• Berita Terkini

    Selasa, 30 Januari 2018

    Gamawan Dicecar, Diah Ditawari Jadi Terdakwa

    JAKARTA – Kubu Setya Novanto (Setnov) terus berupaya mencari celah keterlibatan para saksi dalam konstruksi besar korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Setelah pekan lalu menguliti peran mantan kader Partai Demokrat Mirwan Amir, kemarin (29/1/2018) giliran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) periode 2009-2014 Gamawan Fauzi yang dicecar habis-habisan soal e-KTP.



    Gamawan menjadi saksi jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh, ketua panitia pengadaan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012 Drajat Wisnu Setyawan dan mantan Kasubag Tata Usaha Pimpinan Dirjen Dukcapil Suciyati.


    Penasehat hukum (PH) Setnov, Firman Wijaya dalam tanya jawab di persidangan mencecar Gamawan terkait dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10/2010 tentang Pembentukan Tim Pengarah Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Penerapan KTP Berbasis NIK Secara Nasional. Pembentukan tim itu jarang didalami jaksa penuntut KPK.


    ”Kaitan dengan tugas memberikan petunjuk dan dukungan, apakah ada bentuk intervensi ataupun saran daripada Pak Novanto?,” tanya Firman. ”Saya tidak tahu,” aku Gamawan. Menurut Gamawan, pihaknya hanya kebagian tugas membentuk tim teknis dari 15 kementerian yang menjadi anggota tim pengarah tersebut.


    Selain itu, kubu Setnov yang memang getol mencari pelaku utama e-KTP itu juga menanyakan seputar alasan penolakan Gamawan terhadap proyek e-KTP dalam rapat bersama Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Padahal, kala itu, proyek e-KTP sedang bergulir. ”Saya ngeri sebenarnya, tapi karena perintah, saya kerjakan,” ungkap Gamawan menjawab pertanyaan itu.


    Dalam sidang kemarin, upaya tim PH Setnov bisa dikatakan belum membuahkan hasil. Meski demikian, ada yang menarik dalam sidang yang berlangsung 10 jam lebih itu. Yakni, ketika saksi Diah Anggraeni tiba-tiba ingin mengajukan pembelaan atau eksepsi ke majelis hakim. Padahal, Diah bukan terdakwa.


    Sontak, pengunjung sidang yang semula tenang berubah riuh. Mereka tertawa mendengar jawaban hakim atas keinginan Diah itu. ”Apa mau jadi terdakwa ?,” jawab ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Yanto kepada Diah. Yanto pun menyarankan Diah memberikan tambahan keterangan itu kepada jaksa atau penuntut umum.


    ”Kalau bukti meringankan dikasih ke penasehat hukum, kalau memberatkan ke penuntut umum,” imbuh Yanto. Mendengar jawaban hakim, Diah yang tampak kecele pun kembali ke tempat duduk saksi. ”Maaf Yang Mulia. Sangat tidak (ingin menjadi terdakwa, Red),” ujar perempuan yang kini sudah pensiun dari pegawai negeri sipil (PNS) itu.


    Saat di persidangan, Diah kemarin kembali dicecar pertanyaan seputar pertemuan dengan Setnov di Hotel Gran Melia pada Februari 2010 lalu. Mantan pejabat Kemendagri yang terbukti menerima uang USD 500 ribu dari e-KTP tersebut pun mengaku tidak tahu maksud dan tujuan pertemuan itu.

    Dia hanya mengatakan dalam pertemuan itu Setnov meminta pihak Kemendagri mengawal proyek e-KTP. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top