• Berita Terkini

    Kamis, 08 Maret 2018

    Kang Juki: Angka Kemiskinan dan Daerah Miskin itu Beda

    Achmad Marzoeki
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Isu Kabupaten Kebumen sebagai daerah termiskin merebak lagi di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Hal ini bisa jadi dipicu update data baik yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 3 Januari 2018 maupun BPS Jateng 24 Januari 2018.

    Dari data terbaru tersebut, jumlah penduduk miskin Kabupaten Kebumen sebanyak 233,40 ribu jiwa atau 19,6 persen dari jumlah penduduk 1.192.007 jiwa. Data-data dikutip dari laman BPD Jateng https://jateng.bps.go.id

    Dari sisi jumlah penduduk miskin, Kebumen menduduki urutan ke-4 setelah Brebes (343,50 ribu), Banyumas (283,20 ribu) dan Cilacap (238,30 ribu). Sementara dari sisi persentase menduduki posisi ke-2 setelah Wonosobo (20,32 persen).

    Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Marzoeki, mengatakan berdasarkan data persentase penduduk miskin itulah kemudian disederhanakan dengan menyebut Kabupaten Kebumen sebagai daerah termiskin kedua di Jateng.

    "Latar belakang penyebutan daerah miskin tersebut bisa menimbulkan pemahaman dan penilaian yang berbeda terhadap Kebumen," tegas Achmad Marzoeki, Rabu (7/3).

    Menurut dia, sebutan daerah miskin atau kaya semestinya didasarkan pada nilai pendapatan rata-rata penduduknya. Seperti halnya sebutan negara kaya atau miskin juga didasarkan pendapatan per kapita warganya.

    "Sampai saat ini belum ada yang menyebut angka kongkret, berapa pendapatan rata-rata penduduk Kebumen dan berapa daerah lain di Jawa Tengah," kata pria yang karib disapa Kang Juki ini.

    Kang Juki memaparkan, secara sederhana mungkin pendapatan rata-rata penduduk Kebumen bisa didapatkan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. Namun itu belum cukup valid, mengingat banyak penduduk Kebumen yang menjadi TKI dan mengirimkan sebagian penghasilan kepada keluarganya.

    Dari data jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin, lanjut dia, pesan yang mestinya diberikan kepada masyarakat Kebumen adalah masih adanya ketimpangan penghasilan antara orang kaya dan miskin. Distribusi barang dan jasa belum merata bisa diakses semua penduduk. Kepedulian kepada lingkungan terdekat yang mesti ditingkatkan.

    "Beberapa persoalan kemiskinan yang diunggah di media sosial mengindikasikan lingkungan terdekatnya kurang peduli, sehingga malah orang jauh yang peduli," ungkapnya.

    Ia membeberkan, beberapa program Pemkab Kebumen yang sudah dicanangkan mestinya bagian dari upaya mengatasi ketimpangan penghasilan tersebut. Seperti gerakan Sapu Sada (Satu Perusahaan Satu Desa Binaan) atau ajakan untuk membeli dan mengkonsumsi produk lokal.

    Kalau masyarakat Kebumen lebih gemar mengkonsumsi produk luar daerah, akan mengurangi perputaran uang di Kebumen. Akibatnya kurang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    "Jangan sampai karena bupatinya menjadi tersangka korupsi lantas semua kebijakannya dinilai jelek semua. Yang bagus mestinya perlu dilanjutkan jika Pemkab Kebumen berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kebumen," sindir penulis Novel Silang Selimpat ini.

    Kang Juki, mengungkapkan mulai menggeliatnya aktivitas ekonomi BUMDes dengan produk lokal unggulannya juga perlu didukung masyarakat. 'Sehingga persoalan kemiskinan tidak dijadikan bahan ledekan tapi ada aktivitas kongkret setiap penduduk untuk mengantisipasinya walau hanya dengan langkah sederhana, membeli produk barang atau jasa tetangga," tandasnya.(ori)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top