• Berita Terkini

    Rabu, 28 Maret 2018

    Ijin Empat Biro Umrah Dicabut

    JAKARTA – Maraknya kasus penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang nakal, Kementerian Agama menerbitkan aturan baru. Aturan bernomor PMA 08/2018 itu diharapkan akan mengurangikecurangan PPIU. Sementara itu empat PPIU yang terbukti nakal, kemarin (27/3/2018) dicabut ijinnya.


                Empat PPIU yang dicabut ijinnya adalah PT Amanah Bersama Ummat (ABU Tours) yang berdomisili di Makassar, Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung, Mustaqbal Prima Wisata di Cirebon, dan Interculture Tourindo. ”SK (surat keputusan,Red) pencabutan telah disampaikan kepada masing-masing pihak melalui Kanwil Kemenag setempat,” tegas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah(PHU) Kementerian Agama Nizar Ali.


                Lebih lanjut Nizar menjelaskan jika pencabutan terhadap Abu Tours, SBL, dan Mustaqbal Prima Wisata dilakukan karena mereka telah terbukti gagal memberangkatkan jemaah. Sedangkan Interculture dicabut karena tidak lagi memiliki kemampuan finansial sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah. Hal itu terjadi setelah bank garansinya disita pihak kepolisian terkait kasus First Travel (FT). ”Interculture adalah PPIU yang berafiliasi dengan FT,” ucap Nizar kemarin saat ditemui di kantornya.


    Penutupan empat biro tersebut bersifat permanen. Sementara untuk nasib jamaahnya, menurut Nizar, biro travel tersebut harus memenuhi hak jamaah. Baik yang akan berangkat maupun memilih untuk pengembalian. "Dalam SK yang kami terbitkan, ada bab mengenai itu," ucapnya. Sementara itu jika biro tersebut akan menggunakan nama lain, Nizar menjamin prosesnya akan lama. Sekitar dua tahun. Alasannya, dinas pariwisata harus memberikan ijin.


                Sementara itu mengenai regulasi baru, otomatis menggantikan aturan sebelumnya. Aturan mengenai ibadah umrah, sebelumnya diatur dalam PMA Nomor 18 Tahun 2015. ”Regulasi baru ini diberlakukan untuk membenahi “industri” umrah. Saat ini umrah semakin diminati umat Islam sehingga berkembang menjadi “bisnis” yang besar. Dalam setahun rerata jemaah umrah dari Indonesia mencapai hampir 1 juta orang,” tutur Nizar.  Diharapkan PMA 08 ini akan menyehatkan “bisnis” umrah sekaligus melindungi jemaah. Nizar mengakui jika selama ini ibadah umrah terganggu oleh pelaku bisnis yang nakal sehingga jemaah rentan menjadi korban.


                Nizar mengatakan jika penyelenggara perjalanan ibadah umrah merupakan bisnis yang harus disesuaikan dengan syariah. Tidak boleh lagi ada penjualan paket umrah menggunakan skema ponzi, sistem berjenjang, investasi bodong, dan sejenisnya yang berpotensi merugikan jemaah. Untuk itulah izin penyelenggaraan umrah akan diperketat.

                Selain itu, izin menjadi PPIU hanya akan diberikan kepada biro perjalanan wisata yang memiliki kesehatan manajemen dan finansial. Catatan lainnya adalah tidak pernah tersangkut kasus hukum terkait umrah, taat pajak, dan tersertifikasi.”Secara berkala PPIU akan diakreditasi oleh lembaga yang ditunjuk Kemenag,” ungkapnya.

                Patokan biaya perjalanan umrah pun juga diatur. Begitu juga dengan standar pelayanan minimum. Sehingga menjadi acuan bagi masyarakat dalam menerima paket umrah.


                Nizar juga mewanti-wanti agar rekruitmen jamaah harus dilaporkan ke Kemenag. Pelaporan tersebut berbasis elektronik. Kemenag kini sedang mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SIPATUH).


                ”Prinsip dasar kerja SIPATUH adalah memberikan ruang bagi jemaah untuk dapat memantau rencana perjalanan ibadah umrahnya, sejak mendaftar hingga sampai pulang kembali ke Tanah Air,” ujarnya. Jemaah akan memperoleh nomor registrasi pendaftaran sebagai bukti proses pendaftaran yang dilakukan sesuai peraturan.

    Artinya, proses akhir pendaftaran adalah keluarnya nomor registrasi umrah. Dengan nomor tersebut bisa sebagai komunikasi antara jemaah dapat memantau proses persiapan keberangkatan hingga kepulangan yang dilakukan oleh PPIU. ”Saat ini, SIPATUH sedang dalam tahap ujicoba sampai dengan 31 Maret 2018 dan akan aktif diberlakukan per April 2018 setelah diresmikan Menteri Agama,” ungkapnya.


    Pengamat haji dan umrah dari UIN Syarif Hidayatullah Dadi Darmadi mengatakan kasus ABU Tours mengulang kasus First Travel. Dia mengatakan modusnya sama. Yakni membuat paket umrah murah. Kemudian uang jamaah diputar sedemikian rupa, sampai ujungnya mengalami masalah financial. Akhirnya jamaah dikorbankan karena tidak jadi berangkat umrah.


    ’’Artinya semakin banyak kasus umrah. Kemenag harus merespon cepat,’’ jelasnya. Dadi mengatakan Kemenag harus memaksimalkan kerjasama dengan lembaga lain. Diantaranya asosiasi travel haji khusus dan umrah. Dia mengatakan kasus seperti First Travel maupun ABU Tours sebenarnya sudah pernah diprediksi sejak dua tahun lalu. Tetapi tidak ada upaya cepat, sampai akhirnya kasus meledak dan terlanjut memiliki jamaah banyak.



    Dia menjelaskan penanganan persoalan umrah tidak cukup dengan pencabutan izin saja. Tetapi harus dilakukan dengan deteksi dini. Misalnya Kemenag secepatnya memeriksa travel umrah yang menetapkan biaya terlalu murah alias tidak wajar. Kemudian Kemenag juga segera mendeteksi jika ada praktik bisnis umrah yang menjalankan sistem MLM, ponzi, atau sejenisnya. ’’Harus lebih peka mana yang berpotensi menimbulkan masalah,’’ tutur dia.


    Terkait dengan regulasi umrah yang baru, Dadi mengatakan secepatnya Kemenag sosialisasikan ke masyarakat. Sehingga masyarakat bisa memiliki pandungan untuk memilih travel umrah yang bisa dipercaya. Dia menjelaskan upaya sosialisasi ini juga butuh upaya ekstra. Namun dia yakin melalui jaringan Kemenag yang sampai tingkat kecamatan, sosialisasi umrah yang aman bisa tersampaikan dengan baik. (lyn/wan)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top