• Berita Terkini

    Sabtu, 17 Februari 2018

    Pengurus PGRI Kebumen Sesalkan LSM Abdi Bangsa soal Unjuk Rasa GTT/PTT

    KEBUMEN (kebumenekspres.com) - Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Kabupaten Kebumen, menyayangkan pernyataan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Abdi Bangsa Kebumen terkait aksi damai GTT/PTT, Senin (12/2/2018) lalu. Sikap LSM Abdi Bangsa yang tidak menyetujui aksi tersebut, dinilai tak adil dan kurang bijaksana.

    Sebelumnya, Ketua LSM Abdi Bangsa Kebumen, Sugianto, mengkritisi aksi unjuk rasa ribuan GTT/PTT  Senin (12/2/2018). Pasalnya, aksi tersebut dilaksanakan pada jam efektif, sehingga ribuan siswa kehilangan hak belajar. Selain itu, Sugianto juga menyayangkan kehadiran sejumlah Pengurus PGRI Kabupaten Kebumen berstatus PNS hadir, bahkan memimpin jalannya aksi.

    “Pernyataan merugikan siswa tidak beralasan sama sekali. Faktanya hari itu kegiatan belajar berlangsung efektif. Tidak ada satu sekolah pun di Kabupaten Kebumen yang diliburkan. Artinya pembelajaran tetap berlangsung dengan sebaik-baiknya dengan diampu oleh mereka para Guru yang notabenenya telah menjadi Pegawai Negeri. Itu dilaksanakan sebagai rasa solidaritas guru PNS kepada GTT/PTT,” kata salah satu pengurus PGR Kebumen, Kadar SPd MPd,  Jumat (16/2/2018).

    Pun demikian, soal kehadiran Pengurus PGRI Kebumen dalam aksi, dikatakan Kadar tidak ada yang salah. "Sudah sewajarnya karena PGRI harus solid dan kompak dalam menyuarakan aspirasi anggotanya. PGRI harus menjunjung tinggi solidaritas antar anggotanya, apalagi  Ketua PGRI Kebumen yakni Tukijan, SPd adalah pensiunan atau mantan Kepala UPT Dinas Pendidikan Unit Kecamatan,” ucapnya.

    Baca juga:
    (LSM Abdi Bangsa Sesalkan Unjuk Rasa Ribuan GTT/PTT Kebumen)


    Menurut Kadar, LSM seharusnya turut memperjuangkan pada GTT/PTT. Di tengah belum adanya pengakuan pemerintah, GTT/PTT tetap hadir di sekolah dan memberikan pembelajaran dengan penuh pengabdian dan dedikasi.  Sudah begitu, gaji yang mereka terima tidak layak sama sekali.

    Jadi, wajar bila mereka menuntut Bupati menerbitkan SK terkait nasib GTT PTT. Terlebih, GTT/PTT telah berkali-kali melakukan dialog dengan DPRD Kebumen serta Pejabat SKPD terkait, tetapi penerbitan SK Bupati selalu terjadi jalan buntu karena terganjal Peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2005 yang melarang Pejabat untuk mengangkat tenaga honorer guru.

    Menurut Kadar, masih ada celah di PP 48 tahun 2005, kecuali terbit PP baru. Dengan diterbitkannya PP nomor 19 tahun 2017 yang mengatur secara jelas bahwa jika di satuan pendidikan terdapat kekurangan guru, maka Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib mengangkat guru penggati dan diberikan honorarium sesuai kemampuan daerah.

    “Adanya PP nomor 19 tahun 2017 tersebut telah memberikan semangat bagi para GTT/PTT karena sudah tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk tidak mengangkat GTT sebagai guru pengganti, melalui penerbitan SK Bupati/Gubernur,” jelasnya.

    Dengan demikian, lanjut Kadar, SK Bupati merupakan harga mati, sebagaimana disampaikan dalam unjuk rasa GTT/PTT. "Semestinya masyarakat sebagaimana melalui LSM harus berpendapat adil karena GTT/PTT selama ini hanya digaji lebih rendah dari seorang pembantu rumah tangga. Gaji yang diterima umumnya hanya berkisar Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu saja," tegas Kadar.

    “Sudah sepantasnya kita memberikan apresiasi atas pengabdian dan dedikasi GTT/PTT karena setiap hari mereka mengajar seperti halnya guru yang telah menjadi ASN. Sudah sewajarnya kita memaklumi tindakan mereka untuk mimpi yang lebih besar, karena SK Bupati merupakan pintu untuk mendapatkan NUPTK yang selanjutnya mereka memiliki hak untuk mengikuti PLPG sebagai persyaratan  mendapatkan TPG,” imbuh dia. (mam)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top