• Berita Terkini

    Jumat, 16 Maret 2018

    Wakil Ketua MPR Saksi Meringankan Setnov

    fotodokJAWAPOS
    JAKARTA – Kubu terdakwa kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto (Setnov) terus berupaya melawan argumen hukum jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya itu salah satunya dengan menghadirkan saksi dan ahli meringankan bagi mantan ketua umum Partai Golkar tersebut.


    Kemarin (15/3/2018), kubu Setnov menghadirkan Wakil Ketua MPR Mahyudin sebagai saksi meringankan. Sedangkan ahli yang diundang adalah pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir dan ahli hukum tata negara dari Universitas Padjajaran (Unpad) I Gede Pantja Astawa. ”Sebagai warga negara tentu kita punya kewajiban memberikan keterangan sesuai fakta,” kata Mahyudin.


    Sebagai tokoh Partai Golkar, Mahyudin mengklaim keterangan yang diberikan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sama sekali tidak berpihak. Dia menjelaskan seputar kehidupan pribadi Setnov, seperti kerap menerima tamu di rumahnya. Latar belakang tamu dinilai bervariasi. Mulai dari tokoh partai, masyarakat sipil sampai pengusaha.


    ”Saya menjelaskan apa yang saya ketahui tentang kehidupan sehari-hari Pak Novanto, teknis-teknis saya tidak terlalu menguasai,” ujar Mahyudin usai sidang. Ketika persidangan, Mahyudin juga menyatakan bahwa Setnov merupakan pengusaha kaya. ”Beliau (Setnov) usahanya banyak, tetapi saya tidak pernah konfirmasi ke beliau,” tuturnya saat sidang.


    Meski teman dekat, Mahyudin enggan berbicara banyak soal usaha keluarga Setnov. Khususnya bisnis PT Mondialindo Graha Perdana yang mayoritas sahamnya dikuasai keluarga Setnov. Mulai istri, Deisti Astriani Tagor dan anak Setnov, Rheza Herwindo. Perusahaan itu diketahui tercatat memiliki saham mayoritas di PT Murakabi Sejahtera, peserta lelang e-KTP tahun 2011-2012.


    ”Kalau usaha keluarga saya tidak tahu,” kata Mahyudin menjawab pertanyaan jaksa penuntut KPK Ahmad Burhanudin tentang usaha keluarga Setnov.


    Selain itu, Mahyudin kemarin menyebut persoalan e-KTP yang membelit Setnov terlalu jauh. Sebab, secara formal, Setnov yang kala itu menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar bukan termasuk pihak yang berwenang menentukan anggaran. ”Kalau ada pelanggaran, mestinya di komisi, di banggar dan pemerintahnya dulu yang bertanggungjawab (bukan Setnov),” tuturnya.


    Menurut dia, fraksi bukan alat kelengkapan dewan, seperti komisi dan badan anggaran (banggar). Tugas fraksi, kata dia, hanya mengkoordinir anggota-anggota fraksi yang membahas anggaran di komisi. ”Secara teknis, fraksi itu bukan alat kelengkapan dewan,” imbuh dia. Atas dasar itu, Mahyudin menyebut Setnov tidak memiliki celah mengintervensi penganggaran e-KTP.


    Sebelum pemeriksaan saksi meringankan untuk Setnov, jaksa penuntut KPK pada sidang Rabu (14/3) mengagendakan konfrontasi Setnov dengan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan rekan bisnisnya Made Oka Masagung. Dalam persidangan itu, sempat muncul drama antara para saksi dan Setnov.


    Drama itu muncul saat Setnov tiba-tiba bertanya kepada Irvanto soal pendistribusian uang kepada sejumlah anggota DPR ketika proyek e-KTP bergulir tahun 2011-2012. Dalam pertanyaan itu, Setnov terkesan menuding keponakannya sendiri sebagai kurir duit fee e-KTP untuk beberapa anggota dewan di Senayan yang menjabat periode 2009-2014.


    ”Saya tanya ke Irvan (waktu e-KTP bergulir), apa benar kasih uang kepada beberapa orang, jawabanya, saya (Irvanto) cuma disuruh Andi (Narogong). Apa masih ingat?,” tanya Setnov kepada Irvanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Irvanto pun menjawab tidak ketika dituduh sebagai kurir duit ijon e-KTP untuk DPR. ”Nggak ada pak,” jawab mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu.


    Pertanyaan serupa juga diajukan Setnov kepada rekannya sendiri, Made Oka Masagung. ”Pak Oka, pada Oktober-November (2011), Pak Oka dan Andi (Narogong) pernah ke rumah saya, ini juga saya tanya juga ke Andi, Pak Oka pernah serahkan uang ke dewan? Masih ingat?,” tanya Setnov. Senada dengan Irvanto, Oka pun menjawab tidak. ”Saya nggak pernah kasih,” jawab Oka. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top