• Berita Terkini

    Selasa, 13 Februari 2018

    Umat Beragama di Kebumen Diminta tak Terprovokasi Terkait Penyerangan Gereja Sleman

    fotoahmadsaefurrohman/ekspres
    KEBUMEN (kebumenekspres.com)- Umat beragama di Kebumen diminta tidak terprovokasi pasca rentetan persekusi terhadap pemuka agama. Dalam dua pekan terakhir sudah terjadi empat kali penyerangan terhadap tokoh agama, termasuk kasus penyerangan terhadap jemaat gereja St Ludwina di Sleman, Yogyakarta, Minggu (11/2/2018) pagi.

    Aksi teror tersebut diyakini sengaja dilakukan untuk memecah belah antar umat beragama. “Kami meyakini itu bukan semata persoalan agama, hanya tindak kekerasan oleh perseorangan. Dengan ini kami berharap kepada seluruh warga Kebumen untuk tidak terprovokasi dengan aksi tersebut,” ujar Ketua Badan Kerjasama Gereja - Gereja
    Kebumen yang juga pendeta Gereja Menara Kasih Sruweng saat menerimma kunjungan Kapolres Kebumen,AKBP Arief Bahtiar, Senin (12/2) siang.

    Pendeta Dadang mengatakan, insiden penyerangan terhadap pemuka agama tentu mengundang keprihatinan. Apalagi di semua agama jelas melarang perbuatan keji tersebut. Untuk itu dia kembali meminta umat beragama tidak terpancing upaya-upaya yang sengaja memanfaatkan situasi untuk mengadu domba antarumat beragama.

    Terkait Pilkada Jateng, Dadang mengajak masyarakat, khususnya umat kristiani untuk ikut mewujudkan pesta demokrasi yang bersih, aman dan kondusif. Segala macam berita hoax harus dihindari dan tidak sembarangan membagikan (share) berita yang belum tentu kebenarannya, apalagi yang berkaitan dengan isu SARA.

    Kapolres Kebumen AKBP Arief Bahtiar SIK dalam kunjungan tersebut menegaskan jika Polres Kebumen siap mengamankan semua tempat peribadatan di Kebumen.
    Baik gereja, masjid/mushola, vihara maupun kelenteng.

    Pasca kejadian di Sleman, pihaknya memerintahkan jajaran personil dan anggota untuk berkoordinasi dengan pengurus gereja saat hendak melakukan kegiatan
    peribadahan. “Intinya jika ada yang meminta pengamanan kami siap menerjunkan personil,”

    Terpisah, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memastikan Suliono yang menyerang gereja Santa Lidwina merupakan jaringan anggota teroris. Suliono tercatat pernah berada di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).


    Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) tersebut menjelaskan, pelaku terindikasi kuat terkena paham radikal yang pro dengan kekerasan. ”Dia pernah ke Poso Sulteng, di sana ada kelompok Santoso,” paparnya kemarin di gedung Promoter Polda Metro Jaya.


    Yang semakin menguatkan adalah pelaku pernah membuat paspor yang rencananya dipergunakan untuk berangka ke wilayah ISIS di Suriah. Namun, dia tidak berhasil berangkat. ”Mabes Polri dan Polda terus mendalami siapa pelaku,” ujarnya.


    Kemungkinan besar setelah gagal berangkat itu, pelaku memutuskan untuk melakukan amaliyah. ”Yang dalam tanda petik menyerang kafir versinya sendiri,” terang mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.


    Menurutnya, yang saat ini sedang digali lebih dalam terkait Suliono ini apakah hanya lone wolf alias pelaku tunggal atau justru merupakan bagian dari sebuah jaringan. ”Kami ingin mengetahuinya,” tuturnya.


    Karena itu pelaku yang saat ini sedang dirawat tentu jangan sampai meninggal dunia. Tito sudah menginstruksikan agar pelaku diberikan perawatan kesehatan terbaik sehingga, nantinya bisa dilakukan pemeriksaan. ”Kita akan korek informasi dari yang bersangkutan,” urainya.


    Yang juga penting, anggota kepolisian yang melumpuhkan pelaku, namun tetap berupaya agar pelaku tetap hidup. ”Saya apresiasi yang tinggi pada anggota yang melumpuhkan. Cepat datang ke TKP,” paparnya.


    Tito juga berharap masyarakat jangan mengkait-kaitkan antara kasus di penyerangan gereja. Sebelumnya ada dua kasus penyerangan terhadap tokoh agama. Namun, semua kasus itu telah terkuak, pelaku memang oleh psikiater terindikasi mengalami gangguan jiwa. ”kasusnya dilihat hanya penganiayaan biasa,” ujarnya.


    Bila dikait-kaitkan justru bisa menimbulkan spekulasi. Kondisi itu bisa membuat keresahan di masyarakat. ”Polri tidak ingin berspekulasi dengan adanya motif tertentu, namun malah beranjak dari fakta hukum,” ujarnya.

    Presiden Joko Widodo menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia menjamin kebebasan bagi tiap-tiap warga negara untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pernyataan yang juga terkandung dalam konstitusi negara tersebut sekaligus sebagai penegasan bahwa pemerintah tidak memberikan ruang bagi para pihak intoleran di negara Indonesia.


    Presiden Jokowi menegaskan tidak ada tempat bagi orang-orang yang tidak mampu bertoleransi di Indonesia. Dia mengatakan, selama berpuluh-puluh tahun, masyarakat Indonesia hidup bersama pemeluk-pemeluk keyakinan yang beragam dan berbeda.


    "Konstitusi kita menjamin kebebasan beragama. Oleh sebab itu, kita tidak memberikan tempat secuil pun pada orang-orang yang melakukan, mengembangkan, dan menyebarkan intoleransi di negara kita," tegas Presiden Jokowi usai membuka Raker Kepala Perwakilan RI di Kementerian Luar Negeri kemarin (12/2).

    Menurut Presiden Jokowi, kejadian intoleran seperti penyerangan terhadap pemuka agama yang belakangan kerap terjadi bukan hanya terjadi di Indonesia. Kejadian serupa juga terjadi di hampir semua negara. Keterbukaan informasi, kata Presiden Jokowi, menjadi salah satu pemicunya. Kendati begitu, bukan berarti kejadian intoleransi tersebut bisa dimaklumi.


    "Sekali lagi perlu saya sampaikan. Tidak ada tempat bagi mereka yang tidak mampu bertoleransi di negara kita Indonesia. Apalagi dengan cara-cara kekerasan. Berujar saja tidak. Apalagi kekerasan," kata Presiden Jokowi tegas.


    Dia juga sudah memerintahkan aparat untuk bertindak tegas terhadap kejadian serupa untuk menjamin penegakan konstitusi secara terus menerus dan konsekuen. Terkait dengan motif di balik penyerangan, Presiden Jokowi mengatakan, hingga saat ini dirinya masih belum mendapatkan laporan dari Kapolri terkait kejadian tersebut.

    "Saat ini, kapolri masih mendalami," ucap dia. (has/saefur/and/fat/jpnn)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top