• Berita Terkini

    Kamis, 08 Februari 2018

    Bundengan Wonosobo Mentas di Australia

    WONOSOBO – Selama 5 hari ke depan sejak Selasa (6/2/2018) kemarin, tiga praktisi alat music Bundengan Wonosobo akan terus tampil di berbagai even dalam rangkaian festival Making Connection di Sydney dan Melbourne. Mereka adalah Mulyani, Sa’id Abdulloh, dan Lukmanul Chakim yang terlibat dalam pentas bundengan dalam eksplorasi music kontemporer bersama para akademisi music etnis dari Australia dan berbagai Negara lainnya.

    Mulyani yang kesehariannya mengajar seni di SMPN 2 Selomerto turut melestarikan Bundengan lewat Sanggar Ngesti Laras dan berhasil menggelar Workshop Bundengan di Pendopo Kabupaten Wonosobo tahun lalu. Diikuti dengan Seminar tingkat Nasional di ISI Solo bersama para praktisi asal Wonosobo.

    “Kita baru nyelesaikan tiga kegiatan yaitu Pentas musik kontemporer kolaborasi dengan musisi asal Indonesia yakni yang pertama dengan Jumaadi dengan visual shadow, composer Musik dari Australia Bianca (music composer) di Universitas Sydney. Dilanjutkan dengan seminar dan Workshop pembuatan Bundengan, kemarin (6/2),” ungkap Mulyani saat dihubungi lewat telepon melalui Whatsapp.

    Di hari Kamis (8/2) ini, mereka juga akan tampil di simposium dan pentas musik tradisional di universitas Melbourne. Sa’id dan Lukman merupakan lulusan dari ISI Solo yang selama ini juga mendampingi Mulyani dalam mengangkat seni Bundengan. Di Wonosobo, alat music bundengan juga dipadukan dengan berbagai tarian seperti tari Punjen.

    “Baru kali ini alat music Bundengan dimainkan dan dieksplorasi bersama music kontemporer dan menurut saya bisa dikatakan keluar dari cangkangnya, mengignat selama ini terus dimainkan secara tradisional. Bahkan penampilan memang digelar eksklusif, dengan satu pentas hanya ditonton tiga orang untuk satu sesi. Di Sydney ada 4 sesi, sedangkan Melbourne ada 8 sesi,” ungkap Lukman yang baru tiba hari Minggu (4/) menyusul Mulyani dan Said yang tiba Sabtu.

    Rangkaian seminar dan penampilan yang mengeksplorasi musik tradisional dan teknik pembuatan instrumen secara kontemporer tersebut, diprakarsai oleh Ethnomusikologis Australia, Rossie H Cook sekaligus pendiri Making Connections. Di seminar sendiri, melibatkan para pakar music etnik seperti Palmer Keen asal Amerika Serikat yang juga pernah meneliti bundengan ke Wonosobo dan dr Indraswari Kusumaningtya dan Dr Gea parikesit dari fakultas teknik UGM Jogja.

    “Di penutupan seminar kami (Said, Mulyani, dan Lukman) menggelar demonstrasi interaktif bertajuk Building Bundengan,” ungkap Sa'id yang meneliti Ethnomusikologi terapan organologi Bundengan untuk Skripsinya.

    Ketiganya mengaku sangat berterimakasih pada sponsor utama yang mendanai yakni dari Helen Soemardjo Arts Fund untuk akomodasi mereka hingga bisa hadir di Australia dan dukungan dari bank jateng Wonosobo.

    “Kami juga membuat koneksi dan jejaring di dunia maya melalui tagar #bundengan dan #bundenganconnections sebagai identitas dan untuk melacak berbagai dokumentasi tentang bundengan. Harapan kami, pencapaian ini bisa menjadi awal dari pelestarian bundengan dan memotivasi pemerintah Indonesia, khususnya Wonosobo untuk terus mengangkat bundengan,” pungkas Lukman yang juga finalis Duta Wisata Wonosobo 2017 itu. (win)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top