• Berita Terkini

    Selasa, 26 Desember 2017

    Nobar dan Diskusi Semarakkan Haul Sewindu Gus Dur di Batang

    AKHMAD SAEFUDIN
    BATANG – KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah wafat sejak 30 Desember 2009 silam. Namun, jejak pemikiran aktivismenya di sekitar Islam, keindonesiaan, dan kemanusiaan masih terus dilestarikan banyak orang dengan berbagai ragam cara, salah satunya lewat even tahunan haul Gus Dur seperti sukses diselenggarakan Jaringan Gusdurian Batang, Jumat (22/12/2017) lalu.

    Dalam tajuk ‘Semua Demi Bangsa dan Negara’, haul sewindu Gus Dur yang dipusatkan di Desa Wisata (deswita) Pandansari, Kecamatan Warungasem, menyajikan empat acara kreatif dan konstruktif secara maraton. Pertama, outbond pelajar anti korupsi dan ice breaking materi anti korupsi yang menghadirkan tokoh pemuda anti korupsi, M Najmul Afad. Pesertanya adalah pelajar SMA/MA/SMK se Kabupaten Batang.

    Kedua, acara nonton bareng dan bedah film ‘Menolak Diam’. Film yang diproduksi Tranparency International Indonesia (TII) itu ditonton pelajar dan delegasi Gusdurian se Jateng. Untuk membedah film itu, panitia juga menghadirkan sang sutradara Emil Heradi, Rachel Ketsia selaku pemeran, dan Agus Sarwono (Tile) selaku aktivis TII sekaligus produser film.

    Acara ketiga adalah tahlil dan doa bersama untuk almarhum Gus Dur. Keempat, diskusi ekonomi kreatif. Diskusi yang dimoderatori Mufit Miftakhudin dari UPKP2 Batang itu berlangsung gayeng dengan kehadiran sejumlah tokoh lokal maupun nasional, seperti Arif Rahman Hakim dan AS Burhan dari TII Batang, Tri Chandra Aprianto dari Staf Presiden Bidang Reformasi Agraria, Ahmad Dimyati dari Koordinator Penmdamping Desa Jateng, Ketua Kopal ETOM Deswita Pandansari Aminduin, serta diikuti komunitas dan elemen sosial lainnya.

    “Selain memperkenalkan Jaringan Gusdurian, acara ini juga dirancang sebagai kerja-kerja berkelanjutan, utamanya dalam memperkuat jejaring elemen masyarakat anti korupsi dan peduli HAM sekaligus merumuskan strategi aksi bersama,” kata Sulistiyo dari Jaringan Gusdurian Batang.

    Dari kegiatan itu, Jaringan Gusdurian juga menyepakati pentingnya komunitas ini bergerak lebih konkrit dalam berbagai bidang sesuai kapasitasnya masing-masing. Bagi mereka yang tengah berada di posisi strategis, kata Sulistiyo, perannya harus lebih dimainkan. “Misal untuk pendamping desa, mereka memiliki peluang untuk membangun desa yang mandiri dengan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif desa misalnya,” ujarnya.

    Beberapa isu juga dibahas cukup mendalam dalam haul sewindu Gus Dur itu, seperti bagaimana membangun ekonomi kreatif berbasis komunitas, isu reformasi agrarian, gerakan anti korupsi, dan lainnya. “Untuk ekonomi kreatif berbasis komunitas, Deswita Pandansari bisa menjadi contohnya. Ke depan, komunitas-komunitas lainnya juga bisa berbuat yang sama,” pungkasnya. (sef) 

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top