• Berita Terkini

    Jumat, 08 Desember 2017

    KPK : Setnov Lebih Terhormat Ikuti Sidang

    JAKARTA – Upaya praperadilan Setya Novanto (Setnov) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhirnya pupus. Sebab, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menetapkan jadwal sidang perdana ketua DPR itu pada Rabu (13/12) pekan depan.


    Di hari tersebut, sidang praperadilan Setnov belum masuk pembacaan putusan hakim. Hakim tunggal PN Jaksel Kusno kemarin (7/12) menyebutkan bila putusan paling cepat dibacakan Kamis (14/12) atau selisih satu hari dari agenda pembacaan surat dakwaan Setnov di pengadilan tipikor.


    Penetapan jadwal sidang tipikor itu hampir pasti menggugurkan gugatan praperadilan Setnov. Itu merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XIII/2015 yang menyebut bahwa praperadilan dinyatakan gugur saat digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan.


    Jadwal sidang perdana Setnov sebagai terdakwa kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu disampaikan Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Ibnu Basuki Widodo. Selain jadwal, ketua PN Jakarta Pusat Dr Yanto juga telah menetapkan majelis hakim setelah menerima berkas dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK pada Rabu (6/12) sore.


    ”Penetapan (majelis hakim, Red) jam 21.00 kemarin (6/12),” ujarnya di PN Jakarta Pusat, kemarin. Sidang bernomor perkara 130/Pid.Sus-TPK/2017/PN Jkt.Pst itu diketuai hakim Yanto (ketua PN Jakpus). Mantan ketua PN Denpasar itu menggantikan peran Jhon Halasan Butar Butar yang kini menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Pontianak.


    Sementara anggota majelis hakim terdiri dari Franki Tambuwun dan Emilia Djajasubagia. Ditambah hakim ad hoc, Dr Anwar serta H. Ansyori Syaifudin. Bersama Jhon, keempat hakim tersebut sebelumnya ikut mengadili perkara Irman dan Sugiharto. ”Itu (penetapan ketua hakim, Red) hak prerogatif ketua (pengadilan, Red). Beliau (ketua PN) yang pertimbangkan itu yang terbaik,” ungkapnya.


    Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan, kubu Setnov lebih baik menghadapi proses hukum itu di tahap penuntutan di pengadilan tipikor daripada di praperadilan. Sebab, “bertarung” di pengadilan tipikor lebih terhormat untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu perkara. ”Daripada harus capek-capek, bolak-balik (praperadilan, Red),” ungkapnya saat ditemui di perpustakaan KPK.


    Basaria bukan takut kalah praperadilan. Dia justru yakin proses pengujian penyidikan itu bakal dimenangkan KPK seiring kekuatan bukti yang dimiliki. ”Nggak usah hitung-hitungan hari (sidang), saya yakin (praperadilan) pasti menang. Tapi saya pikir akan lebih terhormat untuk membuktikan benar atau tidaknya yang bersangkutan (Setnov, Red), hadapi saja sidang,” terangnya.


    Dia mengatakan, bila praperadilan Setnov menang, KPK tetap akan mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Dari hal itu, Basaria berharap Setnov menjalani tahap penuntutan di pengadilan tipikor. ”Saya pikir lebih nyaman dan tidak capek (kalau tidak praperadilan, Red). Bayar pengacara juga kan mahal,” sindir purnawirawan polisi itu.


    Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menambahkan, KPK tetap harus waspada terhadap kemungkinan non teknis yang bisa saja terjadi pada saat sidang perdana Rabu pekan depan. Misal, kemungkinan Setnov tiba-tiba sakit sehingga sidang tidak jadi digelar. ”Secara teori maupun praktik, tidak ada yang bisa memenangkan (praperadilan) SN,” kata dia.


    Disisi lain, hakim tunggal praperadilan Kusno kemarin meminta KPK mengirimkan surat bukti bila nanti sidang pokok perkara Setnov dibuka pada Rabu (13/12). Setelah bukti itu diterima, praperadilan dipastikan gugur karena sidang pokok perkara Setnov digelar. ”Penetapan sidang belum tentu juga gugur, harus ada nyata-nyata (hakim) membuka sidang perkara,” ucapnya.


    Sepanjang sidang pokok perkara belum dibuka, sidang praperadilan tetap digelar. Hari ini, agenda sidang mendengarkan jawaban KPK atas permohonan gugatan Setnov. Setelah itu, sidang kembali digelar pada Senin, Selasa dan Rabu dengan agenda pemeriksaan saksi dari termohon dan pemohon. ”Kamis (14/12) baru kesimpulan, kalau memungkinkan langsung putusan,” imbuh Kusno.


    Sementara itu, JPU KPK kemarin menuntut Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis penjara 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan itu terbilang ringan lantaran Andi mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) dan membantu KPK mengungkap peran Setnov dalam indikasi bagi-bagi fee proyek e-KTP. (tyo)

    Berita Terbaru :


    Scroll to Top