• Berita Terkini

    Senin, 18 Desember 2017

    Lima Warga Klaten Meninggal Kena Leptospirosis

    ANGGA PURENDA/RADAR KLATEN
    KLATEN – Seiring datangnya musim penghujan, ada satu fenomena yang harus diwaspadai selain banjir dan tanah longsor. Yakni, penyebaran bakteri leptospira yang dibawa oleh tikus.

    Potensi warga terserang penyakit tersebut cukup besar setelah terjangan banjir di sejumlah kecamatan Kabupaten Klaten November lalu. Sebab, kotoran tikus mudah menyebar terbawa air. Karena itu, dinas kesehatan (Dinkes) Klaten mewanti-wanti warga segera memeriksakan diri jika mengalami gejala leptospirosis.

    Berdasar data dinkes Klaten, sejak Januari hingga penghujung Desember 2017 terdapat 45 kasus leptospirosis. Lima pasien di antaranya meninggal dunia. Ini menjadikan penyakit leptospirosis ancaman nyata.

    “Kewaspadaan masyarakat perlu ditingkatkan meski gejalannya (leptospirosis) hanya sepele, tetapi dapat berujung pada kematian. Kebanyakan warga mengira jika gejala seperti masuk angin adalah hal biasa,” ujar Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Klaten Wajyuning Nugraheni, Minggu (17/12/2017).

    Perempuan yang akrab dipanggil Nuning ini menjelaskan, hampir seluruh jenis tikus merupakan salah satu reservoir utama bakteri leptospira. Baik tikus got, tikus rumah hingga tikus sawah. Hewan lainnya juga dapat menjadi reservoir leptospira, seperti kambing, anjing, dan sapi.

    Ancaman penyebaran leptospirosis saat musim hujan semakin meningkat karena urine atau kencing tikus mudah menyebar karena terbawa air. Sebab itu, Nuning mengingatkan warga menggunakan alat pelindung diri ketika berada di lingkungan basah maupun becek. Termasuk wajib mencuci tangan dan kaki dengan sabun setelah beraktivitas di lingkungan yang basah.

    “Langkah sederhana itu menjadi kunci efektif mencegah masuknya bakteri leptospira ke dalam tubuh manusia. Apalagi gejala leptospirosis terkesan sangat ringan. Awalnya disangka masuk angin biasa, pegel linu, demam dan lemas, padahal bisa jadi gejala leptospirosis,” bebernya.

    Gejala itu harus ditindaklanjuti dengan memeriksakan diri ke dokter maupun layanan  kesehatan terdekat. Sebab, untuk mendeteksi leptospirosis butuh ketelitian
    Pada banjir 2015, imbuh Nuning, dinkes Klaten menemukan kasus leptospirosis di desa terdampak banjir. Antara lain Desa Melikan Kecamatan Wedi; Desa Kebon Kecamatan Bayat, dan Desa Gaden, Kecamatan Trucuk.

    Yang cukup melegakan, pada bencana banjir baru-baru ini, belum ada laporan warga yang terserang leptospirosis. Kondisi ini harus tetap dipertahankan dengan mengedepankan pola hidup sehat.

    Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinkes Klaten Herry Martanto mewanti-wanti warga, terutama yang terdampak banjir selalu mencuci tangan dan kaki menggunakan sabun. Ini guna memastikan bakteri tidak masuk ke dalam tubuh lewat makanan yang dikonsumsi dan sebagainya

    “Bagi mereka yang melakukan aktivitas di lahan persawahan lebih baik menggunakan sepatu boot biar lebih aman. Termasuk apapun aktivitas di tempat kotor dan basah selalu membersihkan diri dengan sabun,” tandasnya. (ren/wa)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top