• Berita Terkini

    Selasa, 12 Desember 2017

    Menyoal Hari Jadi Kebumen: Yang Lama Kurang Pas, Yang Baru Meragukan

    Achmad Marzoeki
    YANG  lama terasa kurang pas, yang baru masih memunculkan keraguan. Begitulah perbincangan tentang hari jadi Kebumen. Hari jadi yang lama 1 Januari 1936 adalah dimulainya Pemerintahan Kabupaten Kebumen hasil penggabungan Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Karanganyar.

    Kurang pas, karena sebelumnya Kabupaten Kebumen sudah ada, hanya belum seluas sekarang. Pertanyaannya sederhana, mengapa bukan pembentukan Kabupaten Kebumen pertama kali yang dijadikan sebagai Hari Jadi?
    Hari jadi yang terbaru, 21 Agustus 1629, sudah disepakati dan diperdakan.

    Tapi masih memunculkan keraguan, meski didasarkan pada peristiwa bersejarah yang dapat dijadikan keteladanan. Jika alasan pemilihan 21 Agustus 1629 sebagai hari jadi Kebumen, adalah peristiwa Kyai Bodronolo membantu penyediaan dan perbekalan pasukan Sultan Agung dalam menyerang Batavia, hubungannya apa dengan nama Kebumen?


    Agaknya, perlu dipertegas makna hari jadi yang akan diperingati. Apakah Kebumen sebagai wilayah yang semula tak berpenghuni kemudian dibuka dan ditempati sebuah komunitas sehingga menjadi daerah yang memiliki nama, atau Kebumen sebagai wilayah administrasi pemerintahan.


    Hari jadi suatu daerah, tentu tidak bisa disamakan dengan hari jadi negara seperti Indonesia yang ditandai dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan. Tidak juga mesti dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang melibatkan daerah tersebut, apakah memiliki keteladanan atau tidak.


    Hari jadi suatu daerah, lebih tepat dikaitkan dengan nama daerah tersebut. Bagaimana asal-usul suatu daerah diberi sebuah nama. Mungkin tidak ada momentum peresmian penggunaan nama, tapi kemudian bisa dirunut mengapa nama itu digunakan.
    Rasanya tak ada yang menampik, bahwa nama Kebumen berasal dari Ki Bumian, yang bermakna tempat tinggal Ki Bumi, atau Pangeran Bumidirjo.

    Atau kalau ada yang mempunyai alasan lain, misalnya disebut Kebumen karena masyarakatnya punya prinsip “Diarani Kebo ya men” (Dijuluki kerbau tidak peduli). Haruslah mempunyai data pendukung untuk menguatkan asal-usul nama tersebut.


    Jika tidak ada argumentasi yang kuat untuk membantah asal-usul nama Kebumen dari Ki Bumian, persoalannya bisa disederhanakan. Momentum apa terkait Pangeran Bumidirjo yang hendak dijadikan patokan hari jadi Kebumen.

    Apakah pertama kali memasuki wilayah di tepian sungai Lukulo atau keputusannya untuk menetap dan membuat permukiman di wilayah yang kemudian dikenal dengan nama Kebumen tersebut.


    Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudahnya, adalah perjalanan sejarah Kebumen. Sebagaimana sebuah sejarah, tentu ada yang bisa ditulis dengan tinta emas karena peristiwanya sangat membanggakan dan bisa dijadikan keteladanan.

    Namun ada juga yang hanya samar-samar ditulis di atas kertas buram, karena adanya peristiwa menyedihkan. Orang-orang enggan membicarakannya, dianggap hanya akan menjadi luka lama.
    Sejarah Kebumen memiliki keduanya, ada yang membanggakan dan menyedihkan. Yang membanggakan dan bisa dijadikan keteladanan, sudah sempat disepakati dan diperdakan sebagai hari jadi.

    Yakni sebagai basis logistik pasukan Sultan Agung saat menyerang Belanda di Batavia. Yang menyedihkan karena enggan dibicarakan juga ada. Misalnya peristiwa AOI (Angkatan Oemat Islam) yang selama masa orde baru tak ada yang berani membicarakannya.

    Juga rangkaian peristiwa sebelum dan sesudah G 30 S/PKI, yang salah satu tokoh sentralnya berasal dari Kebumen, mendiang Letkol Untung.
    Bagaimanapun juga pasang surut sejarah Kebumen, sampai saat ini belum membuat Kebumen bubar, kembali menjadi wilayah tak berpenghuni.

    Administrasi pemerintahan terus berubah sesuai kebutuhan, sekarang sudah meliputi 26 kecamatan dari semula hanya 22. Sehingga apa pun peristiwa yang terjadi mestinya tak mempengaruhi momentum yang akan ditetapkan sebagai hari jadi.
    Peristiwa bersejarah bisa diperingati, beberapa tugu sudah berdiri di Kebumen untuk memperingati berbagai peristiwa bersejarah yang terjadi.

    Sehingga hari jadi lebih baik dikembalikan pada asal-usul nama daerah tersebut, Ki Bumian, tempat tinggal Ki Bumi atau Pangeran Bumidirjo. Momentumnya bisa dipilih, pertama kali datang atau saat Pangeran Bumidirjo memutuskan untuk bermukim dan membuat tempat tinggal di daerah yang sekarang bernama Kebumen. Monggo.


    Achmad Marzoeki
    Penulis novel “Pil Anti Bohong” dan “Silang Selimpat”.

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top