• Berita Terkini

    Selasa, 06 Februari 2018

    Dua Pekerja Proyek DDT Berpotensi Tersangka.

    JAKARTA - Penyelidikan jatuhnya Launcher Gantry pembangunan double-double track Manggarai - Jatinegara, di Jalan Matraman, Jakarta Timur, terus dilakukan. Hasil pemeriksaan, insiden disebabkan adanya kelalaian. Seorang operator crane berinisial AN dan pengawas, MC, berpotensi sebagai tersangka.


    Kapolres Metro Jakarta Timur Kombespol Tony Surya Putra mengatakan olah TKP telah digelar.  Beberapa barang bukti berhasi diamankan. Diantaranya, dudukan frontleg, karet kaki frontleg dan remot kontrol mesin winch. Yakni salah satu dudukan frontleg besi yang telah dilakukan pengelasan. Kemudian karet kaki frontleg tidak sesuai dengan ukuran. Alias sudah menipis.


    "Meski begitu crane dinilai masih dalam kondisi baik dan masih layak untuk digunakan," kata pria berpangkat tiga melati di pundaknya itu.


    Kemudian dari hasil pemeriksaan sang operator bekerja tidak sesuai dengan standard operasional prosedur (SOP). Launcher Gantry yang mengakitbantakan track tidak terpasang dengan sempurna. Yakni operator melepaskan bantalan sebelum pas pada titik yang ditentukan. Bantalan tersebut pun terpasang dalam kondisi miring.

    "Akibatnya launcher dan bantalan itu terjatuh dan mengenai empat pekerja yang berada di bawah," ujar Tony di Mapolres Metro Jakarta Timur, kemarin (5/2).


    Oleh karena itu human error menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Meski begitu pihaknya belum mengetahui penyebab kelalaian AN dan NC. Yakni apakah mereka bekerja dalam kondisi lelah atau ada unsur lain. Dan sampai saat ini pemeriksaan terdahap mereka (AN dan NC, Red) masih dilakukan.


    "Meski telah terbukti adanya kelalaian dalam bekerja, tapi kami belum bisa menetapkan mereka tersangka. Masih adanya unsur pidana yang kami dalami. Seperti faktor unsur kelalaian, dan mengecek sertifikasi mereka. Apakah mereka pekerja ahli atau tidak, " paparnya.


    Sebab, lanjut Tony, bisa saja pihak perusahaan proyek merekrut  para pekerja tidak SOP. Pihak perusahan merekrut pekerja dengan sembarang. Tidak sesuai dengan standarilasi. Dan jika hal tersebut terjadi, maka indikasi adanya tersangka lain akan terjadi. "Bisa saja ada pekerja lain yang berpotensi tersangka," paparnya.

    Sebanyak delapan saksi berinisial R, AN, RO, MC, TD, RS,  AR,  dan AZ, telah diperiksa. Mereka terdiri dari orang yang melihat peristiwa tersebut dan para pekeja. Tony menjelaskan pemeriksaan terhadap pihak Hutama karya akan segara dilakukan. Dalam pemeriksaan tersebut pihaknya ingin mengetahui terkait sistem pekerjaan dan peralatan yang digunakan dalam proyek pembangunan DDT tersebut.


    Sampai saat garis polisi masih dibentangkan di lokasi kejadian. Selama proses pemerikaaan berlangsung, aktivitas pekerjaan diberhentikan sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Tony menegaskan jika AN dan MC bersalah maka mereka dikenakan pasal 359 KUHP, terkait kecelakaan kerja atau kelalaian hingga mengakibatkan orang meninggal dunia. Yakni keduanya terancam dihukum lima tahun penjara.


    Direktur  Penerapan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3) Kementerian Ketenagakerjaan Herman Prakoso Hidayat menyatakan telah menerjunkan tim khusus untuk menginvestigasi penyebab kecelakaan DDT. ”Tim sedang kita turunkan untuk menanyai saksi dan pihak-pihak yang terlibat,” katanya.


    Menurut Herman, melangsungkan pekerjaan sampai tengah malam masih dalam batas diperbolehkan. Namun harus sesuai dengan aturan yang berlaku dalam UU No 1 tahun 1970 tentang K3 dan PP. 50 tahun 2012 tentang penerapan menejemen K3. ”Sifat pekerjaan kan macam-macam, jadi ada shift malam juga,” ungkapnya.

    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan bahwa insiden DDT di Matraman adalah contoh konkrit lemahnya penerapan K3 di berbagai proyek konstruksi. ”Kadang hanya cukup pakai helm saja biar kelihatan, sebatas menggugurkan kewajiban,” katanya.


    Menurut Iqbal, sesuai aturan tentang K3, setiap proyek seharusnya memiliki tim supervisi khusus bernama Panitia Pelaksana Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3). Tim ini adalah gabungan dari unsur operator/kontraktor, pengguna, dan serikat pekerja konstruksi.


    Tugas dari tim ini adalah melakukan pemantauan secara berkala dan memastikan bahwa prosedur keselamatan K3 dipenuhi. ”Kalau proyek-proyek biasa, P2K3 meninjau biasanya seminggu sekali,” katanya.


    Namun dalam proyek-proyek yang berbahaya, seperti Pertambangan, Konstuksi Besar, Kilang Minyak, dan Peleburan Baja, P2K3 harus memantau lebih sering. Karena pengamananya juga khusus. ”Kalau konstruksi gedung tinggi harus ada jaring pengaman, kalau peleburan baja, ada pagar pembatas, macam-macam,” katanya.

    Iqbal sendiri menyangsikan kepatuhan para kontraktor maupun pengguna proyek. Insiden kecelakaan kerja terjadi beberapa kali dalam waktu dekat. ”Itu dalam proyek-proyek pemerintah, apalagi swasta,” ungkapnya.   


    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugiharjo mengatakan bahwa Menteri Perhubungan dan Menteri PUPR telah bersepakat bahwa segala hal kecelakaan konstruksi termasuk kecelakaan pada konstruksi jalan Kereta Api, atau LRT akan dievaluasi dan diawasi Komite Keselamatan Konstruksi sesuai UU Jasa Konstruksi.

    Rekomendasi KNKT dengan beberapa unsur Kemenhub kepada Komite Keselamatan Konstruksi sementara ini pada hal secara umum yakni memeriksa kembali safety dan serviceabilty alat berat yang digunakan terutama pesawat angkat dan ungkit. ”Hasil pemeriksaan harus dibuktikan dengan tulisan dan memastikan menghentikan atau mengganti peralatan dan perlengkapan yang tidak masuk standar,” kata Sugiharjo.


    Selain itu, juga memastikan personil pengawasan melaksanakan fungsi quality assurance dan kontrol dengan benar, dibuktikan dengan mengisi checklist yang lengkap dan benar.(ian/tau)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top