

    Dirdik KPK Kembali Bikin Friksi Terkait Kejanggalan Penanganan E-KTP

    FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS
    JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diterpa masalah internal. Itu setelah Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Brigjen Aris Budiman tiba-tiba mengeluarkan pernyataan mengejutkan, kemarin (6/4). Salah satu pernyataannya terkait kinerja penanganan perkara e-KTP yang dilakukan KPK jauh sebelum Aris menjabat posisi dirdik.


    Pernyataan tersebut muncul tidak lama setelah acara seremonial pelantikan Deputi Penindakan Brigjen Firli dan Direktur Penuntutan (Dirtut) Supardi di Gedung Penunjang KPK kemarin selesai. Aris yang hadir dalam acara itu tiba-tiba memanggil para awak media dan menyampaikan sejumlah pernyataan.


    Awalnya, Aris menceritakan bahwa kemarin dia menerima pesan elektronik (e-mail) yang berisi tentang kritikan terhadap perekrutan penyidik yang dilakukannya. Dalam e-mail itu, penyidik yang dimaksud disebut-sebut sebagai kuda troya (musuh dalam selimut) oleh pengirim pesan e-mail.

    "Hari ini (lkemarin) saya terima e-mail penerimaan pegawai salah satu kasatgas saya, saya minta untuk kembali menjadi penyidik di KPK, dan dia adalah penyidik yang baik," ujarnya.


    Tak terima dengan kiriman e-mail itu, Aris pun mengirim balasan. Dia membela penyidik yang diboyongnya dari kepolisian tersebut. "Dan saya balas e-mail itu, saya katakan saya adalah kuda troya bagi oknum-oknum yang memanfaatkan kesucian KPK untuk kepentingan pribadi," ungkapnya dengan nada tinggi.



    Tidak sampai disitu, Aris kemudian menceritakan tentang kinerja penanganan perkara e-KTP jilid I atau saat awal-awal dimulainya penyidikan terhadap Sugiharto pada 2014 lalu. Pada saat awal penyidikan perkara yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun tersebut, ada beberapa hal yang diklaimnya janggal. "Saya masuk (KPK) tanggal 16 September 2015, perkara (e-KTP) sudah berjalan hampir dua tahun," tuturnya.


    Kejanggalan pertama, kata Aris, yaitu soal tidak pernah diperiksanya bos Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem (rekanan e-KTP tahun 2011-2012) di awal penyidikan tersebut. Begitu pula kantor Biomorf di Jakarta yang tidak pernah digeledah. Proses hukum terhadap Johannes Marliem kini sudah tidak bisa dilakukan lantaran Marliem telah meninggal dunia tahun lalu.


    "Anda bisa cek ini (Marliem tidak pernah diperiksa), ucapan saya akan beresiko hukum bagi saya," terangnya. Menurut Aris, penanganan e-KTP yang bisa menyeret banyak pihak seperti sekarang ini adalah karena masuknya penyidik dari direktorat penuntutan. "Berulang kali kami gelar perkara itu (e-KTP) tidak jalan dan setelah kami masukan penyidik dari dirtut, semuanya (penanganan e-KTP) Anda lihat seperti sekarang ini."


    Pernyataan Aris itu pun menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya pengirim e-mail dan pihak yang dianggap tidak maksimal menangani perkara e-KTP jilid 1 tersebut? Saat dikonfirmasi Jawa Pos melalui pesan singkat, Aris belum mau mengatakan secara detail. "Akan saya jelaskan pada waktunya," ucapnya. "Akan saya bongkar semua," imbuh perwira polisi bintang satu itu.



    Meski tidak secara gamblang menyebut pihak yang akan diungkap, pernyataan Aris tersebut jelas menjurus pada tim penanganan perkara e-KTP jilid 1. Saat itu, jaksa KPK Irene Putri menjabat sebagai kepala satuan tugas (kasatgas) perkara proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Dibawah Irene, ada beberapa tim yang terdiri dari penyidik, penyelidik dan penuntut.


    Saat dikonfirmasi, Irene tidak mau banyak berkomentar. Dia hanya menyatakan, perkara e-KTP memerlukan waktu yang panjang untuk sampai pada penetapan sejumlah tersangka seperti sekarang ini. Tersangka itu antara lain, Sugiharto, Irman, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Setya Novanto, Markus Nari, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung.


    "Jangan tanya saya (soal pernyataan Aris), yang jelas perkara ini (e-KTP) memakan waktu yang panjang," ucapnya kepada Jawa Pos. Meski demikian, Irene memastikan tidak ada masalah dengan Aris secara personal. Sebaliknya, dia menilai pernyataan Aris kemarin justru memuji kinerja satgas e-KTP yang dibawahinya. "Hubungan saya baik banget sama Pak Aris," ujarnya.


    Irene mengakui, di awal-awal penyidikan, tim direktorat penuntutan tidak masuk dalam penyidikan. Setelah penanganan perkara e-KTP bergulir, baru ada tambahan penyidik dari dirtut. "Timnya (awalnya) sama, hanya kemudian ada anggota saya (dirtut) yang masuk dalam tim dik (penyidikan)," ungkap perempuan berkacamata tersebut.

    Lantas bagaimana tanggapan KPK secara kelembagaan terkait intrik tersebut ? Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya masih belum tahu pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan Aris. KPK pun bakal mengedepankan diskusi bila terjadi perbedaan pendapat seperti itu. "Itu yang nanti akan diperjelas, sebenarnya apa yang ingin disampaikan," terang Febri.


    Terkait persoalan e-mail, Febri tidak bisa berbicara banyak. Sebab, dirinya belum sempat membaca e-mail yang dimaksud. "Di KPK itu wajar kalau ada proses diskusi saling mengirimkan dan menjawab (e-mail)," paparnya. Begitu pula soal belum diperiksanya bos Biomorf dan penggeledahan kantor Biomorf, Febri menjawab normatif. "Di tuntutan Novanto juga bisa dilihat kan," imbuh dia.


    Meski demikian, Febri menyatakan perkara e-KTP memang kerap terjadi pembahasan intensif antara penyelidik, penyidik dan penuntut. Proses itu pun masih berjalan seiring rencana KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut. "Di dalam proses ekspose (gelar perkara) misalnya, dibahas bersama, diuji apakah bukti-bukti cukup apakah bukti permulaan yang cukup itu ada sehingga bisa ditetapkan tersangka baru atau tidak," ungkap dia.


    Untuk diketahui, friksi di KPK tidak hanya kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Aris Budiman juga dikabarkan berseteru dengan Novel Baswedan terkait persoalan e-mail yang berisi kritikan. Bahkan, perseteruan itu sempat dilaporkan Aris ke Polda Metro Jaya. Kondisi itu pun sempat membuat situasi internal di deputi penindakan KPK memanas. Muncul gap antara kubu Novel dan kubu Aris.


    Bukan hanya itu, sebelumnya juga muncul pro dan kontra di tubuh KPK terkait dengan kehadiran Aris dalam kegiatan panitia khusus (pansus) Hak Angket DPR terhadap KPK. Kala itu, Aris memenuhi undangan pansus tanpa persetujuan pimpinan KPK. Langkah Aris tersebut sempat ditangani pihak pengawasan internal komisi antirasuah.


    Koalisi Masyarakat Antikorupsi Dahnil Anzar Simanjuntak menilai penanganan friksi yang kembali terjadi di internal KPK bergantung sikap pimpinan. Pihaknya pun menanti sikap tegas pimpinan terhadap pernyataan Aris yang terkesan "membongkar" dapur KPK tersebut. "Sekali lagi, pimpinan KPK tidak mempunya keberanian dan integritas," kritik pria yang juga Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah tersebut. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top