• Berita Terkini

    Jumat, 09 Februari 2018

    MK : Hak Angket KPK Konstitusional

    JAKARTA –Kans Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lepas dari jeratan politisi senayan dipastikan kandas. Hal itu menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak tiga gugatan terhadap Pasal 79 ayat (3) UU MD3. terkait penggunaan hak angket DPR terhadap KPK.



    Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai KPK merupakan bagian dari eksekutif. Pasalnya, jika menilik sejarahnya, KPK merupakan perwujudan dari belum optimalnya dua lembaga pemerintah dalam memberantas korupsi. Yakni Kepolisian dan Kejaksaan.


     “Dalam konstruksi demikian, secara tugas dan fungsi, Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif,” kata ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, kemarin (8/2/2018).


    Meski demikian, lanjutnya, bukan berarti KPK menjadi lembaga yang tidak mandiri. Dalam melaksanakan tugasnya, lanjut Arief, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Posisinya yang berada di ranah eksekutif, tidak lantas membuat KPK tidak independen.


    Oleh karena KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif, kata Arief, maka dapat disimpulkan jika KPK dapat menjadi objek dari hak angket DPR dalam fungsi pengawasannya. Namun MK menggarisbawahi, hak angket tidak bisa dilakukan ke KPK dalam tugasnya sebagai yudikatif.


    “Selain pelaksanaan tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan yudisialnya. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,” imbuhnya.

    Namun demikian, dalam putusan tersebut, hakim MK tidak bulat. Dari sembilan hakim, empat di antaranya menyampaikan perbedaan pendapat atau Dissenting Opinion. Yakni Saldi Isra, Maria Farida, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palguna.


    Dalam pertimbangannya, Palguna mengatakan, MK dalam putusannya sudah menyatakan KPK sebagai lembaga independen di luar eksekutif. Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, nomor 19/PUU-V/2007, Nomor 37-39/PUU-VIII/2010, Nomor 5/PUU-IX/2011.


    “Dengan demikian, telah jelas KPK bukan termasuk dalam cabang kekuasaan eksekutif,” ujarnya.


    Menanggapi keputusan tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo sebagai pihak terkait mengaku akan menghormati putusan tersebut. Pihaknya akan mengkaji lebih jauh terkait implikasi putusan tersebut bagi lembaganya. “Selanjutnya KPK akan meperlajari implikasinya,” ujarnya usai sidang.


    Namun dia menegaskan, MK menyebut angket bersifat limitatif. Artinya penangaan perkara hukum yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tidak bisa diangket.


    Sementara itu, komisioner KPK Laode M  Syarief mengaku sedikit kecewa. Pasalnya, putusan hari ini itu bertentangan dengan putusan MK terdahulu yang menyebut bukan bagian dari eksekutif. “Har ini ini KPK bagian dari eksekutif,” imbuhnya.


    Terkait apakah dengan putusan ini, pihaknya akan memenuhi panggilan pansus, Laode enggan mengomentari. “Kita bicarakan dulu di kantor, kami ingin lihat dulu putusannya, setelah itu kami akan lihat,” terangnya.


    Anggota Pansus angket KPK, Arteria Dahlan menyambut baik putusan tersebut. Dia menilai, dengan adanya putusan itu, maka apa yang dilakukan DPR selama ini berada di jalur yang tepat. “DPR berhak meminta pertanggungjawaban atas kerja-kerja KPK, sehubungan dengan tupoksi, sehubungan kewajiban KPK. Ini clear,” pungkasnya. (far)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top