• Berita Terkini

    Senin, 22 Januari 2018

    KPU Klaim Semua Calon Serahkan Tanda Terima LHKPN

    JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan belum ada satu pun peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang gugur akibat belum melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kemarin (21/1/2018). Laporan dari KPUD menyebutkan semua calon sudah menyerahkan bukti tanda terima laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari KPK.



    ”Sejauh ini laporan dari teman-teman di kabupaten/kota sudah selesai semua. Mereka (calon) sudah menyerahkan (LHKPN),” ujar Komisioner KPU RI Ilham Saputra saat dikonfirmasi Jawa Pos.


    Kalaupun ada yang belum melaporkan kekayaan ke KPK, itu dilakukan pasangan calon (paslon) perseorangan Kota Bau-bau Tema Muhamad-M.Rusli Zamzammi. Paslon itu tidak jadi menyerahkan semua berkas perbaikan hingga akhir batas waktu yang ditentukan pada Sabtu (20/1). Tak terkecuali dokumen dukungan e-KTP. Sehingga sudah dinyatakan gugur.


    Terkait pernyataan KPK yang menyebut ada sejumlah kepala daerah belum mendaftarkan LHKPN hingga batas waktu Jumat (19/1), Ilham menegaskan pihaknya baru menutup pendaftaran itu pada Sabtu (20/1) pukul 24.00. Sehingga bisa saja, banyak di antaranya yang mengurus LHKPN menjelang deadline penutupan tahapan perbaikan berkas calon tersebut.


    Dia juga mengatakan data yang tertera dalam website infopemilu.kpu.go.id sendiri bukanlah data final. Pasalnya, akurasi pada laman tersebut bergantung pada kecepatan KPU daerah mengupload dan mengedit informasi tersebut. Akibatnya, ada sejumlah data yang tidak sinkron dengan data yang disampaikan dalam situs KPK.


    Sementara itu, berdasar update data LHKPN di situs KPK pukul 04.00 kemarin, sejumlah nama calon yang terdaftar di KPU masih ada yang tercatat belum melaporkan LHKPN. Jumlahnya 17 orang. Namun, berdasar hitungan total keselurahan jumlah pelapor justru lebih banyak dari ketentuan. Yakni 1.155 orang dari jumlah semestinya 1.150.

    Disisi lain, ada 8 nama yang baru muncul di data LHKPN kemarin. Nama mereka sebelumnya tidak muncul di data KPK yang di update pada Sabtu (20/1) atau setelah pendaftaran LHKPN memasuki deadline. Mereka adalah Deddy Mizwar (Cagub Jawa Barat) dan Uben Yunara Dasa Priatna (Cawabup Bandung Barat, Jabar).


    Selain itu, ada pula nama Hisan (Cabup Sampang, Jatim), Teguh Juniadi (Cawawalkot Kediri, Jatim), Sutiaji (Cawalkot Malang), Zulkieflimansyah (Cagub NTB), Fransiskus Roberto Diogo (Cabup Sikka, NTT) serta Marthinus Umbu Djoka (Cawabup Sumba Tengah, NTT).


    Cawalkot Malang Sutiaji mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah menyerahkan laporan harta kekayaan ke KPK sebelum deadline Jumat (19/1). Namun, saat dicek di website KPK pada Sabtu, nama Sutiaji memang tidak muncul. Dia mengatakan, kesalahan itu ada di bagian IT tim LHKPN KPK. ”Sudah ada bukti tanda terima (pelaporan LHKPN),” kata calon yang tercatat memiliki harta Rp 2,298 miliar itu.


    Staf Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Kunto Aryawan mengatakan, belum masuknya nama calon terjadi karena beberapa faktor. Selain karena memang tidak mendaftarkan laporan, ada pula calon yang keliru mengisi kolom jabatan di formulir LHKPN. Nah, faktor kedua itu yang terjadi pada kasus Sutiaji. ”Karena belum dimasukan sebagai calon wali kota,” terangnya.


    Di bagian lain, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menjelaskan pihaknya berupaya memaksimalkan tahapan verifikasi dan akurasi nilai kekayaan setiap calon sebelum finalisasi 12 Februari mendatang. Langkah itu dilakukan lantaran muncul kekhawatiran bila peserta calon tidak melaporkan semua harta yang dimiliki.


    ”Kami butuh bantuan untuk menyebarluaskan apa yang dilaporkan oleh para cakada (calon kepala daerah) ini supaya masyarakat bisa memberi info lebih lanjut ke kami (KPK, Red),” ujarnya. Umumnya, calon memang cenderung melaporkan harta pribadi. Sedangkan harta atau aset yang diatasnamakan keluarga tidak semua dilaporkan.

    Padahal, harta atas nama keluarga inti, seperti istri dan anak, harus dimasukan ke formulir LHKPN. Sebab, aset, seperti mobil, rumah, tanah dan usaha yang dimiliki calon biasanya sering diatasnamakan istri dan anak. ”Kalau masyarakat ada info lebih lanjut terkait laporan harta lain seperti penghasilan atau gaya hidup dan hutang para calon tolong hubungi kami (email LHKPN KPK),” terangnya.


    Terpisah, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan,dari aturan normatif, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menelusuri kebenaran LHKPN yang disampaikan calon kepala daerah. Namun jika hal itu berangkat dari laporan atau pengaduan masyarakat, maka pihaknya menjadi punya kewenangan untuk menindaklanjuti.


    Oleh karenanya, jika ada masyarakat yang merasa memiliki informasi terkait indikasi tidak dilaporkannya aset calon kepala daerah, dia meminta untuk tidak segan melaporkan. “Semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan, jika ada pelanggaran silahkan laporkan ke bawaslu,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin.


    Laporan tersebut, nantinya akan dikaji dan dipelajari kebenarannya. Termasuk mencari bukti-bukti pendukungnya. Jika terbukti kebenarannya, kata Dewi, dalam UU Pilkada tidak dijelaskan secara detail implikasinya.


    Namun, kalaupun tidak bisa dijerat melalui UU Pilkda, calon yang dimaksud bisa dikenakan sejumlah pasal dalam Pidana umum yang diatur dalam KUHP. Seperti pemberian informasi palsu atau penyampaian dokumen palsu. “Tentu akan dilanjutkan ke kepolisian untuk diproses pidana umum,” imbuhnya.


    Meski hanya pidana umum, tapi bukan berarti tidak berdampak pada pencalonannya. Kalau proses penanganan perkara di kepolisian dan kejaksaan cepat, bukan tidak mungkin tindakan tersebut bisa mengancam nasibnya di Pilkada. Pasalnya, jika sudah ada keputusan inkerah yang menyatakan calon tersebut bersalah, maka secara otomatis dididkualifikasi.


    “Ketika ada putusan calon yang inkerah, dia bisa dibatalkan,” kata mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah tersebut.


    Anggota Komisi II Achmad Baidowi mengatakan, semua peserta pilkada harus jujur dalam melaporkan harta kekayaannya. Jangan memanipulasi angka dalam laporan itu. Sebab, mereka sendiri yang akan dirugikan. “Calon yang bohong dengan LHKPN, maka akan terdegradasi secara moral,” ucapnya kepada Jawa Pos kemarin.


    Tentu, lanjut dia, laporan yang masuk akan diverifikasi oleh KPK. Jadi, akan diketahui apa harta itu sesuai atau tidak. Komisi antirasuah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengecekan terhadap kekayaan yang dilaporkan.


    Wakil Ketua Komisi II Fandi Utomo menerangkan, dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, setiap peserta harus melaporkan harta kekayaannya. Namun, aturan itu tidak menyebutkan ketentuan isi LHKPN. “Tanda terima laporan LHKPN yang harus diserahkan,” ucap dia. Jika sudah menyerahkan tanda terima, maka salah satu syarat pencalonan sudah terpenuhi.


    Terkait dengan untuk memastikan apakah laporan itu dilakukan secara jujur atau tidak, hal itu bukan ranah KPU. Menurut dia, penyelenggara pemilu tidak mempunyai kompetensi untuk melakukan verifikasi kebenaran calon pejabat publik yang ikut dalam pesta demokrasi.

    Walaupun dalam undang-undang tidak diatur secara detail, namun Fandi mengajak semua pihak untuk mewujudkan pilkada yang berintegritas. Sebuah pemilihan calon pemimpin yang berkualitas. (far/tyo/lum)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top