• Berita Terkini

    Kamis, 19 April 2018

    Bos Pabrik Miras Pembunuh 51 Orang Dibekuk

    JAKARTA— Polda Jawa Barat yang bertekad untuk membongkar habis pabrik miras Cicalengka berhasil membekuk bos pabrik pembunuh 51 orang itu di Musi Banyasin, Sumatera Selatan kemarin. Syamsudin Simbolo, bos pabrik miras maut itu tertangkap dalam persembunyiannya di sebuah gubuk di tengah kebun sawit.


    Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto membenarkan penangkapan terhadap bos miras tersebut. Yang utama, konferensi pers terhadap bos pabrik ini akan dilakukan di Alun-Alun Cicalengka. ”Biar semua orang mengetahui,” terangnya melalui pesan singkat kepada Jawa Pos.


    Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Barat menjelaskan, Syamsudin ditangkap di sebuah gubuk yang letaknya di tengah kebu kepala sawit. ”Ada warga yang membantu persembunyiannya,” jelasnya.


    Selama buron beberapa hari itu, Syamsudin memang berpindah-pindah lokasi. Banyak cara yang dilakukan untuk bisa mengelabui pertugas. ”Namun, dengan profiling petugas, akhirnya bisa dibekuk,” tegasnya.


    Dengan begitu, bos pabrik miras ini akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. ”Kami fokus perkara pokok dulu, setelah itu menyentuh yang membantu dia bersembunyi,” terangnya.


    Gajah dipelupuk mata tak tampak, tapi semut di seberang lautan terlihat. Barang kali istilah itulah yang tepat menggambarkan kondisi razia ”ratakan tanah” pada produsen dan penjual miras oplosan yang digaungkan Polri. Setelah 51 orang di Jawa Barat dan 31 orang di DKI Jakarta meninggal dunia akibat miras, Wakapolri Komjen Syafruddin telah menginstruksikan ”meratakan tanah”alias memproses hukum produsen dan penjual miras di seluruh Indonesia.


    Namun, hanya sepelempar batu dari Mabes Polri penjual miras masih bebas menjual minuman maut tersebut. Setidaknya ada dua lokasi penjual miras yang bila ditempuh berjalan kaki  hanya butuh waktu sekitar 10 menit dari kantor yang dulu disebut Markas Besar Kepolisian (Mabak) tersebut.


    Lokasi pertama berada di Jalan Bulungan, tepat di depan gedung sekolah SMA 70. Tepatnya, berada di halter SMA 70. Entah mengapa lokasinya dekat sekali dengan pusat belajar anak-anak. Jawa Pos kemarin membeli miras tersebut untuk membuktikan kebenarannya.


    Di Jalan Bulungan itu tidak tampak ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya ada beberapa pedagangan kaki lima yang sedang mangkal. Tidak ada warung remang-remang atau semacamnya.


    Namun, bagi kalangan anak muda sudah mahfum bila di lokasi itu ada penjual miras. Jualannya tanpa gerobak, tanpa tanda apapun dan tanpa bunyi dangdut yang biasanya terdengar di warung remang-remang.


    Hanya saja, di halte yang kurang penerangan itu, berkumpul sekitar tiga orang. Satu orang menduduki beberapa bah kardus yang tersusun. Dan dua orang lainnya duduk di halte. Penjual miras itu sudah cukup dikenal, karenanya tidak lagi perlu gerobak dan semacamnya untuk menjual.


    Informasinya, penjual berinisial MN. Saat didekati dan langsung menyebut MN, penjual ini langsung merespon. ”Mau yang mana,” tutur lelaki kurus tersebut. Dia langsung menawarkan ada dua jenis, Merah dan Intisari. Merah merujuk pada minuman keras jenis anggur merah dan intisari merupakan minuman keras gingseng dengan merk intisari.

    Saat ditanya berapa harga mirasnya, MN Menyebut bahwa untuk yang Merah harganya Rp 60 ribu dan untuk yang Intisari harganya 85 ribu. ”Yang mana,” tuturnya singkat, lalu Jawa Pos menyetujui untuk memberli yang merah.


    MN lantas berdiri dari dudukan kardusnya. Dia mengambil satu kardus yang baru saja didudukinya dan membukanya. Tampak belasan botol dari dalam kardus itu. ”Di plastik aja ya, biar gak keliatan,” tuturnya MN.


    Saat jual beli itu, dua orang lelaki yang awalnya ngobrol dengan MN tidak menjauh. Keduanya ikut mendampingi, mereka melihat penjualan itu dan mereka juga tampak mencoba untuk melihat kondisi dan situasi. Mereka bisa jadi ikut membekingi penjualan miras tersebut.

    Mata jelalatan kedua orang itu dan kondisi MN yang pendiam membuat kesulitan untuk bisa mengorek dari mana asal miras tersebut. Dengan singkat miras yang sudah diplastik transparan dan dilapisi plastik kresek hitam disodorkan. Seteah membayar, MN langsung berterima kasih. Tandanya, harus segera cabut dan tidak ingin banyak cingcong.

    Di lokasi lainnya, jaraknya hampir sama. Tapi posisinya, hampir ada di depan Mabes Polri. Tepatnya di kawasan ruko Blok M. Untuk mencapai lokasi, dari lapangan Bhayangkara sekitar 500 meter ke arah terminal Blok M.


    Letaknya, berdampingan dengan terminal Blok M. Di jalan Palatehan, sebuah gerobak jamu warna hijau yang mangkal di samping kantor sebuah bank. Jawa Pos berupaya untuk membeli miras kepada penjual itu, saat mencari lokasi penjual seorang juru parkir kepada gerobak warna hijau tersebut. ”Itu gerobak hijau,” ujar juru parkir dengan seragam biru muda.


    Saat mendekati gerobak itu, penjual ternyata nongkrong di motor-motor yang terparkir. Setelah menyebut ingin membeli miras, sang penjual lelaki yang bertopi mengaku tidak punya. ”Enggak jualan,” ujarnya sembari tengak tengok.


    Namun, salah seorang pedagang kaki lima yang berjualan sekitar 20 meter dari gerobak jamu justru menunjuk gerobak hijau itu bila ingin membeli miras. ”Salah alamat kalau kesini, itu yang gerobak hijau,” terangnya.


    Sementara Kapolres Jakarta Selatan Kombespol Indra Djafar saat dikonfirmasi tidak merespon. Telepon dan pesan singkat melalui Whatsapp (WA) hanya terlihat dua centang biru, tanda telah dibaca.


    Semangat pemberantasan miras memang terasa. Namun, perlu untuk melibatkan semua pihak, biar tidak muncul kondisi ironis dimana dekat Mabes Polri ada penjual miras yang senyum-senyum sembari menawarkan dagangan mautnya.  (idr)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top