• Berita Terkini

    Rabu, 03 Januari 2018

    Pelaku Penembakan Nelayan Gunakan Pistol Jenis HS Crotia

    GUS/RADARTEGAL
    TEGAL – Sidang lanjutan kasus penembakan yang menewaskan seorang nelayan kembali digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tegal, Selasa (2/1/2018), sekitar pukul 10.30 WIB. Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi, di antaranya dua dokter dan Kasi Propam Polres Tegal Kota.

    Sidang yang diketuai Elsa Lina SH MH dengan terdakwa Setya Eka Hari Prascaya terugkap bahwa pistol atau senjata yang dipakai untuk menembak korban Ragiman adalah senjata api yang biasa dipegang untuk pimpinan dengan jenis HS Crotia. Hal itu diungkapkan oleh saksi ahli, Kasi Propam Polres Tegal Kota Ipda Rushendro CH.
    Dalam kesempatanitu, Ipda Rushendro CH menjelaskan tentang SOP yang harus dilakukan polisi dengan senjatanya. ”Untuk mengajukan pinjam pakai senjata api diperlukan surat persetujuan dari istri, tes psikotes dari biro SDM Polda Jateng, minimal pangkat Briptu atau 5 tahun menjadi anggota,” jelasnya.

    Dia menjelaskan, penggunaan senjata hanya dibawa saat dinas. Namun, saat anggota tidak sedang berdinas tidak diperbolehkan membawa senpi. ”Dalam perkara internal terhadap Anggota Polri yang bermasalah, dalam hal ini kasus penembakan ditangani oleh Propam Polda Jateng. Sesuai hasil pemeriksaan bahwa kepemilikan senpi tersebut adalah milik pimpinan dan ditindaklanjuti Perkap No. 1 th 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Perkap No 1/2009) Pasal 5 ayat (1) Perkap No 1/2009 ini menyebutkan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian,” jelasnya.

    Dia menjelaskan, ada 6 tahapan, yakni kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul, dan terakhir yakni kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

    ”Sesuai dengan SOP Senjata yang ditembakan Polri ke seseorang disesuaikan dengan tingkat ancaman. Tidak dibenarkan sesuai dengan SOP bahwa pada saat ada keributan dan dari anggota polri menembakan terhadap seseorang dengan jarak dekat 1 sampai dengan 2 meter langsung ke organ vital. Harus ada tahapan, di antaranya tembakan peringatan untuk menurunkan mental,” ungkapnya.

    Selain Ipda Rushendro CH, JPU Depati Herlambang SH dan Risky Fani SH juga menghadirkan saksi dr Ronald (dokter jaga) dan dr Kristiani Wiek kustanto (dokter bedah). Keduanya merupakan dokter RS Mitra Keluarga Tegal.

    Menurut keterangan dr Ronald, saat itu, Kamis, 28 September 2017, sekitar pukul 03.00 WIB telah datang korban penembakan atas nama Ragiman ke ruang IGD rumah sakit Mitra Keluarga Kota Tegal. Adapun ciri-ciri korban di antaranya kulit sawo matang, badan kekar, ada lubang luka tembakan di dada kiri yang tembus belakang terkena pembuluh besar di jantung

    Luka tembak yang terluka, lanjut dia, adalah organ jantung yang mengalami pendarahan hebat. Sesuai SOP kedokteran, kata dia, pada saat korban datang di IGD RS Mitra Keluarga, korban penembakan atas nama Ragiman sudah tidak bernyawa.

    Lain halnya dikatakan oleh saksi dr Kristiani Wiek kustanto RS Mitra Keluarga. Dia menangani pasien atau korban tembak yang masih hidup, atas nama Dedy. Dokter bedah ini menjelaskan, di hari dan jam yang sama, pihaknya menerima pasien yang terkena luka tembus tembak, berdasarkan pemeriksaan dari Dr Ronald, selaku dokter jaga Rumah Sakit Mitra Keluarga.

    ”Bahwa pada luka bahu atas sebelah kanan yang terkena luka tembak tidak menembus paru-paru. Kemudian, kami juga melakukan operasi bedah pengambilan proyektik dengan dilakukan bius total terhadap Dedy dan diamankan 1 proyektil yang bersarang di bahu kanan yang membutuhkan waktu operasi 45 menit,” beber dokter yang tinggal di Perumahan Citra Land.

    Kristiani menambahkan, luka tembak yang dialami pasien Dedy tidak luka berat dan korban kondisinya baik. Kemudian, pasien itu dirawat selama 3 hari. Setelah 2 minggu, pasien Dedy lepas jahitan termasuk dalam kondisi sudah baik. (gus/fat)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top