• Berita Terkini

    Jumat, 05 Januari 2018

    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Tolak Eksepsi Setnov

    FOTO FEDRIK TARIGANJAWA POS
    JAKARTA – Sidang pokok perkara kasus dugaan korupsi e-KTP untuk terdakwa Setya Novanto berlangsung mulai Kamis pekan depan (11/1). Kepastian itu diperoleh pasca majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan putusan sela atas eksepsi dari pria yang lebih akrab dipanggil Setnov itu kemarin (4/1/2018). Melalui putusan tersebut, majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan Setnov.



    Hakim Yanto sebagai ketua majelis hakim menyampaikan bahwa eksepsi Setnov tidak dapat diterima. Dia pun menuturkan, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) bernomor DAK/88/24/12/2017 tertanggal 6 Desember 2017 telah memenuhi syarat formil dan materiil. ”Sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP dan sah menurut hukum serta dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan,” bebernya.



    Berdasar putusan sela tersebut, Pengadilan Tipikor Jakarta memberi lampu hijau kepada JPU KPK melaksanakan sidang pokok perkara. ”Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas nama terdakwa Setya Novanto,” kata Yanto. Pria yang juga mejabat sebagai ketua PN Jakarta Pusat itu menjelaskan, sidang pokok perkara tersebut bakal dilaksanakan seminggu dua kali. Jadwalnya setiap Senin dan Kamis. 



    Dalam sidang pokok perkara pekan depan agenda persidangan adalah pemeriksaan saksi. ”Yang akan diajukan oleh penuntut umum,” imbuhnya. Berkaitan dengan sejumlah nama yang hilang dalam dakwaan Setnov, majelis hakim tidak mempersoalkan itu. Hakim anggota Franky Tambuwun menyampaikan, keberatan atas hal itu tidak bisa menjadi pertimbangan.



    Franky turut menjelaskan bahwa pengajuan terdakwa serta nama-nama yang tidak dicantumkan dalam dakwaan Setnov merupakan kewenangan dan tanggung jawab JPU KPK. ”Terkait nama-nama yang hilang tentunya tidak menyebabkan batal demi hukum,” terangnya. ”Karena yang diadili adalah perkara Setya Novanto, bukan nama-nama yang hilang tersebut. Maka keberatan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima,” tambah dia.



    Dalam persidangan kemarin, Setnov tampak serius mendengarkan putusan sela yang dibacakan majelis hakim. Serupa, isterinya Deisty Astriani Tagor juga menyimak putusan tersebut. Sebelum sidang berakhir, pria yang juga pernah menduduki kursi ketua umum (ketum) Golkar itu lantas buka suara. ”Terimakasih yang mulia, hakim ketua Pak Yanto, dan juga JPU beserta para penasihat hukum karena sudah mendengarkan,” ungkapnya.



    Sesuai keterangannya ketika diperiksa KPK dua hari lalu (3/1), Setnov menyampaikan bahwa dirinya menghormati putusan sela yang dibacakan kemarin. ”Saya akan ikuti secara tertib dan tentu sekali lagi saya mengucapkan terimakasih,” ujarnya. Dalam kesempatan itu, Setnov juga sempat berbincang dengan JPU KPK Irene Putri sebelum meninggalkan ruang sidang. Namun, dia memilih bungkam saat ditanyai awak media.



    Sebagai penasihat hukum Setnov, Maqdir Ismail menjelaskan bahwa keterangan yang disampaikan kliennya dalam persidangan patut dilihat secara baik. Namun demikian, itu tidak lantas bisa diartikan bahwa pria kelahiran Bandung tersebut bakal mengajukan diri menjadi justice collaborator. Dia menegaskan, sampai kemarin belum ada arah ke sana. ”Belum, belum, belum. Nanti ya, sabar ya,” ucap Maqdir.



    Menurut Maqdir, pihaknya tidak akan gegabah. Apalagi untuk menjadi justice collaborator. ”Untuk jadi JC (justice collaborator) itu kami tidak mau menimbulkan fitnah,” imbuhnya. Melainkan, sambung dia, harus ada fakta, bukti, serta saksi yang kuat. Sebab, jika tidak keputusan itu bisa jadi malah berdampak buruk terhadap Setnov. ”Jadi, kalau andai kata apapun (yang disampaikan Setnov) nanti harus ada faktanya,” tutur dia.



    Berkaitan dengan putusan sela yang sudah dibacakan majelis hakim, Maqdir menyampaikan bahwa semua pihak harus menganggap putusan tersebut benar serta harus diterima. Dia juga memastikan, pihaknya sudah bersiap diri guna memastikan sidang pokok perkara berjalan sesuai aturan dan ketentuan. ”Bisa dilakukan secara cermat,” kata dia.



    Salah satu yang menjadi sorotan Maqdir dan timnya adalah soal kerugian keuangan negara. Hal itu, sambung dia, akan ditanyakan kepada para saksi yang diperiksa dalam sidang pokok perkara. ”Apakah memang betul ada kerugian keuangan negara atau tidak,” ucap dia. Dia menyoroti hal itu lantaran timnya menilai ada kejanggalan berkaitan dengan penghitungan kerugian negara.



    Yakni hasil penghitungan yang bersumber dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). ”Akan tetapi BPKP pula yang menyetujui jumlah angka pengadaan dari e-KTP ini,” beber Maqdir. Menurut dia itu patut dipertanyakan kepada BPKP. ”Kenapa kok ada perbedaan, kesalahannya itu ada di mana,” ungkap dia menambahkan.



    Lebih lanjut, Maqdir menyampaikan bahwa pihaknya juga bakal menghadirkan saksi-saksi yang dapat menguntungkan Setnov. Termasuk di antaranya para ahli. Namun demikian, dia belum bisa menyebutkan siapa saja saksi dan ahli tersebut. ”Saya belum bisa memprediksi sekarang,” tuturnya. Yang pasti, saksi maupun ahli tersebut harus bisa membenarkan dalil pembelaan yang disampaikan oleh timnya.



    Meski belum bisa menyebutkan nama-nama saksi dan ahli yang bakal dihadirkan untuk meringankan Setnov, Maqdir menyebutkan bahwa lewat ahli tersebut pihaknya bakal mendalami model serta cara penghitungan keuangan negara yang dilakukan BPKP. ”Benar atau tidak menurut akuntansi Indonesia,” imbuhnya. Sebab itu penting untuk membuktikan kerugian keuangan negara yang dia pertanyakan. (syn/)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top