• Berita Terkini

    Sabtu, 13 Januari 2018

    Mafia Sikat 150 Ribu Elpiji Subsidi di Pasaran

    JAKARTA— Salah satu biang kerok kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi Desember lalu terungkap. Kemarin (12/1/2018), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim membongkar mafia pengoplos elpiji 3 kg menjadi elpiji 12 kg dan 50 kg. Dalam sebulan mafia yang dipimpin Prenki, 30, itu menyedot 150 ribu tabung elpiji subsidi.


    Pengungkapan kasus tersebut bermula dari adanya informasi penyalahgunaan elpiji 3 kg di Kavling DPR Blok C, Tangerang, Kamis lalu (11/1). Penyidik yang berupaya masuk ke lokasi mengalami kesulitan karena pengamanan ketat. Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menuturkan, penyidik akhirnya berputar arah melalui belakang pabrik. ”Untuk mengecek kebenaran adanya penyalahgunaan gas tiga kilogram,” ujarnya.


    Saat penyidik memanjat pagar pabrik, diketahuilah ada 60 orang yang sedang melakukan aktivitas penyedotan tabung gas subsidi ke non subsidi. Begitu petugas masuk, puluhan orang itu berlarian dan kabur dengan memanjat pagar. ”Lihat ada banyak bekas tapak kaki dipagar,” jelas Kasatgas Pangan Polri tersebut.


    Namun, petugas berhasil menangkap pimpinan mafia pengoplos elpiji 3 kg itu, Prenki. Tiga kaki tangannya juga ditangkap dengan inisial, A,T dan S. ”A bertugas untuk membeli gas subsidi, T yang berupaya mencari pekerja, dan S yang mencari pembeli elpiji 12 kilogram dan 50 kilogram,” paparnya.


    Dari barang bukti yang disita dapat diketahui sindikat penyalahguna gas tiga kilogram ini berskala besar. Terdapat lebih dari 4.200 tabung melon 3 kg atau bersubsidi yang ditemukan. Ada pula 396 tabung gas 12 kilogram dan 110 tabung gas 50 kilogram. ”Ditemukan juga adanya 322 selang suntik yang digunakan untuk menyedot gas,” terangnya.


    Kendaraan operasional untuk menjalankan bisnis yang melanggar hukum itu, ada sekitar 25 mobil dan truk. Terdiri dari 13 unit mobil box, 4 unit dum truk, 4 unit Mitshubishi Colt dan 4 mobil Grand Max. ”Kendaraan itu yang digunakan untuk mengangkut tabung gas yang didapatkan dan lalu diedarkan kembali,” ujarnya.

    Untuk satu tabung elpiji 12 kg dibutuhkan empat tabung elpiji 3 kg. Sedangkan untuk mengisi tabung 50 kg perlu 17 tabung elpiji 3 kilogram. ”Sindikat ini sama sekali bukan agen elpiji, mereka membeli elpiji di pasaran,” jelasnya.


    Harga yang sindikat ini patok untuk membeli satu tabung elpiji 3 kg adalah Rp 21 ribu. Sindikat sengaja membeli dengan harga lebih tinggi dari pasaran yang hanya Rp 17 ribu agar banyak penjual lebih suka menjual ke sindikat. ”Ini menjadi salah satu penyebab tabung gas tiga kilogram langka di pasaran beberapa waktu lalu,” paparnya.


    Sementara, Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menuturkan, untuk setiap tabung elpiji 12 kg hasil oplosan, modal yang dikeluarkan Rp 84 ribu. Sindikat ini menjual tabung elpiji 12 kilogram dengan harga Rp 125 ribu hingga Rp 130 ribu. ”Harga jual sindikat ini masih lebih murah dari harga pasaran gas 12 kilogram Rp 160 ribu. Wilayah penjualan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi” jelasnya.

    Hal yang sama terjadi pada tabung elpiji 50 kg. Modal untuk mengisi tabung 50 kg Rp 357 ribu. Sindikat menjualnya dengan harga Rp 450 ribu, selisih Rp 100 ribu dari harga pasaran elpiji 50 kg, Rp 550 ribu.


    ”Selisih yang besar karena subsidi inilah yang dimanfaatkan sindikat. Sehingga, bisa membeli gas subsidi lebih mahal, namun menjual lebih murah gas non subsidi,” papar Wakil Kepala Satgas Pangan tersebut.


    Keuntungan sindikat itu bila ditotal bisa mencapai Rp 600 juta setiap bulannya. Bila mengcau pada pengakuan pelaku, kegiatan ini telah dilakukan lebih dari tiga bulan. ”Artinya, setidaknya mereka mendapatkan keuntungan Rp 1,8 miliar yang merupakan subsidi dari pemerintah,” tuturnya.


    Berapa kemampuan sindikat ini dalam menyikat tabung gas tiga kilogram di pasaran? Agung menuturkan bahwa rata-rata dalam satu hari sindikat ini membeli lima ribu tabung gas tiga kilogram. Dalam sebulan artinya mengambil tabung gas jatah masyarakat menengah ke bawah sebanyak 150 ribu buah. ”Itulah mengapa bisa disebut bahwa ini salah satu sebab kelangkaan tabung gas tiga kilogram,” paparnya.


    Bila dibandingkan dengan penyaluran tabung gas tiga kilogram per hari di Jakarta yang mencapai 408.646 tabung. Maka, pembelian 5 ribu tabung dari sindikat ini presentasenya 1,22 persen dari penyaluran di Jakarta. ”Namun, tetap memiliki pengaruh yang signifikan karena sempat membuat kelangkaan,” jelasnya.

    Perlu diketahui karena kelangkaan gas tiga kilogram pada Desember 2017, PT Pertamina sampai menyalurkan lebih dari 590 ribu tabung gas tiga kilogram dalam operasi pasar. ”Hal semacam ini terjadi karena sindikat itu,” ujarnya.


    Setyo menambahkan, pihaknya memprediksi bahwa masih ada sindikat penyalahguna gas tiga kilogram lain yang masih beroperasi. Hal itu memungkinkan karena kelangkaan beberapa waktu lalu terjadi di sejumlah daerah. ”Kan tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya, bisa jadi masih ada yang lain,” terangnya. (idr/ang)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top