• Berita Terkini

    Senin, 08 Januari 2018

    Pelaku Pencabulan Terhadap Anak harus Dihukum Berat

    JAKARTA- Kembali terjadinya kasus sodomi membuat khawatir beberapa pihak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengaku mirisnya kasus tersebut masih ada.

    Apalagi sodomi dilakukan oleh WS alias "Babeh" seorang guru honorer Madrasah di Tangerang, Banten, terhadap 41 anak usia 7 hingga 15 tahun.



    Menurut data dari Kementerian PPPA, saat ini para korban yang disodomi tersangka telah mendapatkan pemulihan trauma dan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Sebelumnya, kasus ini dilatarbelakangi oleh kepercayaan anak - anak terhadap tersangka yang memiliki ajian atau kekuatan dan bisa mengobati orang sakit. Tersangka pun bersedia memberikan ajian tersebut dengan syarat anak - anak rela disodomi olehnya. Kesediaan anak  - anak untuk disodomi tak terlepas dari iming-iming ketakutan yang ditanamkan tersangka kepada mereka.


    "Kami meminta dengan tegas agar aparat penegak hukum memberikan hukuman yang setimpal bagi tersangka dan menghimbau agar orang tua mampu meningkatkan kepercayaan diri anak - anaknya dan mengawasi perubahan anak," ungkapnya. Selain itupihak sekolah seharusnya lebih selektif memilih pengajar. "Kami kecewa terhadap kasus sodomi yang dilakukan seorang guru terhadap anak - anak. Selain itu, orang tua juga harus mampu meningkatkan kepercayaan diri pada anak tanpa bantuan orang pintar atau oknum - oknum yang bisa menjanjikan prestasi atau kemampuan diri," imbuh Yohana.


    Menurutnya apa yang telah dilakukan oleh pelaku telah mengarah pada pelanggaran Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan jika setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.


    "Jika tersangka terbukti bersalah, maka tersangka akan dijerat  Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak," ungkapnya. Dalam peraturan itu telah diatur pelaku yang terbukti akan diancam hukuman penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.


    Jika Babeh terbukti, hukumannya bertambah berat. Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana. Selain itu dalam pasal 82 juga disebutkan, jika korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana. "Pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik," katanya.


    Sememtara itu Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menegaskan bahwa pelaku perlu mendapatkan pemberatan hukuman. Terlebih, karena korbannya banyak dan modusnya tipu muslihat.


    "Pemberatan hukuman UU 17/2016 tentang perlindungan anak perlu diberikan kepada pelaku," tutur Susanto kepada Jawa Pos kemarin.

    Dia menambahkan, KPAI berkomitmen untuk terus mengawal kasus tersebut. KPAI juga akan terus memastikan proses rehabilitasi korban berjalan dengan baik, anak tidak menjadi korban bullying di lingkungannya, dan memastikan korban tetap bersekolah. (lyn/and)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top