• Berita Terkini

    Jumat, 15 Desember 2017

    Setnov Belum Mau Sebut Politisi Lain

    FOTOIMAMHUSEIN/JAWAPOS
    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melengkapi “kemenangan” atas Ketua DPR (nonaktif) Setya Novanto (Setnov), kemarin (14/12/2017). Itu setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Kusno menyatakan permohonan gugatan praperadilan mantan ketua umum DPP Partai Golkar itu gugur seiring dimulainya sidang pokok perkara Rabu (14/12).


    ”Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon Setya Novanto haruslah dinyatakan gugur,” ujar Kusno. Dengan begitu, sudah tidak ada lagi hambatan bagi jaksa penuntut KPK untuk membuktikan Setnov bersalah di tahap penuntutan. Sidang lanjutan suami Deisti Astriani Tagor itu rencananya bakal digelar pada Rabu (20/12) pekan depan di Pengadilan Tipikor Jakarta.


    Sebagaimana dinyatakan Kusno di awal sidang praperadilan, gugatan Setnov atas penetapannya sebagai tersangka dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu secara otomatis gugur ketika sidang pokok perkara dimulai. Itu sesuai dengan ketentuan di pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang dipertegas dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU/XIII/2015.


    Gugurnya praperadilan membuat Setnov tidak lagi memiliki “senjata” untuk menghadapi KPK. Namun demikian, penasehat hukum (PH) Setnov tetap tidak tinggal diam. Setidaknya, mereka menyatakan keberatan atas surat dakwaan jaksa KPK yang dibacakan Rabu. Itu menyusul, di dakwaan sebanyak 56 lembar itu banyak nama-nama politisi yang raib.


    Padahal, di surat dakwaan dan tuntutan Irman serta Sugiharto, sejumlah nama politikus dicantumkan sebagai pihak yang diduga menerima aliran dana dari proyek e-KTP. Antara lain, Anas Urbaningrum, Melchias Marcus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, Arif Wibowo, Chairuman Harahap, dan Ganjar Pranowo.


    Selain itu, ada pula nama politisi Agun Gunandjar Sudarsa, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Yasonna Laoly, Khatibul Umam Wiranu, Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini. Dalam dakwaan Setnov, hanya Miryam S. Haryani, Ade Komarudin, Markus Nari dan Jafar Hapsah yang tercantum sebagai pihak yang diuntungkan proyek e-KTP.


    Redaksi penyebutan dugaan bagi-bagi fee ke kluster DPR di dakwaan Setnov hanya ditulis jaksa dengan kalimat “beberapa anggota DPR periode 2009-2014”. Aliran duit ijon proyek e-KTP yang mengalir ke wakil rakyat dalam dakwaan itu disebut senilai USD 12,856 juta dan Rp 44 miliar.


    ”Kalau mereka (nama politisi yang raib) tidak tersangkut perkara, harus dinyatakan oleh KPK bahwa mereka tidak tersangkut dan (KPK) minta maaf kepada orang-orang yang namanya disebut sebagai penerima uang (korupsi e-KTP, Red),” kata pengacara Setnov, Maqdir Ismail kepada Jawa Pos. Nama-nama yang hilang mayoritas merupakan politisi PDIP, Partai Demokrat dan Partai Golkar.


    Menurut Maqdir, hilangnya nama-nama politisi itu patut dipertanyakan. Sebab, dalam dakwaan dan tuntutan jaksa KPK terhadap terdakwa e-KTP sebelumnya, sejumlah nama politikus DPR yang mayoritas merupakan pimpinan dan anggota komisi II DPR itu masih dicantumkan. ”Saya yakin, harkat dan martabat mereka (politisi, Red) sudah cedera dengan disebut sebagai penerima uang korupsi.”


    Meski demikian, hingga kemarin Setnov secara pribadi belum mau berkomentar soal surat dakwaan yang dinilai tidak mencantumkan semua nama politisi yang diduga menikmati aliran dana e-KTP itu. Maqdir menyebut, kliennya sampai saat ini belum menyebut satu pun nama orang yang berkaitan dengan perkara yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. ”Beliau belum sebut nama orang,” ucap dia.


    Apakah nanti Setnov bakal menyebut nama-nama, khususnya tokoh politik, dalam persidangan ? Maqdir belum mau membocorkan manuver itu. Sebab, semuanya bergantung pada Setnov sendiri. ”Belum tentu juga beliau (Setnov, Red) mau sebut nama orang,” paparnya.


    Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, hilangnya nama-nama politisi itu bisa saja merupakan strategi jaksa KPK. Strategi itu umum dilakukan agar pihak-pihak yang diduga turut serta menikmati uang e-KTP tidak panik. ”Tapi mereka (politisi, Red) tetap harus diproses bila memang terbukti menerima,” ungkapnya.


    Terkait langkah Setnov “nyanyi” dalam sidang e-KTP, Boyamin menilai manuver itu bisa saja terjadi. Misal yang dilakukan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dia membeber peran serta jumlah duit yang mengalir ke Setnov saat tahap akhir sidang. Tepatnya saat agenda pemeriksaan terdakwa 30 November lalu. ”Biasanya di akhir-akhir sidang,” imbuh dia.


    Sayang, KPK belum mau menanggapi soal persoalan raibnya nama-nama politisi dalam dakwaan Setnov. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan surat dakwaan yang dibacakan kemarin merupakan kewenangan jaksa penuntut. Pihaknya pun ingin mengucapkan terimakasih kepada tim dokter RSCM yang membantu sidang pembacaan dakwaan kemarin berjalan lancar. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top