• Berita Terkini

    Jumat, 02 Februari 2018

    Sidang Setnov Beber Kejanggalan Proyek E-KTP

    JAKARTA – Sidang Setya Novanto (Setnov) kembali digelar kemarin (1/2/2018). Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi yang berkaitan dengan proses pembahasan anggaran dan pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).


    Dari tujuh saksi, hanya lima yang hadir. Mereka adalah pengacara Hotma Sitompul, mantan pimpinan komisi II DPR Chairuman Harahap, Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta, mantan PNS Ditjen Dukcapil Kemendagri Fajar Kurniawan, dan mantan pegawai toko jam Marita alias Tata.


    Yang menarik, saksi Setyo Budi Arijanta kembali blak-blakan soal indikasi penyimpangan pengadaan proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Dia tegas menyebut pihak Kemendagri, khususnya panitia lelang, tidak mengindahkan rekomendasi yang diberikan LKPP saat itu. ”Itu awalnya kami juga tidak tahu. Tapi saya begitu kasih rekomendasi kok ngeyel banget ada apa sih?,” ujarnya.


    Pada 2011, proyek e-KTP dianggap janggal karena menggabung sembilan sembilan lingkup pekerjaan dinilai janggal. LKPP lantas menyarankan agar Kemendagri, khususnya pejabat pembuat komitmen (PPK) Sugiharto, memecah sembilan pekerjaan tersebut. Tujuannya, menghindari kerugian negara dan memunculkan persaingan sehat.

    Yang menarik, Setyo mengaku sudah memprediksi adanya korupsi dan bakal disidangkan di pengadilan tipikor sejak rekomendasi LKPP tersebut ditolak. Menurut dia, ada 10 kasus besar yang serupa dengan perkara e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun tersebut. ”Biasanya, kalau tidak dituruti ketemunya di (pengadilan) tipikor,” kelakarnya.


    Sontak, pernyataan Setyo itu mengundang perhatian ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Yanto. Yanto menyebut Setyo memiliki sifat seperti Wisanggeni, putra dari Arjuna dalam cerita pewayangan Jawa. ”Wisanggeni itu tahu apa yang akan terjadi,” timpal ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut.


    Sementara itu, Chairuman Harahap kemarin kembali dicecar sejumlah pertanyaan. Mulai dari pertemuan dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong sampai penerimaan uang USD 584 ribu dan Rp 26 miliar yang diduga berasal dari fee proyek e-KTP. Hanya, mantan ketua Komisi II DPR itu kembali membantah tuduhan tersebut. ”Itu tidak benar,” ujarnya ketika ditanya soal duit e-KTP.

    Di sisi lain, terkait dugaan merintangi penyidikan (obstruction of justice) e-KTP, KPK kemarin menaikan status penyidikan mantan pengacara Setnov, Fredrich Yunadi ke penuntutan. Rencananya, sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, sama dengan Setnov. Awalnya, Fredrich sempat menolak pelimpahan itu.

    ”Penyidik dan JPU mendatangi FY ke rutan,” kata Jubir KPK Febri Diansyah. Meski demikian, proses pelimpahan tetap dilakukan tanpa mensyaratkan persetujuan tersangka. ”Keberatan FY dituangkan dalam berita acara pelimpahan,” jelas Febri. KPK kini tengah menyiapkan berkas dakwaan dan menyerahkannya ke pengadilan. ((tyo/agm)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top