• Berita Terkini

    Sabtu, 10 Februari 2018

    Nazaruddin Bisa Jadi Saksi Kunci (Lagi) di Kasus e-KTP

    Febri Diansyah
    JAKARTA - "Nyanyian" mantan bendahara umum (bendum) Partai Demokrat M. Nazaruddin bisa kembali menjadi andalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap keterlibatan sejumlah politisi dalam skandal korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). KPK pun dipastikan akan menghadirkan Nazar dalam persidangan terdakwa Setya Novanto (Setnov).


      Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, keterangan Nazar memang banyak berkontribusi dalam penanganan sejumlah kasus besar. Salah satunya skandal korupsi berjamaah e-KTP. Dari keterangan terpidana korupsi wisma atlet Palembang itulah KPK bisa menjerat Setnov. "Namun keterangan tersebut tidak bisa berdiri sendiri dan langsung dipercayai sepenuhnya (oleh KPK)," katanya kepada Jawa Pos, kemarin (9/2/2018).


      Febri menjelaskan, semua keterangan Nazar yang diberikan ke KPK tetap dicek kebenarannya. Dalam proses itu, KPK juga melihat keseuaian dengan bukti-bukti lain yang dimiliki. "Jika (bukti) tidak valid tentu tidak dijadikan dasar dalam proses hukum lebih lanjut," terang mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.


      Penyidik KPK Novel Baswedan menambahkan, Nazar sejatinya memang memiliki peran signifikan dalam skandal korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Bahkan, Nazar ikut terlibat dalam bagi-bagi fee e-KTP ke sejumlah anggota Komisi II dan badan anggaran (banggar) DPR. "Karena proyek ini (e-KTP) yang kawal kuning (Golkar) dan biru (Demokrat)," urainya kepada Jawa Pos.


      Sebelumnya, Novel mengungkapkan adanya pola dalam pembagian fee e-KTP untuk DPR. Pola itu diperoleh dari hasil penyidikan. Salah satunya berasal dari Nazar. Pola pertama, menjelang penetapan anggaran e-KTP pada 2010. Sedangkan pola kedua dilakukan setiap reses dan ketika ada kegiatan DPR. Selain Nazar, yang tahu persis soal realisasi pola itu adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Setnov.


       Novel mengatakan, bila pola pertama dieksekusi langsung oleh Nazar dan Andi Narogong serta mantan anggota Komisi II Mustoko Weni, pembagian cara kedua dilakukan melalui mantan ketua Komisi II Chairuman Harahap yang kemudian diganti Agun Gunandjar Sudarsa. Mereka turut merembuk bagaimana bagi-bagi uang ke pimpinan Komisi II, kapoksi dan anggota.


      "Kemudian yang membagi (uang) adalah Miryam untuk tahun 2010-2011 dan Markus Nari untuk tahun 2012-2013," ungkap penyidik senior KPK yang juga ketua satuan tugas (kasatgas) penyidikan kasus e-KTP tersebut.


      Novel menyatakan, Nazar kala itu memang perpanjangan tangan biru (Demokrat) untuk proyek e-KTP. Karena itu, Nazar mengetahui secara persis bagaimana aliran uang e-KTP untuk DPR. "Sedangkan SN (Setnov) atau kuning (Golkar) pakai Andi (sebagai kepanjang tanganan, Red)," terang mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu tersebut. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top